pihak manajemen perawat dan perawat sendiri akan pentingnya melakukan penilaian kinerja sesuai dengan teori dan konsep yang ada. Kompleksnya sistem
penilaian kinerja tidak dipungkiri bahwa sulit untuk menciptakan suatu sistem penilaian kinerja yang sempurna karena satu unsur saja yang bermasalah maka
akan mengganggu jalannya sistem. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan sistem untuk dapat mengembangkan suatu program.
5.2. Pelaksanaan Action Research
Penelitian ini hanya menjalankan satu siklus action research selama sembilan minggu dimulai dari April sampai Juni 2014. Pelaksanaan penilaian
kinerja di RSUD Dr. Pirngadi Medan dilaksanakan diakhir tahun yaitu pada bulan November dan Desember. Karena penelitian ini berjalan pada bulan April sampai
Juni maka penilaian kinerja dicoba dimulai pada bulan Juni atas kesepakatan bersama. Kegiatan ini tentu tidak sejalan dengan kondisi di rumah sakit, tetapi
sesuai dengan komitmen bersama bahwa penilaian dilakukan setiap bulan. Hasil penilaian kinerja akan dilaporkan ke tim penilaian kinerja sesuai dengan alur yang
ditetapkan. Keputusan akhir dilakukan oleh kepala bidang setelah didiskusikan dengan tim penilaian kinerja.
Peneliti merupakan pemula dalam menggunakan action research, menurut Kemmis dan Taggart 1998 bahwa sebagai peneliti pemula sebaiknya
menggunakan satu siklus action research saja, pertimbangan lainnya adalah adanya kesulitan untuk mempertahankan komitmen dan mengkaji kemajuan
penelitian oleh peneliti pemula. Pelaksanaan action research terdiri dari empat tahapan yaitu planning, acting, observing, reflecting.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2 Tahap Planning Pada tahap planning, peneliti dan partisipan berhasil menyusun rencana
yang sesuai dengan hasil yang ditemukan pada tahap reconnaissance. Ada lima rencana yang disusun oleh peneliti dan partisipan. Rencana ini mengacu pada
perumusan sistem penilaian kinerja perawat sementara. Keberhasilan pada tahap planning tidak hanya bergantung oleh peneliti dan partisipan, namun diperlukan
faktor pendukung lainnya yaitu key person dalam hal ini adalah pembuat kebijakan. Rencana yang disusun banyak mengalami kesulitan jika tidak ada
dukungan dari pihak pemegang kebijakan di rumah sakit. Pendekatan yang dilakukan peneliti yaitu pada wadir bidang SDM dan pendidikan, kepala bidang
keperawatan dan kepala seksi keperawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan 2013 dengan judul pengembangan program ronde keperawatan di
RSUD Padang Sidimpuan juga yang melakukan pendekatan dengan pihak penentu kebijakan key person.
Pendekatan key person merupakan cara yang berguna dalam menentukan keberhasilan dari kegiatan penelitian. Pendekatan dengan key person dilakukan
oleh peneliti untuk membantu peneliti memahami situasi dan kondisi baik partisipan dan lingkungannya sehingga peneliti dapat menyusun strategi untuk
mempermudah jalannya penelitian. 5.1.3 Tahap Acting
Menghasilkan suatu perubahan di tempat penelitian merupakan suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dirasakan oleh peneliti khususnya ketika
melakukan perubahan pada instrumen penilaian kinerja dari bentuk DP3 kedalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk instrumen penelitian yang terdiri dari enam sub variabel pada tahap acting. Situasi yang dihadapi berupa adanya tekanan akan perbedaan harapan antara
kepala ruangan dengan bidang manajemen keperawatan. Perubahan instrumen penelitian memerlukan seminar dan pelatihan agar
semua partisipan memiliki persepsi yang sama. Instrumen penelitian merupakan hal yang paling sering menjadi perhatian dalam beberapa penelitian yang
berhubungan dengan penilaian kinerja. Masalah yang ditemukan pada instrumen penilaian kinerja yaitu instrumen tidak mewakili kompetensi Kalb et al. 2006,
indikator penilaian kurang jelas Goncalves, Lima, Crisitiano, Hasimoto , 2007, instrumen yang digunakan selalu sama dari tahun ketahun Redshaw, 2008,
kelayakan untuk digunakan masih kurang Murie, Wilson, Cerinus, 2009 dan ketidaksesuaian antara standar kinerja dengan tugas perawat Nikpeyma, Saeedi,
Azargashb, dan Majd, 2013. Kesulitan dalam melakukan perubahan dinyatakan juga oleh Goncalves,
Lima, Crisitano dan Hashimoto 2007 dalam membuat indikator penilaian kinerja perawat dengan menggunakan metode action research. Mereka menemukan
kekompleksan masalah yang dijumpai berupa tugas dan isu polemik yang mereka rasakan dan hadapi ditempat penelitian.
Proses kegiatan pada tahap acting mengalami perubahan dalam pelaksanaannya. Menurut Semiawan 2004 bahwa pada tahap acting, peneliti
merencanakan tindakan yang bersifat tentatif serta fleksibel terhadap perubahan yang akan disesuaikan dengan kondisi partisipan dan lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan instrumen penilaian kinerja memakan waktu yang lama. Hal ini terjadi karena penting untuk menekankan tentang deskripsi kerja yang jelas
dan kompetensi perawat dalam instrumen penilaian kinerja. Perubahan yang terjadi pada tahap terjadi karena peneliti harus mengikuti situasi dan kondisi
partisipan serta lingkungan penelitian. Penyesuaian diri terhadap reaksi lingkungan dan kemampuan dalam mengatur waktu sangat diperlukan untuk
mengantisipasi perubahan waktu kegiatan yang tiba-tiba terjadi. 5.1.4 Tahap Observing
Pada tahap observing peneliti melakukan observasi atas kegiatan penilaian kinerja yang dilakukan dengan menggunakan lembar panduan observasi.
