Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN KINERJA

PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh

KARDINA HAYATI

127046009/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN KINERJA

PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARDINA HAYATI

127046009/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D

Anggota : 1. Salbiah, S.Kp., M.Kep


(5)

(6)

Judul Tesis : Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Kardina Hayati

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Sistem penilaian kinerja perawat pelaksana adalah suatu sistem penilaian

kinerja yang dilakukan oleh manajemen bidang keperawatan untuk menilai

kinerja perawat pelaksana di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan sistem penilaian kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian yang dipakai adalah

action research. Instrumen yang digunakan ada enam yaitu panduan wawancara,

panduan focus group discussion (FGD), kuisioner pengetahuan perawat, kuisioner

kepuasan perawat, kuisioner kepuasan pasien, dan lembar observasi. Partisipan

dalam penelitian ini berjumlah delapan orang perawat. Data dianalisa secara

kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisa dengan konten analisis

sedangkan data kuantitatif dianalisa dengan uji statistik deskriptif. Penelitian ini

menghasilkan suatu perubahan pada sistem penilaian kinerja perawat pelaksana

yang terdiri dari tim penilaian kinerja, alur, instrument, SOP yang merujuk kepada

konsep penilaian kinerja, SKKNI dan PPNI sebagai dasar penyusunan instrumen


(7)

kinerja, selain itu penelitian ini menghasilkan dampak adanya perbedaan rata-rata

pada pengetahuan perawat, kepuasan perawat dan meningkatnya kepuasan pasien.

Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak manajemen rumah sakit agar

membuat kebijakan dan melakukan penilaian kinerja perawat secara berkala dan

sistematis untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.


(8)

Thesis Title : Developing of Nurse Performance Appraisal

System at District General Hospital Dr. Pirngadi

Medan

Name : Kardina Hayati

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Nurses performance appraisal system is an appraisal system that is

conducted by hospital nursing management in appraising the nurses performance

in the hospitals. The objective of the research was develop a system of

performance appraisal of nurses at the District General Hospital of Dr. Pirngadi

Medan. The type of research used is action research. The data were gathered from

six instruments, they were interviewed guide, the instruction of focus group

discussion (FGD), questionnaire of nurse knowledge on performance appraisal,

questionnaire of satisfaction on performance appraisal, questionnaire of patient

satisfaction on performance appraisal, and the observation sheet. Participants in

this study were 8 persons. Data was analyzed qualitatively and quantitatively.

Qualitative data were analyzed with content analysis and Quantitative data were

analyzed with statistic descriptive test. This study resulted the change of nurse


(9)

SOP that refered to performance appraisal concept, the standard of Indonesian

National Work Competence (SKKNI) and the Association of Indonesian National

Nurses (PPNI) as basic to conceived performance appraisal instrument and

application of caring in performance appraisal process and had the effect on

disparity of mean in the knowledge of nurses and nurse satisfaction on nurse

performance appraisal and the increasing of patients’ satisfaction. The study

recommends to the hospital managerial to make a policy and do nurse

performance appraisal regularly and systematically to improve and enhance the

quality of nursing care.

Keywords: action research, nurses performance, nurse performance appraisal


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan

berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian

dari syarat memperoleh gelar Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak akan dapat

diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes., selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan

bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Keperawatan di Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Setiawan,

S.Kp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan sebagai Pembimbing I

yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan ilmu yang bermanfaat

dan motivasi yang membangun bagi penulis dari sejak awal penelitian hingga

selesainya penulisan tesis ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep, selaku pembimbing II yang telah memberikan


(11)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurmaini, SKM,

MKM, Ph.D dan Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku tim penguji yang

telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Medan yaitu Bapak dr. Amran Lubis, Sp. JP (K) FIHA

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Bidang Keperawatan yaitu

Ibu Linny Lumongga Harahap, S.Kep, Ns berserta jajarannya, Kepala Ruang

Rawat Inap Kelas dan VIP beserta staf yang telah berpartisipasi dalam penelitian

ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sangat besar

kepada Ayahanda Drs. Abdullah Parinduri dan Ibunda Hj. Ruaidah yang telah

memberikan kesempatan kembali kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.

Terima kasih atas doa, motivasi, kepercayaan dan kasih sayang yang telah

memberikan kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada Abangku Abdi Ardian Parinduri,

SKM, Kakakku Silvia Safitri, S.Kom dan kepada paman terbaikku Ir. Martua

Parinduri atas dukungan moral dan material selama penulis menempuh

pendidikan.

Akhirnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan ke dua 2012/2013 khususnya


(12)

bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan

dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan

masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khusunya

profesi keperawatan.

Medan, 25 Agustus 2014 Penulis


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Kardina Hayati

Tempat/ Tanggal Lahir : Tebing Tinggi/ 12 Januari 1986

Alamat : Jl. Komodor Yos Sudarso, No: 114 Tebing Tinggi

No. Handphone : 081361131451

Email : dina_el_shirazy@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD Swasta R.A KARTINI Tebing Tinggi 1998

SMP Swasta R.A KARTINI Tebing Tinggi 2001

SMU SMU Negeri 1 Tebing Tinggi 2004

Diploma III Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara 2007

S-1 Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara 2008

Profesi Ners Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara 2009

Magister Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara 2014

Riwayat Pekerjaan :

Staf Dosen Akper Bina Husada Tebing Tinggi Januari-November 2010


(14)

Oktober 2012

Kegiatan akademik selama studi :

Seminar dan Workshop “Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode

Content Analysis dan Software WEFT-QDA”, Pada tanggal 18

Desember 2012 di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara sebagai

peserta.

Seminar Sehari “ Nursing Leadership Menyonsong ASEAN Community

2015”, Pada tanggal 30 Januari 2013 di Fakultas Keperawatan

Sumatera Utara sebagai panitia dan peserta.

Seminar dan Workshop “ Aplikasi Knowlaedge Management dalam

Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, Pada tanggal 13-14 Mei

2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan sebagai

panitia dan perserta.

Seminar Internasional “ 2013 Medan Internasional Nursing Conference”,

Pada tanggal 1-2 April 2013 di Hotel Garuda Medan sebagai panitia

dan perserta.

Pelatihan “ Menyiapkan Naskah Untuk Publikasi Di Jurnal Nasional

Terakreditasi/Jurnal Internasional Bereputasi”, pada tanggal 6

November 2013 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara sebagai peserta.

Seminar Nasional “ Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada

Neonatus Melalui Implementasi Development Care”, pada tanggal


(15)

Persentasi Oral dan Panitia.

Seminar Sehari “ Nursing Leadership Menyonsong ASEAN Community

2015”, Pada tanggal 30 Januari 2013 di Fakultas Keperawatan

Sumatera Utara sebagai panitia dan peserta.

Seminar Sehari “ Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif dalam Riset

Keperawatan dan Kesehatan”, Pada tanggal 7 Desember 2013 di

Fakultas Keperawatan Sumatera Utara sebagai peserta.

Proceeding :

Hayati, K., Darti, N. A. (2013). Metode Penyapihan ASI yang dilakukan ibu

di kelurahan lalang Lingk. I Kecamatan Rambutan Tebing Tinggi.

Sebagai Persentasi Oral pada Seminar Nasional “ Peningkatan

Kualitas Pelayanan Kesehatan Neonatus melalui Implementasi


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Konsep Penilaian Kinerja ... 10

2.2. Konsep Watson ... 31

2.3. Konsep Action Research ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.3. Partisipan penelitian ... 45

3.4. Pengumpulan Data ... 46

3.5. Prosedur Penelitian ... 53

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 58

3.7. Metode Analisis Data ... 59

3.8. Keabsahan Data ... 62

3.9. Pertimbangan Etik ... 63

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 66

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

4.2. Data Demografi Partisipan ... 70

4.3. Hasil Reconnaissance ... 71

4.4. Tahap Action Research Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana ... 82

4.5. Out put dari proses action research ... 96

4.6. Dampak Pelaksana Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana ... 97


(17)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 101

5.1. Pelaksanaan Reconnaissance ... 101

5.2. Pelaksanaan Action Research ... 103

5.3. Out Put Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja ... 109

5.4. Dampak Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja ... 113

5.5. Pelajaran yang Didapat dari Penelitian ... 117

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 119

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1 Kesimpulan ... 121

6.2 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kegiatan Reconnaissance ... 55

Tabel 4.2 Karateristik Demografi Partisipan ... 70

Tabel 4.6.1 Hasil uji pre test dan post test pengetahuan perawat ... 97

Tabel 4.6.2 Hasil uji pre test dan post test kepuasan perawat... 98


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.4.1 Kerangka konsep Penelitian ... 43

Gambar 3.1 Proses Action Research ... 65

Gambar 4.1.1 Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 69

Gambar 4.3.1 Denah Lokasi penelitian ... 73


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 128

Lampiran 2 Biodata Expert ... 143

Lampiran 3 Izin Penelitian ... 145


(21)

Judul Tesis : Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Kardina Hayati

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Sistem penilaian kinerja perawat pelaksana adalah suatu sistem penilaian

kinerja yang dilakukan oleh manajemen bidang keperawatan untuk menilai

kinerja perawat pelaksana di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan sistem penilaian kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian yang dipakai adalah

action research. Instrumen yang digunakan ada enam yaitu panduan wawancara,

panduan focus group discussion (FGD), kuisioner pengetahuan perawat, kuisioner

kepuasan perawat, kuisioner kepuasan pasien, dan lembar observasi. Partisipan

dalam penelitian ini berjumlah delapan orang perawat. Data dianalisa secara

kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisa dengan konten analisis

sedangkan data kuantitatif dianalisa dengan uji statistik deskriptif. Penelitian ini

menghasilkan suatu perubahan pada sistem penilaian kinerja perawat pelaksana

yang terdiri dari tim penilaian kinerja, alur, instrument, SOP yang merujuk kepada

konsep penilaian kinerja, SKKNI dan PPNI sebagai dasar penyusunan instrumen


(22)

kinerja, selain itu penelitian ini menghasilkan dampak adanya perbedaan rata-rata

pada pengetahuan perawat, kepuasan perawat dan meningkatnya kepuasan pasien.

Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak manajemen rumah sakit agar

membuat kebijakan dan melakukan penilaian kinerja perawat secara berkala dan

sistematis untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.


(23)

Thesis Title : Developing of Nurse Performance Appraisal

System at District General Hospital Dr. Pirngadi

Medan

Name : Kardina Hayati

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Nurses performance appraisal system is an appraisal system that is

conducted by hospital nursing management in appraising the nurses performance

in the hospitals. The objective of the research was develop a system of

performance appraisal of nurses at the District General Hospital of Dr. Pirngadi

Medan. The type of research used is action research. The data were gathered from

six instruments, they were interviewed guide, the instruction of focus group

discussion (FGD), questionnaire of nurse knowledge on performance appraisal,

questionnaire of satisfaction on performance appraisal, questionnaire of patient

satisfaction on performance appraisal, and the observation sheet. Participants in

this study were 8 persons. Data was analyzed qualitatively and quantitatively.

Qualitative data were analyzed with content analysis and Quantitative data were

analyzed with statistic descriptive test. This study resulted the change of nurse


(24)

SOP that refered to performance appraisal concept, the standard of Indonesian

National Work Competence (SKKNI) and the Association of Indonesian National

Nurses (PPNI) as basic to conceived performance appraisal instrument and

application of caring in performance appraisal process and had the effect on

disparity of mean in the knowledge of nurses and nurse satisfaction on nurse

performance appraisal and the increasing of patients’ satisfaction. The study

recommends to the hospital managerial to make a policy and do nurse

performance appraisal regularly and systematically to improve and enhance the

quality of nursing care.

Keywords: action research, nurses performance, nurse performance appraisal


(25)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang

memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan

derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini didapat karena rumah

sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi, karya, modal, masalah dan

profesi (Aditama, 2007).

Perawat merupakan salah satu profesi yang berperan penting dalam

penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit

(Aditama, 2003). Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang

tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan

sebagai salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit di

mata masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994). Oleh karena

itu untuk mencapai pelayanan yang berkualitas, kinerja perawat sangat

berkontribusi dalam mendukung terselenggaranya pelayanan kesehatan di rumah

sakit (Marquis & Huston, 2010).

Pelayanan kesehatan di rumah sakit berupaya untuk memberikan

pelayanan yang berkualitas dengan menerapkan kebijakan, prosedur dan protokol

yang sesuai dengan ilmu pengetahuan serta mengikuti standar akreditasi nasional.

Tanggung jawab seorang perawat adalah mengikuti kebijakan dan prosedur, serta

mengikuti standar praktek dan kompetensi yang terbaru. Standar praktek


(26)

tingkat kompetensi dari pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2009). Di

Indonesia, standar kompetensi perawat diatur dalam Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI) sektor jasa kesehatan bidang ahli keperawatan

(Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2007)

Standar kinerja bentuknya tertulis tentang suatu pekerjaan. Perawat yang

diukur pekerjaannya dapat dilihat dari daftar isian pekerjaan yang diisi manajer.

Kinerja perawat dapat dinilai melalui suatu sistem yang dinamakan dengan

penilaian kinerja perawat. Penilaian kinerja perawat merupakan kegiatan

mengontrol sumber daya manusia dan produktifitasnya (Swansburg, 2000), suatu

ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat (Gillies, 2000), alat

yang mengobservasi kinerja dan kepuasan kerja yang dapat diukur dengan

menggunakan tehnik komunikasi yang efektif (Vasset, Marnburg, & Furunes,

2011) yang tujuannya adalah untuk mencapai tujuan dan misi dari suatu

organisasi.

Penilaian kinerja memainkan peranan penting dalam memotivasi perawat

untuk mencapai kinerja yang tinggi, promosi pegawai, peningkatan pembayaran

gaji, pelatihan bagi pengembangan keterampilan, rencana tindakan untuk

mencapai tujuan (Alvear , 2006), struktur sistem formal dalam mengevaluasi dan

memprediksi kinerja seseorang dari waktu lalu sekarang dan akan datang,

membuat perawat memiliki moral yang baik (Kalisch, 2009 dalam Morodiya,

Kothari, & Banshiwal, 2012), memfasilitasi pengakuan atas kekuatan, area


(27)

Penilaian kinerja merupakan hal penting dalam mengelola manajemen

sumber daya manusia, namun pada kenyataannya dapat menimbulkan berbagai

masalah ketika diterapkan, masalah yang muncul bisa dari segi penilai, orang

yang dinilai, proses penilaian, alat penilaian, dan hasil penilaian (Clarck, Harcourt

dan Flynn 2013; Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, Majd, 2013). Dari segi penilai

yaitu tidak ada seorang manajer yang dapat begitu objektif dalam menilai kinerja

orang lain, karena pekerjaan adalah bagian penting identitas seseorang, seseorang

menjadi sensitif terhadap opini tentang cara mereka bekerja (Marquis & Huston,

2010). Faraday (2001 dalam Marquis & Huston 2010) menyatakan penilaian

kinerja tahunan tidak dilakukan oleh sumber daya profesional.

Studi literatur menunjukan bahwa penilai sering tidak sadar akan tujuan

dan objektivitas dari pekerjaan seseorang, penilai lebih menilai kepada pekerjaan

seseorang daripada kinerjanya, tidak mampu berprilaku cerdas dan kompeten

dalam menilai (Latham & Wexley, 1982), menentang kegiatan penilaian karena

dianggap sebagai kegiatan yang tidak dibutuhkan, rasa takut atas respon negatif

dari perawat dan ketidakcukupan data untuk melakukan penilaian (Carson, 2000),

menggunakan proses penilaian kinerja yang sama dari tahun ketahun untuk semua

perawat, kurangnya informasi dan ketidakakuratan tentang prilaku kerja perawat

(Denisi, 1996; Erdogan, 2002 dalam Vasset, 2010).

Masalah yang muncul dari segi orang yang dinilai yaitu kebanyakan

perawat memiliki sikap negatif terhadap penilaian kinerja, tidak serius menjalani

proses penilaian, mengganggap proses yang dijalani hanya sebagai ruitinitas


(28)

penilaian, (Northcott, 1997 dalam Marquis & Huston, 2010). Keengganan untuk

melengkapi format yang diisi secara tepat waktu dan sedikit yang berkenan untuk

melakukan sesuatu yang baru (Julie, 1994).

Beberapa masalah yang muncul dari segi proses penilaian kinerja yaitu

kurang terbinanya komunikasi yang baik antara penilai dan personel yang dinilai,

kurangnya supervisi yang dilakukan manajer perawat, penilaian yang dilakukan

tidak adil, penilaian bersifat subjektif, kurang berperannya sistem hukum dan

aturan dalam organisasi, kesenjangan antara teori dan praktek yang ada, tidak

adanya penilaian yang berkelanjutan (Vasset, Marnburg dan Furuness, 2010;

Clark, Harcourt dan Flynn, 2013; Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, dan Majd, 2013)

dan kurangnya unsur caring selama proses penilaian kinerja (Carson, 2004).

Masalah yang juga timbul dari segi instrumen penilaian kinerja. Masalah

yang ditemukan pada instrumen penilaian kinerja yaitu instrumen tidak mewakili

kompetensi (Kalb et al. 2006), indikator penilaian kurang jelas (Goncalves, Lima,

Crisitiano, Hasimoto , 2007), instrumen yang digunakan selalu sama dari tahun

ketahun (Redshaw, 2008), kelayakan untuk digunakan masih kurang (Murie,

Wilson, Cerinus, 2009) dan ketidaksesuaian antara standar kinerja dengan tugas

perawat (Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, dan Majd, 2013). Pemakaian instrumen

cukup rumit, prosesnya lama, tidak ada pratek pengisian, jumlahnya pemberian

ceklis sedikit (Julie, 1994).

Masalah yang berhubungan dengan hasil dari penilaian kinerja menurut

hasil penelitian Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, Alavimajd (2013) adalah


(29)

Julie (1994) menyatakan ketidaktepatan dalam memberikan umpan balik dan

tidak ada tujuan yang jelas atas pencapaian kinerja pegawai yang

didokumentasikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Schoessler et al. (2008) menemukan

bahwa pelayanan kesehatan membutuhkan tindakan yang lebih berfokus kepada

perawat dalam memberikan pelayanan yang akuntabilitas kepada pasien dan hal

ini dapat diselesaikan dengan mendiskusikan ulang alat penilaian kinerja perawat,

(Kalisch, 2009 dalam Morodiya, Kothari, & Banshiwal, 2012) pengembangan dan

penggunaan alat penilaian kinerja direkomendasikan untuk menjamin keamanan

dan kualitas pelayanan pasien. Pengembangan alat penilaian kinerja yang tepat

diperlukan standar kompetensi yang jelas (Naugright, 1987 dalam Carson, 2000),

deskripsi kerja yang akurat, mengurangai bias, meningkatkan objektivitas (Gillies,

1996).

Sistem penilaian kinerja sangat berguna bagi perawat. Walaupun

penilaian kinerja memiliki banyak kekurangan tetapi penilaian kinerja merupakan

suatu struktur sistem yang formal dalam mengevaluasi dan memprediksi kinerja

perawat di waktu lalu dan sekarang. Sistem penilaian kinerja yang adil membuat

perawat memiliki moral baik karena didukung metode dan karateristik yang adil

dan produktif untuk semua sasaran yang ingin dicapai (Morodya, Kothari, &

Banshiwal, 2012). Menurut Maktsuoka (dalam Morodya, Kothari, Banshiwal,

2012) mengatakan bahwa kebanyakan manajer perawat mengakui bahwa mereka


(30)

kinerja tersebut dikenalkan kepada perawat agar kemampuan dan bakat yang

dimiliki perawat dapat lebih digunakan.

Carson (2000) mengatakan bahwa pasien, anggota keluarga dan perawat

menyatakan caring merupakan pusat untuk profesi dan praktek keperawatan.

Keperawatan sebagai ilmu caring harus mepertimbangakan secara serius

bukti-bukti empiris yang berhubungan dengan pengembangan hubungan saling percaya

dan saling membantu (helping-trust realtionship). Helping-trust realtionship

dekat hubungannya kepada pernyataan penerimaan atas perasaan positif dan

negatif seseorang (Watson, 1979). Jika caring begitu sangat penting, maka caring

seharusnya diukur pada penilaian kinerja perawat. Hasil penelitian Carson tentang

penilaian kinerja perawat yang menggambarkan hubungan antara ukuran rumah

sakit dengan caring didapatkan hasil bahwa hubungan helping-trust yaitu

setidaknya 3/4 dari penilaian kinerja di fasilitas kecil, 2/3 di fasilitas medium dan

1/2 di fasilitas besar. Alat penilaian caring yang bertujuan untuk mengukur

aktivitas caring perawat dikembangkan oleh Duffy (1993), alat ini dirancang

untuk merefleksikan persepsi staf perawat atas manejer mereka yang digunakan

untuk meneliti dalam bidang administrasi keperawatan (Watson,2002).

Rumah sakit Dr. Pringadi adalah salah satu rumah sakit umum negeri

yang terletak di Kota Medan. Dari hasil studi awal yang dilakukan pada tanggal

2-22 Februari 2014 melalui tehnik wawancara kepada kepala bidang keperawatan,

kepala seksi keperawatan, supervisor dan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Pirngadi Medan, diperoleh hasil yaitu belum adanya sistem penilaian


(31)

DP3 dari pemerintah. Penilaian kinerja perawat pelaksana dilakukan setahun

sekali oleh kepala ruangan, penilaian kinerja lebih ke arah subjektif dari pada

objektif. Hal ini terjadi karena berbagai alasan dan pertimbangan, salah satunya

adalah beban kerja perawat yang tinggi yaitu dengan indikator pelayanan pasien

rawat inap tahun 2013 tingkat BOR 70,65% dan LOS 6,22 hari sedangkan jumlah

pasien yang masuk rata-rata 55 orang perhari. Hasil penyebaran kuisioner pada

studi awal menunjukan bahwa terdapat 14,29% perawat memiliki pengetahuan

yang cukup tentang penilaian kinerja, 16,1 % perawat menyatakan tidak puas

dengan penilaian kinerja yang berlaku selama ini dan 16 % pasien merasa tidak

puas dengan kinerja perawat.

Hasil wawancara pada studi awal juga menunjukan bahwa pelatihan

khusus bagi kepala ruangan untuk menilai kinerja perawatnya tidak pernahnya

diadakan. Ketidaktegasan dalam pemberian reward, promosi dan pelatihan dan

pengembangan kepada perawat membuat kegiatan penilaian kinerja hanya sebagai

rutinitas tahunan yang sedikit memberikan makna bagi perawat. Dari kondisi ini

disadari bahwa perawat membutuhkan suatu bentuk sistem penilaian kinerja yang

mendukung pengembangan kinerja perawat demi tercapainya mutu pelayanan

keperawatan yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan rumah sakit.

Perubahan dan perbaikan dari sistem sangat diperlukan dalam mencapai

kualitas pelayanan keperawatan (Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, Majd, 2013).

Penelitian pengembangan sistem penilaian kinerja perawat pelaksana dilakukan

dengan pendekatan action research. Dengan action research memungkinkan


(32)

( Searl et al., 2009 ). Oleh karena itu, berdasarkan data diatas maka peneliti ingin

melakukan penelitian tentang Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Perawat di

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana pengembangan sistem

penilaian kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi

Kota Medan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem penilaian

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota

Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian pengembangan sistem penilaian kinerja perawat pelaksana ini

menghasilkan sebuah sistem penilaian kinerja khusus untuk perawat pelaksana di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini diharapkan akan

bermanfaat bagi praktik keperawatan, pendidikan keperawatan, penelitian

keperawatan.

1.4.1. Praktik Keperawatan (Nursing Practice)

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah sistem penilaian kinerja perawat

pelaksana yang diharapkan dapat berguna sebagai panduan bagi manajemen

keperawatan di RSUD Dr. Pirngadi Medan mengenai penilaian kinerja perawat.


(33)

keputusan untuk promosi jabatan, kenaikan tunjangan, kegiatan pelatihan,

pemecatan serta dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan

pelatihan perawat yang berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan yang lebih baik.

1.4.2. Pendidikan Keperawatan (Nursing Education)

Penelitian ini akan menghasilkan sistem penilaian kinerja perawat

pelaksana yang dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan panduan yang

dapat digunakan oleh akademisi keperawatan khususnya bidang manajemen dan

administrasi keperawatan.

1.4.3. Penelitian Keperawatan (Nursing Research)

Penelitian ini menghasilkan sistem penilaian kinerja perawat pelaksana

yang dapat dijadikan sumber informasi dan dapat digunakan sebagai

pertimbangan terhadap penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep

penilaian kinerja perawat, teori Watson, action research dan kerangka teori.

Adapun penjelasannya masing-masing diuraikan sebagai berikut :

2.1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja perawat merupakan salah satu upaya manajemen rumah

sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan (Ginting & Setiawan, 2012) dan merupakan suatu ukuran

pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat untuk mencapai tujuan

organisasi (Gilles, 1996). Berikut ini akan dijelaskan konsep yang terkait dengan

penilaian kinerja.

2.1.1. Defenisi Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu proses yang diawali dengan penetapan

standar kinerja yang membutuhkan umpan balik dari pegawai (Nasution, 2010),

mengontrol sumber daya manusia dan produktifitasnya (Swansburg, 2000), suatu

ukuran pengawasan (Gillies, 1996), alat yang menyelidiki kinerja dan kepuasan

kerja yang dapat diukur dengan menggunakan tehnik komunikasi yang efektif

(Vasset, Marnburg, & Furunes, 2011) yang bertujuan untuk mengetahui apakah

pegawai mampu atau tidak mencapai kinerja yang telah ditetapkan sesuai dengan


(35)

2.1.2. Pengembangan dan Penggunaan Standar untuk Penilaian Kinerja

Analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan

merupakan sumber penting bagi standar-standar untuk evaluasi kinerja.

a. Standar Kinerja

Menurut Swansburg (2000), standar kinerja diturunkan dari analisa

kinerja, deskripsi kinerja, dan evaluasi kinerja serta dokumen-dokumen lainnya

yang menjelaskan mengenai aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif dari kinerja.

Standar-standar tersebut dikukuhkan secara autoritas, yang pada dasarnya menjadi

substansi dimana standar tersebut digunakan. Standar-standar ini harus

berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang terkait serta cukup bernuansa praktis

untuk diterapkan. Seperti Standards for Organized Nursing Service and

Responsibilities of Nurses Administration Across All Settings dari ANA

(American Nusre’ Association) dan Standard of Clinical Nursing Practice dari

ANA merupakan pedoman yang dapat dikembangkan untuk dijadikan standar

kinerja. Standar kinerja bentuknya tertulis tentang suatu pekerjaan. Pegawai yang

diukur kinerjanya dapat dilihat dari daftar isian pekerjaan yang diisi oleh manajer.

Di dalam keperawatan, standar dikembangkan dilingkungan area kinerja.

Contohnya, untuk mendapatkan komponen praktek keperawatan profesional yang

bertujuan untuk mengevaluasi dan menilai kinerja pegawai. Alat penilaian kinerja

yang dibuat mengikuti lima area praktek keperawatan seperti : 1) Proses

keperawatan, 2) Praktek kolaborasi, 3) Kepermimpinan, 4) Manajemen, 5)


(36)

ketetapan atas standarisasi penetapan objektivitas untuk penilaian (Behrend et al,

1986 dalam Huber, 1996).

Di Indonesia standar praktik keperawatan mengacu pada Standar Praktik

Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005. Adapun

standar praktik keperawatan profesional menurut Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) 2005 adalah :

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan 2. Standar II: Diagnosis Keperawatan 3. Standar III: Perencanaan Keperawatan 4. Standar IV: Implentasi Keperawatan 5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Standar kompetensi perawat di Indonesia mengacu pada keputusan

mentri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonersia tentang penetapan

Standar Komptensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) serta jasa kesehatan

bidang ahli keperawatan. Standar kompetensi merupakan rumusan tentang

kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau

pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan didukung

sikap, serta penerapannya sesuai dengan kerja yang dipersyaratkan.

Pengembangan standar kompetensi keperawatan mengacu pada Regional Model

of Competency Standards (RMCS) dan merujuk pada Kepmenakertrans No.

KEP-277/MEN/2003 dan No. KEP-69/MEN/V/2004 tentang Tata Cara Penetapan

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Melalui kerja sama dan

mengikutsertakan seluruh unsur yang meliputi spektrum profesi keperawatan yang


(37)

keperawatan (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonersia,

2007).

Format Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang

mengacu pada (RMCS) pada setiap unit memuat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Kode Unit

Kode unit diisi dan ditetapkan dengan mengacu pada format kodifikasi

SKKNI.

2. Judul Unit

Mendefenisikan tugas/pekerjaan suatu unit kompetensi yang

menggambarkan sebagian atau keseluruhan standar kompetensi.

3. Deskripsi unit

Menjelaskan judul unit yang mendeskripsikan pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan dalam mencapai standar kompetensi.

4. Elemen Kompetensi

Mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai

kompetensi berupa pernyataan yang menunjukkan komponen-komponen

pendukung unit kompetensi sasaran apa yang harus dicapai.

5. Kriteria Unjuk Kerja

Menggambarkan kegiatan yang harus dikerjakan untuk memperagakan

kompetensi disetiap elemen, apa yang harus dikerjakan pada waktu menilai dan


(38)

6. Batasan Variabel

Ruang lingkup, situasi dan kondisi dimana kriteria untuk kerja

diterapkan. Mendefenisikan situasi dari unit dan memberikan informasi lebih jauh

tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan

mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan, termasuk peraturan dan produk atau

jasa yang dihasilkan.

7. Panduan Penilaian

Membantu menginterprestasikan dan menilai unit dengan

mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan, untuk memperagakan

kompetensi sesuai tingkat keterampilan yang digambarkan dalam kriteria untuk

kerja, yang meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk

seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu, ruang lingkup pengujian

menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya

dilakukan, aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian

dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

8. Kompetensi Kunci

Keterampilan umum yang diperlukan agar kriteria unjuk kerja tercapai

pada tingkat kerja yang dipersyaratkan untuk peran/ fungsi pada suatu pekerjaan.

Kompetensi kunci meliputi; mengumpulkan, mengorganisasi dan menganalisa

informasi. Mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Merencanakan dan

mengorganisir aktivitas-aktivitas. Bekerja dengan orang lain dan kelompok.

Menggunakan ide-ide dan tehnik matematika. Memecahkan masalah dan


(39)

SKKNI sektor jasa kesehatan sub sektor bidang keperawatan

dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu Kelompok Unit Kompetensi Perawat

Generik (PG) dan Perawat Vokasi (VK). Setiap masing-masing kelompok

memiliki daftar unit kompetensi kelompok.

b. Analisis Pekerjaan

Analisis pekerjaan dapat mengidentifikasi, mencirikan, mengatur,

memperagakan tugas-tugas, pekerjaan dan tanggung jawab secara aktual yang

ditampilkan oleh para pelaku dalam tugas yang diberikan. Selain itu analisis

pekerjaan dapat menunjukan ketumpang tindihan pekerjaan sehingga pekerjaan

dapat dimodifikasi.

Edwards dan Sproull ( 1998 dalam Swansburg, 2000) menyatakan

bahwa manajemen dan pegawai dapat mengembangkan dimensi-dimensi kinerja

objektif yang menjadi suatu hal yang dibutuhkan untuk terlaksananya penilaian

kinerja yang efektif. Dimensi-dimensi ini dikembangkan dari analisis pekerjaan.

Kriteria kinerja yang diperlukan harus: 1) Dapat diukur melalui pengamatan

prilaku pekerjaan, 2) Terdefenisi secara jelas, dan 3) Berhubungan dengan

pekerjaan.

c. Deskripsi Pekerjaan

Deskripsi pekerjaan sebagai sebuah kontrak. Sebuah deskripsi pekerjaan

merupakan suatu kontrak yang mencakup fungsi-fungsi pekerjaan serta

menyatakan pada seseorang yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut.

Deskripsi pekerjaan merupakan laporan tertulis yang mengandung gambaran


(40)

Deskripsi pekerjaan digunakan dengan banyak tujuan yaitu: 1) Untuk

membuat landasan-landasan rasional bagi struktur gaji. 2) Untuk mengklarifikasi

hubungan antara pekerjaan sehingga dapat menghindari tumpang tindih dan

kesenjangan dalam hal tanggung jawab. 3) Membantu karyawan menganalisa

tugas-tugasnya sehingga mereka memiliki pengertian yang lebih mendalam

mengenai pekerjaan mereka. 4) Membantu mendefenisikan struktur organisasi

dan mendukung atau menunjukan bukti untuk revisi. 5) Menugaskan kembali dan

memastikan fungsi dan tanggung jawab dalam keseluruhan lembaga. 6)

Mengevaluasi kinerja pekerjaan. 7) Mengorientasikan karyawan baru pada

pekerjaan. 8) Membantu dalam menyewa dan menempatkan karyawan. 9)

Membuat jalur promosi dalam departemen. 10) Mengidentifikasi kebutuhan

perlatihan. 11) Meninjau secara jelas tentang adanya praktik keperawatan dalam

lembaga. 12) Mempertahankan kesinambungan semua pelaksanaan dalam

pergantian lingkungan kerja. 13) Memperbaiki alur kerja. 14) Memberikan data

sebagai saluran yang tepat dari komunikasi. 15) Mengembangkan spesifik

perkerjaan. 16) Bertindak sebagai dasar untuk perencanaan tingkat pengaturan

staf.

d. Evaluasi Pekerjaan

Evaluasi pekerjaan merupakan suatu proses yang mengukur jumlah pasti

dari elemen-elemen dasar yang ditemukan dalam pekerjaan.


(41)

2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang mampu

memfasilitasi tingkatan-tingkatan kinerja dalam rangka mencapai tujuan objektif

dan misi dari perusahaan. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk memastikan

keputusan penarikan tenaga kerja. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk

melengkapi rencana tindakan dalam waktu yang telah ditetapkan. Fokus terhadap

suatu rencana tindakan merupakan suatu yang penting dimana perawat dapat

mengenal kelemahan dan kekuatannya untuk kesiapan karir mereka dimasa depan

(Swansburg, 2000).

2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki hasil yang positif. Dimana hal ini dapat

dijadikan dasar dalam membentuk tujuan organisasi. Penilaian kinerja bisa dan

seharusnya: 1) Memperbaiki kinerja. 2) Memperbaiki komunikasi. 3) Memperkuat

prilaku positif. 4) Menjadi suatu metode untuk mengkoreksi komunikasi negatif

atas pegawai atau prilaku yang kurang optimal. 5) menyediakan dasar imbalan

yang juga sebagai dasar motivasi. 6) Sebagai dasar pemberhentian kerja jika

dibutuhkan. 7) Mengenal kebutuhan belajar dan pengembangan personal (Huber,

1996).

Dalam proses penilaian kinerja cara penyelesaian masalah yang pertama

sekali dibangun yaitu dengan berfokus pada aspek positif yang telah terjadi dalam

waktu penilaian kerja yang dilakukan. Elemen positif dapat ditemukan di sebagian

besar prilaku dan kinerja pegawai. Setiap individu sebaiknya terdorong untuk


(42)

Menurut Sashkin (1982 dalam Huber, 1996) ada 10 penelitian yang

berhubungan dengan prinsip dasar bagi penilaian kinerja yaitu: 1) Manajer

membutuhkan imbalan untuk mengembangkan pegawai. 2) Manajer

membutuhkan keterampilan dan latihan untuk menggunakan alat penilaian kinerja

yang efektif. 3) Deskripsi kerja perlu dikaitan dengan mekanisme penilaian. 4)

Pemilik yang terlibat dalam proses penilaian diharapkan tetap bekerja dengan

baik dan lebih memuaskan. 5) Hubungan yang saling menguntungkan sangat

dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja pegawai. 6) Fokus penyelesaian masalah

untuk menetralkan pertahanan pencegahan prilaku. 7) Konsultasi tersendiri atau

pengembangan penilaian dari penilaian administrasi mengizinkan diskusi yang

lebih dan penyelesaian masalah. Marquis dan Huston (2010) menyatakan

kosultasi harus sering dilakukan. Manajer harus konsultasi ketika ada keraguan

tentang bias personal dan pada situasi lainnya. Manajer yang berpengalaman perlu

kosultasi dengan orang lain ketika pegawainya mengalami kesulitan besar dalam

memenuhi pekerjaan mereka. 8) Kertas kerja atau dukungan administrasi sebagai

bukti dalam proses penilaian kinerja perlu disesuaikan dengan tujuan organisasi.

9) Proses penilaian kinerja harus sesuai dengan harapan yang spesifik dari kerja.

10) Sistem penilaian kinerja perlu membangkitkan nilai kegunaan dan sebagai

jalan informasi bagi keputusan administrasi.

2.1.5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja

Menurut Marquis dan Huston (2010), hal penting yang perlu

dipertimbangkan jika ingin mendapatkan hasil akhir penilaian yang positif adalah


(43)

penilaian tersebut berdasarkan pada deskripsi pekerjaan mereka, bukan pada

persetujuan manajer atas pekerjaan mereka, pegawai akan cendrung melihat

penilaian sebagai hal yang relevan.

Penelitian Morodiya, Kothari dan Banshiwal (2012) yang menunjukan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja dan membuat

penilaian kinerja lebih efektif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan

produktivitas adalah : 1) Perawat harus percaya bahwa penilaian didasari pada

standar sama pada semua pegawai. Standar ini harus dikomunikasikan dengan

jelas pada pegawai ketika mereka dipekerjakan. 2) Perawat harus dapat

memberikan beberapa masukan dalam mengembangkan standar atau tujuan

penialaian kinerja mereka. 3) Perawat harus mengetahui apa yang terjadi jika

standar kinerja yang diharapkan tidak terpenuhi. Perawat harus mengetahui

standar yang ditetapkan demi tercapainya kemajuan. 4) Perawat harus mengetahui

bagaimana informasi yang didapat untuk menentukan kinerja. Perawat harus

diberitahukan sumber mana yang akan digunakan dan bagaimana informasi

seperti itu akan dinilai. Sumber meliputi rekan, teman, rencana asuhan

keperawatan, pasien dan observasi individu. 5) Penilai haruslah atasan perawat

langsung. Sebagaian besar instansi melibatkan kepala perawat dan supervisior.

Namun, perawat juga harus yakin bahwa orang yang melakukan sebagian besar

tinjauan telah benar-benar mengamati pekerjaan mereka. 6) Penilaian kinerja akan

lebih cendrung memberikan hasil yang positif jika penilai dipandang sebagai

orang yang dapat dipercaya dan hormati secara profesional dan bertanggung


(44)

2.1.6. Proses Penilaian Kinerja

Proses penilaian kinerja terdiri atas kegiatan informal dan formal. Proses

informal termasuk didalamnya supervisi hari ke hari atau pertemuan sekedarnya.

Penilaian merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan untuk orang-orang

yang berada dalam suatu organisasi, yang digambarkan sebagai sebuah tempat

antara persepsi dan monitoring (Haas, 1992 dalam Huber, 1996). Penilaian

merupakan suatu alat manajemen yang harus tetap berjalan, kolaborasi dengan

bertatap muka langsung dan berpengaruh kepada perbaikan keterampilan dan

kinerja. Sedangkan penilaian kinerja formal seharusnya memiliki bukti tulisan

dokumentasi dan dokumentasi wawancara formal penilaian kinerja sebaiknya

terus dipantau.

Menurut Marquis dan Huston (2010) opini dan keputusan manejer

digunakan untuk pengambilan keputusan yang sangat penting dan berdampak luas

pada kehidupan kerja pegawai, keputusan itu harus ditentukan dengan cara yang

objektif, sistematis dan formal. Penggunan sistem formal peninjauan kinerja juga

dapat mengurangi subjektivitas penilaian.

Memunculkan rasa inisitaif terhadap metode manajemen yang

demokratis dapat dan seharusnya diadopsi untuk memecahkan masalah dalam

penilaian kinerja, selain itu kekakuan pada struktur pelaksanaan penilaian kinerja

dapat lebih difleksibelkan dengan cara merangsang orang lain untuk terlibat dalam

proses bekerja. Hal ini merupakan cara yang baik untuk meningkatkan kinerja

perawat (Goncalves, Lima, Crisitano, dan Hashimoto, 2007). Kegiatan lain yang


(45)

kinerja. Diskusi yang bersifat membangun ini merupakan hal yang dianjurkan

untuk semua pelayanan kesehatan karena melalui diskusi maka akan tercipta

komunikasi yang baik dan kemampuan untuk dapat saling mendengar (Vasset,

Marnburg dan Furuness, 2010).

Pendidikan dan pengalaman merupakan hal yang sangat penting bagi

kemajuan individu perawat, karena perawat yang memiliki pengetahuan dan

pengalaman terhadap penilaian kinerja akan memiliki motivasi kerja yang tinggi

(Vanetzian dan Higgins, 1990). Motivasi kerja perawat juga berasal dari adanya

umpan balik yang tepat, tujuan yang jelas, dan pelatihan yang sesuai bagi perawat

(Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011).

2.1.7. Sumber Penilaian Kinerja

Semua proses penilaian kinerja terbangun dari adanya asumsi bahwa

semua pegawai memerlukan umpan balik terhadap kinerja yang mereka lakukan.

Umpan balik dapat membantu pegawai mengetahui apa yang harus mereka

lakukan dan bagaimana mereka dapat mencapai tujuan mereka. Secara

keseluruhan umpan balik penilaian dapat membantu memperbaiki kinerja dan

sikap pegawai. Adapun sumber umpan balik dari penilaian kinerja dikenal dengan

umpan balik 360 derajat, yaitu proses mengumpulkan data berdasarkan skill,

sikap, prilaku dari berbagai sumber yaitu manajer, teman sejawat, bawahan,

pelanggan, dan diri sendiri. Penilaian ini dilakukan untuk menguji di daerah mana

masalah yang muncul dari penilaian setiap orang, lalu hasilnya dibandingkan dari

waktu ke waktu untuk melihat perbaikan yang telah dilakukan (Marquis &


(46)

Sumber penilaian kinerja berdasarkan penilaian diri sendiri yaitu

penilaian yang dilakukan dari pegawai sendiri dengan harapan pegawai tersebut

dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya dirinya sendiri, sehingga dapat

merancang perbaikan terhadap aspek-aspek kinerja yang perlu diperbaiki (Rivai &

Basri, 2005). Penilaian rekan sejawat merupakan penilaian kinerja yang dilakukan

oleh rekan sejawat. Penilaian manajer belum sempurna, kecuali ada beberapa data

tinjauan rekan sejawat yang dikumpulkan, jika diimplementasikan secara tepat,

dapat memberikan umpan balik yang berharga bagi perawat (Marquis & Huston,

2003).

2.1.8. Alat Ukur Penilaian Kinerja

Ada berbagai macam alat ukur yang digunakan sebagai pedoman untuk

menilai kinerja perawat. Menurut Henderson (1984 dalam Gilles, 1996) pada

umumnya alat ukur yang digunakan untuk menilai kinerja perawat ada lima

macam, yaitu : 1) Laporan bebas. 2) Pengurutan yang sederhana. 3) Checklist.

4) Pelaksanaan kinerja. 5) Penilaian grafik dan perbandingan yang dibuat-buat.

Keefektifan suatu sistem penilaian kinerja tergantung pada baik tidaknya

alat tersebut digunakan untuk membuat pengkajian terhadap kinerja (Marquis &

Huston, 2013). Agar efektif, sebaiknya alat tersebut dirancang untuk mengurangi

bias, meningkatkan objektivitas serta menjamin keabsahan dan ketahanan

(Nursalam, 2012). Selain itu Deaker dan Strader (1998 dalam Marquis & Huston,

2013) menambahkan bahwa alat pengkajian kompetensi yang efektif harus

memungkinkan manejer untuk fokus terhadap tindakan prioritas yang hal ini


(47)

kompetensi yang fokusnya mengacu kepada konsumen dan kesadaran terhadap

biaya sehingga lebih mudah untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan

balik.

Marquis dan Huston (2003) menyebutkan beberapa alat penilaian yang

biasa digunakan dalam organsasi layanan kesehatan yaitu: 1) Ciri skala peringkat,

merupakan metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar yang

telah disusun, yang mungkin terdiri atas diskripsi pekerjaan, prilaku yang

diinginkan, atau sifat personal. Skala peringkat mungkin merupakan metode

penilaian yang paling banyak digunakan pada berbagai metode penilaian yang

tersedia. 2) Skala dimensi pekerjaan, tehnik ini mengharuskan skala peringkat

disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan. Faktor peringkat diambil dari konteks

deskripsi pekerjaan tertulis. Meskipun memiliki beberapa kelemahan yang sama

seperti skala sifat, skala dimensi kerja berfokus pada syarat kerja daripada istilah

ambigu seperti “kuantitas kerja”. 3) Skala peringkat berdasarkan prilaku

Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS) yaitu suatu tehnik yang

mensyaratkan bentuk tehnik terpisah dibentuk untuk setiap klasifikasi kerja. 4)

Daftar tilik.

Instrumen penilaian kinerja seharusnya objektif agar penilaian kinerja

perawat dapat diukur dengan akurat dan berdasarkan tugas kerja yang ada

(Heroabadi & Marbhagi, 2006 dalam Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, dan Majd,

2013). Instrument penilaian kinerja juga harus efisien dan menyediakan umpan


(48)

2.1.9. Dokumentasi Penilaian Kinerja

Penyimpanan catatan yang akurat juga merupakan bagian yang sangat

penting untuk memastikan keakuratan dan keadilan suatu penilaian kinerja.

Informasi mengenai kinerja bawahan (baik negatif maupun positif) harus ditulis

dan tidak hanya disimpan dalam ingatan saja. Manajer harus memiliki kebiasaan

menyimpan catatan tentang observasi, komentar orang lain, dan peninjauan ulang

grafik serta rencana asuhan keperawatan secara periodik (MacMurray, 1993

dalam Marquis & Huston, 2010).

Catatan dan informasi tentang kinerja perawat merupakan data yang

dimiliki oleh seorang manajer keperawatan. Data-data ini harus dikumpulkan

dengan tepat, sistematis dan teratur. Tidak hanya harus menggunakan berbagai

sumber dalam mengumpulkan data tentang kinerja perawat, tetapi data yang

diperlukan juga perlu mencerminkan keseluruhan periode waktu penilaian.

Wawancara merupakan salah satu dari rangkaian penilaian kinerja yang

mana data yang didapatkan setelah wawancara perlu untuk didokumentasikan.

Setelah wawancara manajer dan pegawai perlu menandatangani formulir penilaian

untuk mendokumentasikan bahwa pertemuan telah diadakan dan pegawai telah

mendapatkan informasi tentang penilaian terhadapnya. Dokumentasi harus

mencakup tanggal target pencapaian, dukungan yang dibutuhkan, dan kapan

tujuan ditinjau. Dokumentasi ini sering menjadi bagian formulir penilaian


(49)

2.1.10. Masalah pada sistem penilaian kinerja

Sistem penilaian kinerja terbagi atas input (pelaku penilaian, alat

penilaian), proses penilaian, dan output (dokumentasi hasil penilaian). Pada

penerapannya, ada berbagai masalah yang muncul baik dari segi input, proses dan

output. Menurut Nikpeyma, N., et al, 2013 menyatakan bahwa masalah pada

sistem penilaian kinerja perawat adalah masalah pada konteks penilaian kinerja,

masalah pada struktur penilaian kinerja, masalah pada proses penilaian kinerja dan

masalah pada hasil penilaian kinerja.

Masalah pada sistem penilaian kinerja perawat yaitu :

1. Masalah pada konteks penilaian kinerja

Masalah pada konteks penilaian kinerja terjadi dikarenakan adanya

ketidaksesuaian antara standar kinerja perawat dengan tugas perawat,

kurangnya motivasi diantara perawat dan kontek organisasi yang kurang.

2. Masalah pada struktur penilaian kinerja

Masalah yang terjadi pada struktur penilaian kinerja dikarenakan oleh penilaian

yang subjektif, kurang tegasnya organisasi dalam penekanan atas hukum dan

aturan yang berlaku dan adanya kesenjangan antara teori dan praktek yang

dilakukan.

3. Masalah pada proses penilaian

Masalah yang muncul pada proses penilaian kinerja dikarenakan oleh

kurangnya supervisi yang dilakukan oleh manejer, ketidakadilan dalam menilai


(50)

4. Masalah pada hasil penilaian

Masalah yang muncul pada hasil dari penilaian kinerja adalah kurangnya

pemberian insentif atas kinerja dan ketidakakuratan dalam melakukan umpan

balik.

(Nikpeyma, N., et al, 2013)

2.1.11. Hambatan dalam Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan kegiatan yang syarat dengan sosial

emosional, yaitu evaluasi terhadap kontribusi seseorang terhadap perusahaan

karena sinyal-sinyal yang diterima seseorang mengenai hasil penilaian kinerja ini

dapat mempengaruhi harga diri (self-esteem) dan bentuk kinerja untuk masa yang

akan datang. Dari hasil evaluasi kinerja, setiap orang memiliki keinginan

memberikan dan memperoleh umpan balik. Dalam banyak hal hasil penilaian

kinerja ini sangat tidak memuaskan. Hasil penilaian kinerja yang tidak baik ini

disebabkan oleh banyak faktor dimana keseluruhan faktor tersebut dapat

dikatakan sebagai hambatan.

Hambatan dalam penilaian kinerja menurut Rivai dan Basri (2006) yaitu :

a. Hambatan Hukum

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal.

Adapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM, format

tersebut harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi keputusan

penempatan mungkin ditentang karena melanggar hukum ketenagakerjaan atau


(51)

b. Hambatan Norma Sosial

Hasil evaluasi kinerja yang diperoleh dengan cara-cara yang baik adalah

yang memenuhi syarat-syarat evaluasi, karena hal ini akan memberikan kekuatan

yang sah bagi unsur-unsur SDM yang terlibat didalamnya sehingga hasil tersebut

bisa menjadi ukuran untuk kelanjutan karir seseorang dalam hal memperoleh

penghargaan, promosi, memperoleh jabatan baru atau bahkan sampai pemecatan.

Namun untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik bukanlah hal yang mudah

karena adanya norma sosial yaitu berupa anggapan yang menyatakan bahwa

masih banyak orang yang lebih tua enggan dinilai oleh orang yang lebih muda,

orang yang mempunyai jabatan yang lebih tinggi tidak suka kalau bawahannya

memberikan evaluasi, dan lain-lain.

Hambatan norma sosial dapat diubah sesuai dengan kebutuhan, misalnya

melalui perubahan budaya. Dimana kita harus mampu meletakkan posisi SDM,

dalam evaluasi kinerja. Menyesuaikan diri pada keadaan yang menuntut dan

meminta adanya perubahan serta memposisikan perusahaan yang berorientasi

kemasa depan.

c. Hambatan Pribadi

Penilaian kinerja merupakan serangkaian kegiatan yang sarat melibatkan

masalah emosi. Akibatnya penilaian kinerja sering sekali banyak dilakukan

dengan cara menitikberatkan kepada perasaan individu atau evaluator. Secara

pribadi, antara penilai dan yang dinilai sering membuat kesepakatan jalan yang


(52)

d. Bias Penilaian

Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif merupakan

peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah: 1)

Hallo Effect (Kesan Pertama) yaitu bias yang terjadi karena penilai (evaluator)

memberikan penilaian berdasarkan pada kesan pertama ketika penilai mengenal

atau mengetahui objek Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan dievaluasi.

Patokan penilai lebih dikenakan pada kesan pertama yang bisa disebabkan karena

secara psikologis setiap orang dalam penampilan pertamanya akan berusaha

tampil mengungguli yang lain dalam segala hal. Oleh karena itu, bila penilaian

kinerja ini dilakukan hanya atas kesan pertama pasti hasilnya bias. Padahal

seharusnya evaluasi kinerja adalah hasil dari penilaian yang kumulatif

berdasarkan waktu dan jangan sekali-sekali hanya didasari pada penampilan yang

sesaat saja. 2) Error of Central Tendency (Kesalahan Akibat Kecendrungan

Menilai di Tengah) yaitu penilaian yang dilakukan dengan asumsi berdasarkan

pada rata-rata kinerja. Setiap pegawai dianggap memiliki nilai yang sama dalam

kinerjanya. Untuk menghindari bias ini, penilai sebetulnya dapat melakukan

proses penilaian dengan cara memperbanyak kriteria yang dimasukkan untuk

penilaian. Kriteria ini bisa saja dimunculkan pada job description dengan

penugasan pada job spesification yang jelas untuk individu yang berkesesuaian. 3)

Leniency dan Strictness Bias (Bias Terlalu Longgar dan Terlalu Ketat) yaitu bias

yang terjadi akibat dari adanya keinginan penilai untuk tidak mempersulit atau

memberikan kemudahan kepada individu yang akan dievaluasi. Bias ini dapat


(53)

dapat dengan mudah terpenuhi oleh semua individu untuk semua tingkatan

manajemen suatu perusahaan. 4) Friendly (Kedekatan Hubungan) yaitu bias yang

terjadi ketika pegawai dalam bekerja dihadapkan pada masalah sulit yang

memerlukan pemecahan secara keilmuan, pegawai tersebut ada kecendrungan

lebih mempercayai teman almamater yang sama untuk memecahkan masalah

tersebut meskipun saja ada pegawai lain dalam perusahaan ini lebih kompeten. 5)

Cross Cultural Bias (Bias Penyimpangan antara Budaya) yaitu bias yang terjadi

ketika atasan memberikan penilaian atas dasar ukuran budayanya, sementara

bawahan memberikan respon kinerjanya dengan budaya yang berbeda. Akibatnya

umpan balik yang diterima juga boleh jadi sebagai bentuk yang bertolak belakang

atau dianggap sebagai pembangkangan. 6) Personal Prejudice yaitu bias yang

terjadi ketika penilai selalu menggunakan prasangka pribadi yang buruk terhadap

orang lain dalam mengevaluasi kinerjanya. Disini penilai selalu ingin melihat

orang lain bisa menjadi sosok dirinya. Dia tidak bisa melihat dengan

sungguh-sungguh bahwa individu berbeda satu sama lain juga dengan dirinya. Untuk

menghindari bias ini hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara ketaatan

menilai kinerja berdasarkan pada job description dan job spesification yang

terlebih dahulu ditentukan. 7) Pengaruh-pengaruh organisasi yaitu penilai

cenderung memperhitungkan kegunaan akhir dari penilaian pada saat mereka

menilai bawahan mereka, sehingga mengabaikan keunggulan ataupun kelemahan

seseorang pada beberapa waktu yang lalu. Tentu disini yang dirugikan adalah

pegawai yang baik. 8) Standar-standar Penilaian yaitu masalah yang muncul


(54)

digunakan dalam mengevaluasi pegawai-pegawai. Di sini perlu adanya kesatuan

persepsi dan pandangan terhadap makna butir-butir penilaian yang terdapat dalam

formulir penilaian. Disini dituntut untuk membuat standar yang jelas sehingga

tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 9) Recency Effect yaitu bias yang terjadi

karena penilai berdasarkan pada kesan yang sesaat, yakni kesan yang sekarang.

Kesan sekarang akan digunakan sebagai standar penilaian yang sama untuk waktu

yang telah lalu maupun waktu yang akan datang.

2.1.12. Dampak Penilaian Kinerja

Sistem penilaian kinerja memiliki dampak bagi penilai, personel yang

dinilai dan organisasi. Hal ini terjadi karena tidak ada sistem penilaian kinerja

yang dapat dilakukan dengan sempurna. Dampak penilaian kinerja perawat terdiri

atas dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif dari penilaian kinerja yaitu meningkatnya motivasi kerja

perawat. Hal ini disebabkan adanya komunikasi efektif, umpan balik positif,

pengaturan tujuan, dan pelatihan memiliki efek yang signifikan atas motivasi

kerja perawat (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011; Nikpeyma, Saeedi,

Azargashb, dan Majd, 2013). Penilaian kinerja dapat meningkatkan kompetensi

perawat (Kalb et al, 2006), meningkatkan disiplin, bertanggung jawab,

kemampuan bekerja sama (Goncalves, Lima, Crisitano, dan Hashimoto, 2007),

pengembangan organisasi (Redshaw, 2008), dan meningkatkan rasa percaya diri

(Murie, Wilson, dan Cerinus, 2009).

Dampak negatif pada penilaian kinerja perawat dapat dilihat dari


(55)

oleh perawat. Pada umumnya ketidakadilan yang dialami oleh perawat

kebanyakan berasal dari prosedur dalam pelaksanaan penilaian kinerja, penetapan

atas intensif, pelatihan dan pendidikan bagi perawat yang kinerjanya baik (Clarck,

Harcourt dan Flynn, 2013). Ada tiga komponen yang berhubungan dengan rasa

ketidakadilan dalam penilaian kerja yang dialami perawat, pertama ketidakadilan

secara prosedur seperti pemberitahuan yang tidak adekuat, tidak mendengarkan

dengan jelas, frekuensi penilaian yang tidak teratur, personel yang merasa diadili.

Kedua, ketidakadilan dalam berinteraksi meliputi adanya penghinaan, kecurangan,

pelanggaran privasi dan tidak ada rasa hormat. Ketiga adalah ketidakadilan dalam

pendistribusian hasil dari penilaian kinerja (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011).

2.2. Helping-Trust Realtionship Teori Caring Jean Watson

Membina helping-trust realtionship merupakan pengembangan dari salah

satu faktor carative. Karena helping-trust realtionship dekat hubungannya kepada

pernyataan penerimaan atas perasaan positif dan negatif seseorang. Kualitas

hubungan seseorang dengan orang lain merupakan suatu elemen yang sangat

berarti dalam menentukan keefektifan pertolongan. Keperawatan sebagai ilmu

caring harus mempertimbangakan secara serius bukti-bukti empiris yang

berhubungan dengan pengembangan hubungan saling percaya dan membantu.

Potensi untuk memajukan dan mengembangkan pertumbuhan psikososial dan

memfasilitasi prilaku sehat terletak pada hubungan percaya dan membantu

(helping-trust realtionship) itu sendiri jika hal tersebut lebih dikenal,


(56)

Elemen dasar dari pelayanan yang berkualitas tinggi adalah

pengembangan dari kualitas hubungan yang saling percaya dan membantu. Untuk

mengembangkan suatu hubungan, pertama harus mengetahui orang lain, hal ini

termasuk mengetahui diri mereka, cara pandang mereka terhadap dunia dan ruang

kehidupan mereka.

Pengembangan atas hubungan saling percaya dan membantu bisa

tumbuh secara berangsur-asur apabila hubungan saling percaya tersebut

merupakan suatu proses sikap yang pasti dimiliki oleh perawat. Untuk

mengembangkan helping-trust relationship pada diri perawat, maka beberapa hal

yang harus dilakukan perawat adalah Congruence, Empathy, Non possessive

warmth, Effective Communication (Watson,1979).

a. Congruence

Congruence merujuk kepada keberadaan perawat berdasarkan atas apa

yang mereka lihat seperti keiklasan, profesional, berkarakter kuat. Congruence

berhubungan dengan bagaimana menanamkan sikap sensitif kepada diri sendiri

dan orang lain (Watson,1979). Congurence melibatkan keterbukaan akan perasaan

dan sikap yang memberikan kesan yang baik. Congruence bisa disamakan dengan

keiklasan yaitu suatu sikap yang apa adanya, jujur, iklas dan otentik. Jika perawat

yang mencoba untuk menyembunyikan diri dan perasaannya sendiri, maka hal ini

bisa menghancurkan hubungan perawat dengan orang lain. Congruence dan

keiklasan merupakan suatu hal yang dasar untuk membina helping-trust


(57)

produktivitas kerja yang baik karena mereka memiliki kemampuan untuk pindah

dari harapan terhadap kekakuan peran (Alligood & Tomey, 2006).

b. Emphaty

Empati merujuk kepada bagaimana perawat merasakan pengalaman yang

dirasakan oleh orang lain dan mengomunikasikan kepada orang lain bahwa hal itu

penting untuk dimengerti. Kemampuan perawat untuk merespon perasaaan orang

lain merupakan pondasi dari sikap empati. Jika perawat mampu untuk merasakan

apa yang dirasakan orang lain maka hubungan emosi antara perawat dan pasien

terbina dengan baik. Perawat yang mampu merasakan hal yang sama dengan

orang lain namun tidak berarti membuat mereka bisa mengadili dan merasa

terintimidasi atas sikap mereka tersebut.

c. Nonpossessive Warmth

Nonpossessive Warmth adalah kondisi interpersonal dalam suatu

helping-trust relationship yang sama dengan congruennce dan empathy, yang gunanya

untuk menumbuhkan diri orang lain. Perawat yang merawat secara efektif mampu

membuat ketidakadaannya rasa terancam, aman, kepercayaan, suasana aman

melalui penerimaan, penghargaan yang positif, nilai kasih sayang atau

nonpossessive warmth. Nonpossessive warmth merupakan suatu penghormatan

positif yang tidak dikondisikan dimana perawat menilai orang lain secara

keseluruhan tidak dikondisikan dan tidak menghakimi, serta menilai perasaan

orang lain. Terciptanya perubahan dan pertumbuhan yang membangun seperti


(58)

Walaupun suatu hubungan kehangatan tidak merupakan suatu yang

efektif dalam helping relationship, kehangatan melihat suatu dorongan

pengembangan dari kondisi lainnya atas rasa empati dan keiklasan. Kehangatan

dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara luas dan beragam seperti gesture,

postur tubuh, nada suara, sentuhan dan ekspresi wajah. Kehangatan merupakan

pesan non verbal yang penting dan sikap yang memberikan dampak positif.

Beberapa atribut yang penting dari kehangatan non verbal adalah

menjaga kontak mata selama berinteraksi, menggunakan volume yang sedang

ketika berbicara, santai, menghadap keorang yang berbicara, memiliki postur yang

lebih terbuka daripada tertutup kepada orang lain (Alligood & Tomey, 2006).

d. Komunikasi yang efektif

Perawat yang ingin berkomunikasi dengan efektif dalam membangun

helping-trust relationship harus bener-benar berespon ke semua model prilaku

orang lain sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang efektif

terdiri atas banyaknya respon kognitif verbal, juga termasuk prilaku non verbal

dan respon afektif. Orang menerima dan memberi pesan melalui 3 proses yaitu

kognitif, affektif dan prilaku. Melalui tiga proses ini orang bisa berhubungan

dengan prilaku diri mereka sendiri.

Ada tiga dasar komunikasi yang bisa memahami orang lain yaitu :

1. Level somatik yaitu meliputi nafas, tekanan nadi, dan keseluruhan fisik dan

mencakup biospsikologika.

2. Level tindakan yaitu meliputi semua prilaku non verbal, seperti pergerakan


(59)

3. Level bahasa yang merujuk pada kata-kata dan pengertian mereka. Ada 2

macam bahasa komunikasi yaitu : 1. Komunikasi denotatif yaitu berkata yang

tegas yang sesuai dengan maksud. 2. Komunikasi konotatif yaitu berbicara

secara lengkap, mengasosiasikan ide, perasaan, mensimbolkan respon yang

disampaikan

Komunikasi efektif dalam suatu hubungan, perawat harus mengenal dan

menilai fakta bahwa komunikasi non verbal adalah ekspresi yang akurat untuk

mewakili perasaan dari komunikasi verbal. Hal tersebut merupakan suatu yang

mungkin terjadi karena seseorang memiliki kontrol lebih pada pesan non

verbalnya yang dibagikan secara tak sadar dan sering dengan menggunakan gaya

tubuh dan pergerakan tubuh lainnya. Prinsip komunikasi penting lainnya yaitu

perawat harus berusaha untuk memahami maksud orang lain atas prilaku dan

perasaan orang lain. Pesan yang diberi dan diterima secara akurat menunjukan

komunikasi berjalan dengan baik.

Seleksi instrumen untuk caring yang digunakan dalam penelitian

merupakan suatu tugas yang kompleks. Banyak faktor yang membutuhkan

pertimbangan dalam proses pembuatan keputusan, seperti konsep instrumen dari

defenisi caring, reability dan validity, lama waktu administrasi, kemampuan

membaca dan pondasi konsep (Beck, 1999). Kebanyakan instrumen untuk menilai

caring dirancang menilai prilaku caring perawat dalam situasi klinik baik dari

perawat ataupun dari pasien sendiri. Duffy (1993) dalam Watson, (2002),


(60)

caring perawat. Alat ini dirancang untuk merefleksikan persepsi staf perawat atas

manejer mereka dalam meneliti administrasi keperawatan.

2.3. Action Research

2.3.1 Kosep Action Research

Action research adalah sebuah nama yang menjelaskan adanya bentuk

patisipasi dari suatu tindakan. Peneliti dan partisipan berkolaborasi dalam

mendefenisikan suatu masalah, menseleksi metode riset, menganalisa data dan

memutuskan untuk menggunakan penemuan yang ditentukan.

Tujuan dari action research adalah tidak hanya menghasilkan

pengetahuan tetapi tindakan atas kesadaran yang muncul dengan baik. Peneliti

berusaha untuk memberdayakan orang melalui proses kontruksi dan penggunaan

pengetahuan.

Action rearch dimulai dari adanya perhatian terhadap ketidakberdayaan

suatu kelompok yang diamati dan tujuan kuncinya adalah menghasilkan suatu

dorongan yang secara langsung berguna untuk membuat perbaikan melalui

tindakan pendidikan dan sosial politik. Dalam action research, metode penelitian

mengambil kedua tempat memunculkan proses kolaborasi dan dialog yang dapat

memotivasi, meningkatkan harga diri dan membangkitkan solidaritas dalam

komunitas. Strategi data yang dikumpulkan tidak hanya melalui metode

tradisional wawancara dan observasi (mencakup keduanya yaitu kuantitatif dan

kualitatif) tetapi juga melalui cerita, drama sosial, gambar dan lukisan, dan


(61)

kreatifitas mereka dalam menyelidiki hidup mereka, mengatakan cerita mereka,

dan mengenal kekuatan mereka (Polit & Beck, 2012).

Action research telah digunakan dalam keperawatan dalam berbagai cara,

bertindak sebagai fasilitator perubahan di rumah sakit jiwa, memberikan nasehat,

dan dukungan emosional. Peneliti meletakan fakta-fakta yang menekan pada

kebutuhan akan sumber dukungan bagi perawat dan mencoba untuk mengenalkan

perubahan di lingkungan kerja mereka serta melihat action research sebagai suatu

yang berarti bagi perawat agar bisa mengambil kembali wewenang untuk

mengklarifikasi peran mereka dan menetapkan kondisi yang membutuhkan

kinerja tugas yang efektif oleh mereka sendiri dan orang lain (Towell & Harries,

1979 dalamWebb, 1989).

2.3.2 Ciri-ciri Action Research

a. Action research merupakan sebuah proses sosial yaitu suatu proses yang

ditempuh dalam penelitian yang disetting ketika manusia baik secara individu

dan kolektif berusaha memahami bagaimana diri mereka dibentuk dan

dibentuk ulang kembali sebagai individu-individu yang saling berhubungan

satu sama lain.

b. Action research berciri participatoris dalam pengertian bahwa manusia hanya

dapat melakukan penelitian tindakan terhadap dirinya sendiri secara individu

maupun kolektif.

c. Action research berciri praktis dan collaborative yaitu mengajak manusia

untuk mengkaji praktik-praktik sosial yang menghubungkan diri mereka


(62)

d. Action research berciri emansipatoris yaitu bertujuan untuk membantu

manusia agar pulih dan melepaskan diri mereka dari tekanan-tekanan struktur

sosial yang irasional, tidak produktif, tidak adil dan tidak memuaskan yang

membatasi perkembangan diri dan kemandirian diri.

e. Action research berciri kritis yaitu bertujuan untuk membantu manusia agar

pulih dan melepaskan diri sendiri dari hambatan-hambatan yang melekat

dengan media sosial yang menjadi wahana interaksi mereka.

f. Action research berciri recursif (refleksif dan dialektis) yaitu bertujuan untuk

membantu manusia dalam mengkaji realita agar mampu merubahnya.

g. Action research bertujuan untuk mengubah teori dan praktik. Action research

tidak mementingkan salah satu dalam hubungan antara teori dengan praktik,

karena tujuannya adalah untuk mengartikulasikan dan mengembangkan

keduanya dalam hubungan satu sama lain di penalaran kritis tentang teori dan

praktik berserta konsekuensi keduanya (Lincoln & Denzin, 2009).

2.3.3 Proses action research terdiri atas beberapa tahap, yaitu :

Secara umum action research dipandang sebagai sebuah spiral siklus

reflective diri yang berusaha untuk merencanakan sebuah perubahan, mempelajari

dan mengamati proses dan konsekuesnsi dari perubahan tersebut, mengkaji proses

dan konsekuensi tersebut, kemudian merencanakan ulang, mempelajari,

mengamati dan mengkaji kembali serta seterusnya. Action research memberikan

kesempatan untuk menciptakan suatu forum tempat orang-orang berkumpul dan

menggabungkan diri satu sama lain sebagai co-partisipant dalam perjuangan


(63)

berinteraksi sehingga menjadi wadah untuk mewujudkan rasionalitas dan

demokrasi. Action research merupakan suatu proses pembelajaran yang hasilnya

berupa perubahan nyata dalam bentuk tindakan manusia, cara mereka berinteraksi

dengan orang lain, memiliki tujuan dan nilai serta wacana yang menjadi tempat

mereka untuk dapat saling memahami dan menafsirkan (Lincoln & Denzin, 2009).

Adapun proses action research adalah :

a. Reconnaissance

Dasar dalam merencanakan langkah awal sebelum melakukan tindakan

pertama sekali adalah pemeriksaan atau peninjuan (Reconnaissance). Tahap ini

berguna karena peneliti harus memiliki dasar dalam merencanakan tindakan yang

akan dijadikan sebagai pandangan awal atas bagaimana situasi yang dihadapi dan

syarat-syarat yang perlu diperhatikan dan dipenuhi. Kegunaan fase

reconnaissance adalah untuk membantu mengorientasikan diri dalam bertindak

dan mengenal sesuatu yang memungkinkan untuk merencanakan tindakan

(Kemmis & McTaggart, 1988).

b. Planning (Perencanaan)

Planning merupakan langkah dalam membangun atau merencanakan

suatu tindakan yang bakal menjadi tindakan. Pada tahap planning peneliti harus

mengenal semua tindakan sosial diberbagai situasi baik yang tidak bisa

diprediksikan dan resiko yang mungkin muncul. Secara umum, rencana harus

cukup fleksibel untuk beradaptasi terhadap dampak dari luar perkiraan dan


(64)

yang terlibat sehingga dapat mempersiapkan tindakan yang berguna untuk

evaluasi.

c. Acting dan Observation (tindakan dan pengamatan)

Pelaksanaan dari action harus sesuai dengan yang direncanakan di tahap

perencanaan. Tindakan yang dipandu oleh perencanaan menggambarkan bahwa

tindakan yang dilakukan telah memiliki dasar pemikiran sebelumnya. Tetapi

tindakan tidak sepenuhnya dikendalikan oleh rencana, karena hambatan dan

kendala dapat muncul tiba-tiba dan tidak terduga sebagai konsekuensi dari

perubahan dalam tindakan.

Peneliti membutuhkan observasi atas semua proses tindakan yang

dilakukan, dampak dari tindakan, keterbatasan dalam tindakan, rencana tindakan

dan akibatnya atau isue lain yang muncul. Tahap observasi memiliki fungsi

sebagai pendokumentasian yang berdampak secara kritis atas informasi dari

tindakan yang diperoleh. Observasi perlu dilakukan dengan hati-hati karena

tindakan akan selalu dibatasi oleh realitas dan semua itu tidak pernah jelas pada

awalnya. Observasi harus direncanakan, karena pendokumentasian sesudah

refleksi akan ada. Rencana observasi harus fleksibel dan terbuka untuk merekam

semua hal yang tidak diharapkan. Observasi akan selalu menjadi panduan yang

bermaksud untuk menyediakan dasar bagi refleksi kritik diri. Dengan cara ini,

kontribusi dapat memperbaiki tindakan melalui pemahaman yang hebat dan


(65)

d. Reflection

Reflection mengulang kembali tindakan yang sudah direkam dalam

observasi. Hal yang dicari pada tahap refleksi adalah pengertian akan proses,

masalah, isu dan batasan untuk membuat manifestasi atas strategi tindakan yang

muncul. Tahap refleksi ini memungkinkan berbagai macam perspektif dalam

situasi sosial, isu yang menyeluruh serta batasan yang mereka munculkan. tahap

refleksi biasanya dibantu dengan diskusi antar partisipan. Melalui ceramah,

refleksi grup memimpin pembangunan pengertian atas situasi sosial dan

menyediakan dasar untuk meninjau kembali rencana. Refleksi memilki aspek

penilaian yaitu membuat peneliti untuk mengembangkan pengalaman mereka dan

menentukan apakah akibat yang tidak diinginkan dan saran bagi laporan kerja.

Semiawan (1998) menjelaskan bahwa walaupun dalam setiap siklus action

research tersusun secara teratur namun pada pelaksanaannya proses tersebut dapat

terjadi tidak secara teratur. Antara siklus yang satu dengan siklus yang lain terjadi

tumpah tindih atau maju mundur dari jadwal yang telah direncanakan. Berbagai

situasai social jauh lebih kompleks dari gambaran siklus murni, sehingga sering

bermunculan siklus jamak (multiple spiral) berwujud topik dan subtopik , bahkan

sering sekali berbagai kajian action research tampak chaostic bagi yang kurang

memahami prosesnya. Walaupun tujuan dari penelitian telah dirumuskan secara

tearatur dan logis, namun masalah sosial sering menemukan hal-hal yang berbeda

tetapi hal itu merupakan segi yang relevan dan efektif dalam perjalanan proses


(66)

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini disusun berdasarkan landasan teori

keperawatan Watson’s Theory of Transpersonal yaitu Carative Factor yang

dikaitkan dengan penilaian kinerja perawat di rumah sakit serta penelitian yang

berhubungan dengan penilaian kinerja. Dalam penyusunan sistem penilaian

kinerja perawat peneliti mengacu kepada kegiatan yang dilakukan oleh perawat

dengan menggunakan teori caring helping-trust relationship yaitu melihat

bagaimana hubungan antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana, teman

sejawat, supervisor.

Selain menggunakan teori Watson, peneliti menggunakan konsep

penyusunan sistem penilaian kinerja yang terdiri atas deskripsi kerja perawat,

standar asuhan keperawatan, dan standar kompetensi keperawatan. Peneliti juga

menggunakan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah-masalah yang

muncul dalam penelitian penilaian kinerja. Sistem penilaian kinerja perawat

dikembangkan dengan menggunakan metode penelitian action research dan hasil

penelitian ini diharapkan akan meningkatkan pengetahuan perawat akan penilaian

kinerja, meningkatkan kepuasan perawat dan kepuasan pasien dan meningkatkan

kemampuan kepala ruangan untuk melakukan penilaian. Adapun kesimpulan dari


(67)

INPUT

PROSES

OUTPUT

OUT COME

Gambar 2.4.1. Kerangka Konsep Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja

Perawat

Pengembangan dan penggunaan standar untuk penilaian kinerja

1. Standar Kinerja

a. Standar Asuhan Keperawatan menurut PPNI 2005

b. Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI, 2007)

2. Analisis Kerja

3. Deskripsi Kerja Perawat 4. Evaluasi kerja

(Swansburg, 2000)

Proses Action

Research

P

R

O

A

SISTEM PENILAIAN KINERJA PERAWAT

Terdiri atas tim, alur, instrumen yang sesuai dengan SKKNI, PPNI dan Deskripsi kerja dan SOP penilaian kinerja

1. Pengetahuan perawat terhadap penilaian kinerja. 2. Tingkat kepuasan Perawat.

3. Tingkat Kepuasan Pasien.

4. Kemampuan Karu dalam melakukan penilaian

kinerja.

SISTEM PENILAIAN KINERJA PERAWAT TENTATIF

Teori Caring “Helping-trust Relationship

1. Congruence 2. Emphaty

3. Nonpossesive warmth 4. Effective communication

(Jean Watson, 1979)

Masalah penilaian kinerja pada perawat klinis; 1. Masalah pada konteks

penilaian kinerja. 2. Masalah pada struktur

penilaian kinerja. 3. Proses penilaian 4. Hasil penilaian

(Nikpeyma, N., et al, 2013)


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN 4


(4)

DOKUMENTASI KEGIATAN ACTION RESEARCH PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

I. TAHAP RECONNAISSANCE

Pertemuan pada tahap reconnaissance yaitu pertemuan dengan manajemen keperawatan dan wawancara awal pada kepala ruangan


(5)

II. TAHAP PLANNING, ACTING DAN OBSERVING

Diskusi rencana kegiatan penilaian kinerja

Diskusi alat penilaian kinerja tentative dengan salah satu kepala ruangan

ditahap acting

Seminar penilaian kinerja perawat pada tahap acting yang dihadiri responden, tim manajemen keperawatan dan beberapa perawat


(6)

III. TAHAP REFLECTING

Aplikasi format penilaian kinerja perawat di ruangan pada tahap observing