Panduan observasi sangat penting, hal ini sesuai dengan pendapat Kemmis dan Taggart 1988 bahwa observasi harus direncanakan, responsif, kritis dan peka
terhadap hal-hal yang tidak terduga. Dari hasil observasi dilihat bahwa kepala ruangan sudah melakukan
penilaian dengan cara-cara yang caring yaitu dengan menjaga komunikasi yang baik dengan perawat, berempati terhadap kendala-kendala yang ditemukan
perawat selama bekerja serta menciptakan suasana yang nyaman dan terbuka selama melakukan penilaian serta memberikan kepercayaan dan membantu
perawat dalam menyesaikan masalah yang mereka rasakan selama bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Watson 1979 bahwa elemen dasar dari pelayanan
yang berkualitas tinggi adalah pengembangan dari kualitas hubungan yang saling percaya dan membantu. Mengembangkan suatu hubungan yang pertama harus
dilakukan adalah mengetahui kondisi orang lain, hal ini termasuk mengetahui diri
Universitas Sumatera Utara
mereka, cara pandang mereka dan ruang kehidupan mereka. Pengembangan atas hubungan saling percaya dan membantu bisa tumbuh secara berangsur-asur
apabila hubungan saling percaya tersebut merupakan suatu proses sikap yang dimiliki oleh perawat.
Prilaku caring tidak hanya dapat dilakukan pada pasien, tetapi dapat juga diterapkan dalam bidang administrasi keperawatan. Kepala ruangan dapat
berprilaku caring dalam mengatur ruangan dan perawat mereka. 5.1.5 Tahap Reflecting
Pada tahap reflecting, peneliti mengadakan pembagian kuisioner dan FGD kepada partisipan. Hasil FGD secara keseluruhan menyatakan bahwa
keobjektifan dalam melakukan penilaian kinerja sangat diperlukan walaupun sulit untuk dilakukan.
Huber 2000 menyatakan bahwa untuk membuat penilaian kinerja yang objektif, sangatlah penting dalam menilai prilaku, tidak hanya karateristik
perorangan saja. Huber 2000 dalam Carson 2004 menyatakan bahwa keobjektivan dan waktu merupakan hal yang perlu ditentukan. Karyawan
dimonitor dan dinilai berdasarkan tujuan yang telah diatur. Menurut hasil penelitian Goncalves, Lima, Crisitiano dan Hasimoto
2007 tentang menciptakan indikator evaluasi kinerja melalui focus group discussion di Rumah Sakit Universitas Sao Paulo Portugis menyatakan bahwa ide
pokok yang paling penting adalah kepedulian dari organisasi itu sendiri, pertimbangan atas pentingnya upaya untuk memperbaiki kinerja seseorang dan
partisipasi untuk menghasilkan perubahan dalam organisasi. Walaupun kegiatan
Universitas Sumatera Utara
ini sulit untuk mengusahakan partisipasi secara administratif tetapi inisiatif atas kegiatan ini menunjukan bahwa dengan cara manajemen demokrasi yang baik
seharusnya dapat mengurangi kekakuan struktur, membuat lebih fleksibel dan menstimulasi orang lain untuk terlibat dalam proses.
Selain itu masalah yang didapatkan dari hasil FGD adalah bahwa kurangnya ketegasan dari pihak atasan untuk menindak lanjuti perawat-perawat
yang bermasalah yang memiliki latarbelakang hubungan kedekatan dengan para pejabat dan pegawai di rumah sakit, sehingga kuatnya budaya nepotisme
dilingkungan kerja perawat yang merupakan bias dari penilaian kinerja perawat. Menurut Rivai dan Basri 2006 menyatakan bahwa didalam penilaian
kinerja terdapat friendly bias kedekatan hubungan yaitu bias yang terjadi karena adanya hubungan kedekatan sehingga penilai sulit untuk membuat keputusan
dalam memecahkan masalah. Keobjektifan dalam melakukan penilaian kinerja dapat tercapai dengan cara mengurangi bias. Bias yang muncul selama proses
penilaian kinerja dapat diatasi dengan adanya kebijakan organisasi untuk menyikapi hal tersebut dan ketegasan manajemen rumah sakit sangat dibutuhkan
demi terlaksananya penilaian kinerja perawat yang baik. Keobjektifan dalam penilaian merupakan suatu hal yang penting untuk
dilakukan. Kesulitan dalam menilai secara objektif dikarenakan kurang tegasnya pihak penilai dan manajemen keperawatan dalam memindak dan menentukan
keputusan. Penerapan unsur caring pada proses penilaian kinerja dapat
terindentifikasi di kuisioner kepuasan perawat dan pasien. Kebanyakan instrumen
Universitas Sumatera Utara
untuk menilai caring dirancang untuk menilai prilaku caring perawat dalam situasi klinik baik dari perawat ataupun dari pasien sendiri. Duffy 1993 dalam
Watson 2002 mengembangkan alat penilaian caring yang bertujuan untuk mengukur aktivitas caring perawat. Alat ini di dirancang untuk merefleksikan
persepsi staf perawat atas manejer mereka untuk meneliti administrasi keperawatan. Caring penilai dengan orang yang dinilai dapat dievaluasi dengan
menggunakan kuisoner. Konsep caring dapat dimodifikasi dengan konsep keperawatan untuk menghasilkan situasi pelayanan keperawatan yang bersifat
caring.
5.3. Out Put Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana