Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu Pus di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014

(1)

FAKUL UNI

KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH:

FEBRIA OCTASARI NIM. 101000050

KULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HORMONAL TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA IBU PUS DI KELURAHAN BINJAI KECAMATAN MEDAN DENAI

KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FEBRIA OCTASARI NIM. 101000050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya program Keluarga Berencana. Hasil survei menunjukkan 62% wanita kawin usia 15-49 tahun menggunakan metode kontrasepsi modern 58%. Efek gangguan menstruasi tergantung pada penggunaan kontrasepsi. Gangguan menstruasi disebabkan karena ketidakseimbangan hormonal sehingga terjadi perubahan endometrium.

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jenis dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014. Jenis penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu PUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal. Sampel diambil secarasimple random sampling

berjumlah 210 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kontrasepsi hormonal yang diminati responden: kontrasepsi suntik 3 bulan (35,7%). Hasil analisis bivariat menunjukkan jenis kontrasepsi hormonal berhubungan dengan gangguan pola menstruasi (p=<0,001;RP=3,07) gangguan lama menstruasi (p=<0,001;RP=2,52) gangguan siklus menstruasi (p=<0,001;RP=2,88) spotting (p=<0,001;RP=3,85). Lama penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan gangguan lama menstruasi (p=0,002;RP=1,53) gangguan siklus menstruasi (p=<0,001;RP=1,49).

Diharapkan bagi Ibu PUS (Akseptor KB) dapat memilih alat kontrasepsi yang tepat dan menanyakan kepada bidan atau tenaga kesehatan tentang macam-macam alat kontrasepsi sebelum memilih alat kontrasepsi tertentu.

Kata kunci: jenis kontrasepsi, durasi penggunaan kontrasepsi, gangguan menstruasi


(5)

planning programs. The survey showed that 62% of married women aged 15-49 years using a family planning method, most of them using modern contraceptive methods were 58% and 4% using the traditional method of contraception. Effect of menstrual disorders that occur depending on the use of contraception. Menstrual disorders are caused due to hormonal imbalance that endometrial changes.

This study aims to analyze the relationship between the type and duration of use of hormonal contraceptives on menstrual disorders in Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai 2014. Analytic study was observational, using cross-sectional design. The population in this study were all mothers who use hormonal contraception in Kelurahan Binjai and samples taken at simple random sampling are 210 people. Data obtained from interviews using a questionnaire. Data analysis includes univariate and bivariate analysis.

From the results, the type of hormonal contraception are much in demand by the respondent is a kind of 3-month injectable contraceptive with a percentage of 35.7%. The results of the bivariate analysis showed the type of hormone contraceptive associated with menstrual disorders (p=<0.001;RP=3.07) longer menstrual disorders (p=<0.001;RP=2.52) disruption of the menstrual cycle (p=<0.001;RP=2.88) spotting (p=<0.001;RP=3.85). Duration of use of menstrual disorders associated with long periods (p=0.002;RP=1,53) and disruption of the menstrual cycle (p=<0.001;RP=1,49).

Acceptor is expected can choose the right contraception and ask midwife or health worker about various contraceptives before choosing a particular contraceptive.

Keywords: types of contraception, contraceptive use and duration of menstrual disorders


(6)

Nama : FEBRIA OCTASARI Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 02 Februari 1993

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 1 (satu) dari 5 (lima) bersaudara

Nama Ayah : Ostarisa

Nama Ibu : Roslia Sari Dewi

Alamat Rumah : Jln. Bukittinggi-Maninjau Nagari Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam 1. 1997-2002 : SD Negeri 04 Pagi Kelapa Dua, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 2. 2002-2004 : SD Negeri 03 Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam 3. 2004-2007 : SMP Negeri 1 IV Koto, Kabupaten Agam

4. 2007-2010 : SMA Negeri 1 IV Koto, Kabupaten Agam


(7)

berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu Pus di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, memberik kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Ratna Uli Tumanggor yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 10. Kedua orang tua penulis, Papa Ostarisa dan Mama Roslia Sari Dewi yang

telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan moril dan materil.

11. Sahabat-sahabat tersayang Villano Suci Agnesa, Silvia Anggraini, Debbie Indahswari, Audria Ordianie, Widya Safitri atas persahabatan dan semangat untuk menggapai impian kita masing-masing.

12. Sahabat-sahabat se-kampung tersayang Jangakers Fitri Haniffa, SKM; Rizki Fajariah, Ria Sutiani, Sri Novita Amelia, Mabruri Pratama, Nadya Chalida Nur dan Syahid Izzudin atas semua waktu, doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat terdekat penulis Ashela, Widya, Eela, Cyndi, Kiki, Yogi, Martines, Putri, Yoga atas semangat yang telah diberikan kepada penulis. 14. Teman-teman di peminatan Epidemiologi FKM USU Kiki, Izzah, Echy, Syl,


(9)

15. Teman-teman Praktek Belajar Lapangan (Rumah Pink): Isna, Mei, Putri, Fidrin, Debi, Kak Sil, Tasya, Palma, Tere, Martines dan Raja

16. Teman-teman seperjuangan LKP (Mandalateam): Sylvana, Imelda, Susi K. 17. Semua pihak yang tidak disebutkan yang turut membantu penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, Juli 2014 Penulis


(10)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Program Keluarga Berencana ... 8

2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana ... 8

2.1.2. Sejarah Program Keluraga Berencana... 8

2.1.3. Visi dan Misi Program Keluarga Berencana ... 9

2.1.4. Metode Keluarga Berencana ... 10

2.2. Kontrasepsi Hormonal ... 10

2.2.1. Jenis Kontrasepsi Hormonal... 10

2.2.2. Kontrasepsi Pil ... 11

2.2.3. Kontrasepsi Suntik ... 18

2.2.4. Kontrasepsi Implan ... 21

2.2.5. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan Progestin... 24

2.2.6. Patofisiologi Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Pada Endometrium ... 26

2.3. Menstruasi ... 27

2.3.1. Menstruasi Normal ... 27

2.3.2. Siklus Menstruasi ... 28

2.3.3. Fisiologi Menstruasi ... 29

2.3.4. Lama Menstruasi ... 32

2.3.5. Gangguan Menstruasi... 33

2.3.6. Penyebab Terganggunya Menstruasi... 37

2.4. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Menstruasi ... 38

2.5. Landasan Teori... 40


(11)

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2. Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi Penelitian ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4.1. Data Primer ... 45

3.4.2. Data Sekunder ... 45

3.5. Teknik Analisa Data... 46

3.5.1. Analisis Univariat... 46

3.5.2. Analisis Bivariat ... 46

3.6. Defenisi Operasional ... 46

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 50

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 50

4.1.1. Geografis ... 50

4.1.2. Demografi... 49

4.1.3. Proporsi Jumlah Akseptor KB Berdasarkan Jenis Alat Kontrasepsi di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Tahun 2014 ... 52

4.2. Analisis Univariat... 52

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Ibu PUS ... 55

4.2.2. Deskripsi Karakteristik Jenis dan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal... 54

4.2.3. Deskripsi Gangguan Menstuasi... 56

4.3. Analisis Bivariat... 59

4.3.1. Hubungan Jenis Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Pola Menstruasi... 59

4.3.2. Hubungan Jenis Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Lama Menstruasi... 60

4.3.3. Hubungan Jenis Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi... 61

4.3.4. Hubungan Jenis Kontrasepsi Hormonal Terhadap Kejadian Spotting ... 62

4.3.5. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Pola Menstruasi... 63

4.3.6. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Lama Menstruasi ... 64

4.3.7. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi... 65 4.3.8. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal


(12)

5.1. Analisis Univariat... 67

5.1.1. Umur... 67

5.1.2. Pendidikan ... 68

5.1.3. Pekerjaan ... 69

5.1.4. Jumlah Anak... 70

5.1.5. Jenis Kontrasepsi... 71

5.1.6. Lama Penggunaan Kontrasepsi ... 72

5.2. Analisis Bivariat... 73

5.2.1. Hubungan Jenis Kontrasepsi Terhadap Gangguan Pola Menstruasi ... 73

5.2.2. Hubungan Jenis Kontrasepsi Terhadap Gangguan Lama Menstruasi ... 75

5.2.3. Hubungan Jenis Kontrasepsi Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi ... 76

5.2.4. Hubungan Jenis Kontrasepsi Terhadap Spotting ... 78

5.2.5. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Gangguan Pola Menstruasi... 80

5.2.6. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Gangguan Lama Menstruasi... 81

5.2.7. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi... 83

5.2.8. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Kejadian Spotting ... 85

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

3. Output Analisis Univariat dan Bivariat 4. Surat Izin Penelitian


(13)

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Binjai Tahun 2013 ... 51 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Kelurahan Binjai

Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan

Binjai Tahun 2013 ... 52 Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Akseptor KB Berdasarkan Jenis Alat

Kontrasepsi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.5. Distribusi Proporsi Responden Menurut Karakteristik Umur

di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 53 Tabel 4.6. Distribusi Proporsi Responden Menurut Karakteristik

Tingkat Pendidikan di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.7. Distribusi Proporsi Responden Menurut Karakteristik

Pekerjaan di Kelurahan Binjai Tahun 2014... 54 Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Responden Menurut Karakteristik Jumlah

Anak di Kelurahan Binjai Tahun 2014... 55 Tabel 4.9. Distribusi Proporsi Responden Menurut Jenis Kontrasepsi

Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 55 Tabel 4.10. Distribusi Proporsi Responden Menurut Lama Penggunaan

Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 56 Tabel 4.11. Distribusi Proporsi Responden Menurut Pola Menstruasi

Sebelum dan Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 56 Tabel 4.12. Distribusi Proporsi Responden Menurut Lama Menstruasi

Sebelum dan Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 57 Tabel 4.13. Distribusi Proporsi Responden Menurut Siklus Menstruasi

Sebelum dan Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 57


(14)

Tabel 4.14.

Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 58 Tabel 4.15. Distribusi Proporsi Responden yang Mengalami Gangguan

Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 58 Tabel 4.16. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Pola Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 59 Tabel 4.17. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Lama Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 60 Tabel 4.18. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 61 Tabel 4.19. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Kejadian Spotting di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 62 Tabel 4.20. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Terhadap Gangguan Pola Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 63 Tabel 4.21. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Terhadap Gangguan Lama Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 64 Tabel 4.22. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 65 Tabel 4.23. Tabulasi Silang Proporsi Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Terhadap Kejadian Spotting di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 66


(15)

Gambar 5.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Ibu PUS di Kelurahan Binjai Tahun 2013 ... 67 Gambar 5.2. Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Pendidikan di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 68 Gambar 5.3. Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

Pekerjaan di Kelurahan Binjai Tahun 2013... 69 Gambar 5.4. Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 70 Gambar 5.5. Diagram Pie Distribusi Responden Menurut Jenis Kontrasepsi

Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 71 Gambar 5.6. Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Lama

Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 72 Gambar 5.7. Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Pola Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 73 Gambar 5.8. Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Lama Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 75 Gambar 5.9. Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 76 Gambar 5.10.Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Kontrasepsi Hormonal

Terhadap Kejadian spotting di Kelurahan Binjai Tahun 2014 . 79 Gambar 5.11.Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Pola Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 80 Gambar 5.12.Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Lama Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 81


(16)

Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Siklus Menstruasi di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 83 Gambar 5.14.Diagram Bar Tabulasi Silang Hubungan Lama Penggunaan

Kontrasepsi Hormonal Terhadap Kejadian Spotting di Kelurahan Binjai Tahun 2014 ... 85


(17)

diperlukannya program Keluarga Berencana. Hasil survei menunjukkan 62% wanita kawin usia 15-49 tahun menggunakan metode kontrasepsi modern 58%. Efek gangguan menstruasi tergantung pada penggunaan kontrasepsi. Gangguan menstruasi disebabkan karena ketidakseimbangan hormonal sehingga terjadi perubahan endometrium.

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jenis dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014. Jenis penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu PUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal. Sampel diambil secarasimple random sampling

berjumlah 210 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kontrasepsi hormonal yang diminati responden: kontrasepsi suntik 3 bulan (35,7%). Hasil analisis bivariat menunjukkan jenis kontrasepsi hormonal berhubungan dengan gangguan pola menstruasi (p=<0,001;RP=3,07) gangguan lama menstruasi (p=<0,001;RP=2,52) gangguan siklus menstruasi (p=<0,001;RP=2,88) spotting (p=<0,001;RP=3,85). Lama penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan gangguan lama menstruasi (p=0,002;RP=1,53) gangguan siklus menstruasi (p=<0,001;RP=1,49).

Diharapkan bagi Ibu PUS (Akseptor KB) dapat memilih alat kontrasepsi yang tepat dan menanyakan kepada bidan atau tenaga kesehatan tentang macam-macam alat kontrasepsi sebelum memilih alat kontrasepsi tertentu.

Kata kunci: jenis kontrasepsi, durasi penggunaan kontrasepsi, gangguan menstruasi


(18)

Prevention of maternal morbidity and mortality is the main reason for family planning programs. The survey showed that 62% of married women aged 15-49 years using a family planning method, most of them using modern contraceptive methods were 58% and 4% using the traditional method of contraception. Effect of menstrual disorders that occur depending on the use of contraception. Menstrual disorders are caused due to hormonal imbalance that endometrial changes.

This study aims to analyze the relationship between the type and duration of use of hormonal contraceptives on menstrual disorders in Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai 2014. Analytic study was observational, using cross-sectional design. The population in this study were all mothers who use hormonal contraception in Kelurahan Binjai and samples taken at simple random sampling are 210 people. Data obtained from interviews using a questionnaire. Data analysis includes univariate and bivariate analysis.

From the results, the type of hormonal contraception are much in demand by the respondent is a kind of 3-month injectable contraceptive with a percentage of 35.7%. The results of the bivariate analysis showed the type of hormone contraceptive associated with menstrual disorders (p=<0.001;RP=3.07) longer menstrual disorders (p=<0.001;RP=2.52) disruption of the menstrual cycle (p=<0.001;RP=2.88) spotting (p=<0.001;RP=3.85). Duration of use of menstrual disorders associated with long periods (p=0.002;RP=1,53) and disruption of the menstrual cycle (p=<0.001;RP=1,49).

Acceptor is expected can choose the right contraception and ask midwife or health worker about various contraceptives before choosing a particular contraceptive.

Keywords: types of contraception, contraceptive use and duration of menstrual disorders


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk merupakan masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara berkembang. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan penduduk.1

Menurut data Population Reverence Bureau2013, total populasi dunia: 7,137 miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar jiwa, disusul oleh India 1,277 miliar jiwa dan Amerika 316 juta jiwa. Sedangkan Indonesia menempati peringkat keempat dengan jumlah populasi 249 juta jiwa.2

Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2010, kepadatan penduduk di Indonesia mencapai 124 orang per kilometer persegi dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,5%, jauh dari angka ideal yang semestinya di bawah 1%. Hal ini dibarengi dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yaitu dari 205,1 juta jiwa pada 2000 menjadi 237,6 juta jiwa pada 2010. Pada tahun 2035, Indonesia diproyeksi akan mempunyai 304,9 juta jiwa penduduk.3

Dalam sepuluh tahun terakhir trend Angka Kelahiran Total (TFR) Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan stagnansi yakni masih diangka 2,6. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 meninggal dunia per 100.000 ibu hamil/melahirkan. Fakta ini sangat memprihatinkan


(20)

mengingat, kurang lebih 14.000 ibu yang meninggal karena melahirkan setiap tahunnya dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka kematian ibu tertinggi di kawasan Asia Tenggara.4

Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya program Keluarga Berencana. Visi program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Visi tersebut diuraikan menjadi 6 misi diantaranya yaitu: 1) memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil yang berkualitas, 2) menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga, 3) meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, 4) meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi, 5) meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui program Keluarga Berencana, dan 6) mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut.5

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 memperlihatkan proporsi akseptor KB untuk semua tercatat sebesar 57,9 %. Bila dirinci lebih lanjut proporsi akseptor KB yang terbanyak adalah suntik (31,9%), diikuti oleh pil (13,6%), IUD (3,9%), implant atau susuk KB (3,3%), MOW (3,2%), kondom (1,8%), MOP (0,2%), MAL (Metode Amenore Laktasi) (0,0%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional masing-masing menggunakan cara tradisional, pantang berkala (1,3%), senggama terputus (2,3%) dan cara lain (0,4%).4


(21)

Hasil survei menunjukkan bahwa 62% wanita kawin usia 15-49 tahun menggunakan alat cara KB, sebagian besar di antaranya menggunakan metode kontrasepsi modern sebanyak 58% dan 4% menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Diantara cara KB modern yang dipakai, suntik KB merupakan alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh wanita berstatus kawin sebanyak 32% , diikuti oleh pil KB hampir 14%.4

Pada umumnya metode KB dapat dibagi menjadi metode efektif jangka panjang, metode efektif dan metode sederhana. Metode efektif jangka panjang: AKDR, susuk KB, Metode Operasi Wanita (MOW) dan Metode Operasi Pria MOP. Metode efektif: pil KB dan suntikan KB. Metode sederhana: 1) Dengan obat: Metode Barrier (kondom, diafragma, spermisida) 2) Tanpa obat: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Keluarga Berencana Alamiah (KBA) dan senggama terputus.5

Berdasarkan hasil presurvey BKKBN di Kota Medan pada tahun 2013, jumlah pasangan usia subur 329.611 orang. Jumlah PUS yang menjadi akseptor KB aktif pada Desember 2013: 229.879 akseptor (68,92%) yang terdiri dari: 29.734 akseptor menggunakan KB IUD (12,93%), 13.159 akseptor MOW (5,72%), 2.125 akseptor MOP (0,92%), 14.470 akseptor Kondom (6,29%), 18.390 akseptor

Implant(8,0%), 80.459 akseptor KB Suntik peserta (35,0%) dan 71.542 akseptor KB Pil (31,12%). Sementara PUS bukan peserta KB 99.732 PUS yang terdiri dari: 6.933 jumlah PUS yang sedang hamil, 38.501 jumlah PUS yang ingin mempunyai anak segera (IAS), 25.477 jumlah PUS tidak ingin anak lagi (TIAL), 28.821 jumlah PUS yang ingin anak ditunda.6


(22)

Kecamatan Medan Denai merupakan kecamatan dengan jumlah akseptor KB terbanyak setelah kecamatan Medan Helvetia dan Medan Deli pada tahun 2013: sebanyak 15.973 akseptor (66,65%). Jumlah kelahiran di Kecamatan Medan Denai pada tahun 2013: 2663 kelahiran per tahun.7Berdasarkan survey BKKBN 2013 di Kecamatan Medan Denai, jumlah PUS yang menjadi akseptor KB aktif sampai dengan Desember 2013: 15.973 akseptor, dengan proporsi aksepor KB IUD 18,47%, MOW 4,06%, MOP 0,58%, Kondom 11,20%,Implant6,85%, KB Suntik 27,78% dan KB Pil 31,05%.6

Kecamatan Medan Denai terbagi atas enam kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Sari I, Kelurahan Tegal Sari II, Kelurahan Tegal Sari III, Kelurahan Denai, Kelurahan Binjai dan Kelurahan Menteng. Jumlah penduduk Kecamatan Medan Denai pada tahun 2013 adalah 184.497 jiwa. Kelurahan Binjai merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar 53.507 jiwa. Data akseptor KB di Kelurahan Binjai sampai dengan Desember 2013: jumlah akseptor KB aktif 4.874 peserta yang terdiri dari: 1.328 akseptor IUD (27,2%), 424 akseptor Kondom (8,7%), 204 akseptor

implant (4,2%), MOP 0%, 190 MOW (3,9%), 1.185 akseptor KB Suntik (24,3%) dan 1.543 akseptor KB Pil (31,7%).

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap akseptor 10 akseptor KB dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner di Kelurahan Binjai pada tanggal 8 Maret 2014. Didapatkan bahwa 7 akseptor KB suntik yang diwawancarai mengalami pola menstruasi yang tidak teratur dan tidak menstruasi > 3bulan (amenorea), 5 akseptor mengalami spotting dan 4 akseptor mengalami hipomenorea lebih dari 1 tahun penggunaan. Sedangkan pada 3 akseptor KB pil yang diwawancarai, 1 akseptor


(23)

mengalami pola menstruasi tidak teratur dan amenorea dengan lama pemakaian kurang dari 1 tahun dan 2 akseptor pil lainnya pernah mengalami spotting dengan lama pemakaian lebih dari 1 tahun.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya hubungan jenis dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan jenis dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal terhadap gangguan menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi responden menurut karakteristik akseptor KB hormonal di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

b. Mengetahui distribusi responden menurut jenis dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

c. Mengetahui hubungan jenis kontrasepsi hormonal terhadap gangguan pola menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.


(24)

e. Mengetahui hubungan jenis kontrasepsi hormonal terhadap gangguan lama menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

f. Mengetahui Ratio Prevalence kejadian gangguan lama menstruasi berdasarkan jenis kontrasepsi hormonal.

g. Mengetahui hubungan jenis kontrasepsi hormonal terhadap gangguan siklus menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

h. Mengetahui Ratio Prevalence kejadian gangguan siklus menstruasi berdasarkan jenis kontrasepsi hormonal.

i. Mengetahui hubungan jenis kontrasepsi hormonal terhadap kejadian spotting

pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014. j. Mengetahui Ratio Prevalence kejadian spotting berdasarkan jenis kontrasepsi

hormonal.

k. Mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan pola menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

l. MengetahuiRatio Prevalencekejadian gangguan pola menstruasi berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi hormonal.

m. Mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan lama menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.


(25)

n. Mengetahui Ratio Prevalence kejadian gangguan lama menstruasi berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi hormonal.

o. Mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap gangguan siklus menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

p. Mengetahui Ratio Prevalence kejadian gangguan siklus menstruasi berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi hormonal.

q. Mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap kejadianspotting pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

r. MengetahuiRatio Prevalencekejadian spotting berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi hormonal.

1.4. Manfaat

1.4.1. Sebagai informasi bagi institusi terkait (tenaga kesehatan dan BKKBN) untuk memberikan masukan guna meningkatkan kualitas pelayanan KIE bagi PUS. 1.4.2. Sebagai pengalaman untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas

wawasan penulis dalam melakukan penelitian tentang dampak penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap akseptor dan hubungan jenis dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan gangguan menstruasi.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Keluarga Berencana

2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (1970) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Pengertian Keluarga Berencana secara khusus adalah pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan atau mencegah pertemuan sperma dan sel telur pada saat berhubungan seksual.8

2.1.2. Sejarah Program Keluarga Berencana

Upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris. Hal tersebut sejalan dengan ditinggalkannya cara-cara mengatur kehamilan secara tradisional dan mulai digunakannya alat-alat kontrasepsi yang memenuhi syarat medis. Maka dimulailah usaha-usaha keluarga berencana di abad modern dengan tujuan dan sasaran yang lebih luas, tidak terbatas pada upaya mewujudkan kesehatan ibu dan anak dengan cara membatasi kehamilan/kelahiran saja.9

Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger


(27)

pelopor KB modern. Pada tahun 1952 Margareth Sanger meresmikan berdirinya

International Planned Parenthood Federation (IPPF). Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana diseluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang IPPF tersebut. Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).9, 10

2.1.3. Visi dan Misi Program Keluarga Berencana5 a. Visi Program Keluarga Berencana

Visi program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan YME.

b. Misi Program Keluarga Berencana

Misi program keluarga berencana diantaranya yaitu: 1) memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil yang berkualitas, 2) menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga, 3) meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, 4) meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi, 5) meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui program Keluarga Berencana, dan 6) mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut.


(28)

2.1.4. Metode Keluarga Berencana

Secara garis besar metode KB dapat dikelompokan menjadi dua yaitu, yang pertama metode sederhana seperti metode kontasepsi tanpa alat (metode kalender, metode suhu badan basal, metode lendir serviks, metode simpto-termal, Coitus interruptus), dan metode kontrasepsi dengan alat (kondom dan Spermisid). Sedangkan metode yang kedua adalah metode modern seperti kontrasepsi hormonal (per-oral, suntikan, implant), Intra Uterine Devices (IUD,AKDR), dan kontrasepsi mantap.5, 11

2.2. Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesterone. Estrogen yang terdapat dalam kontrasepsi bekerja dengan menghambat ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovariium, menghambat perjalanan ovum atau implantasi. Sedangkan progesteron bekerja dengan cara membuat lendir serviks lebih kental, sehinggga penetrasi sperma menjadi sulit.12 2.2.1. Jenis Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi. Kebanyakan jenis hormon yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal adalah jenis hormon sintetik, kecuali yang terkandung dalam depo medroksiprogesteron asetat (depo MPA), jenis hormonnya adalah jenis progesteron alamiah. Kebanyakan kontrasepsi hormonal diberikan secara oral (kontrasepsi oral). Sediaan yang mengandung progesteron saja dapat berupa pil,


(29)

depo dalam bentuk suntik, AKDR, implant/ susuk. Kontrasepsi oral yang mengandung progesteron saja adalah minipil. Saat ini telah tersedia jenis kontrasepsi suntik yang mengandung estrogen dan progesteron.9, 13

Hormon-hormon yang terkandung dalam kontrasepsi yaitu:9 a) Estrogen Sintetik

Estrogen alamiah (estradiol) jarang digunakan karena jenis cepat diserap oleh usus dan mudah dihancurkan oleh hati. Agar tidak mudah hancur maka ditambahkan gugusan etinil sehingga terbentuk jenis estrogen sintetik yaitu etinilestradiol. Hormon sintetik estinilestradiol ini sering dipakai untuk kontrasepsi hormonal.

b) Progesteron/ gestagen sintetik

Progesteron/ gestagen sintetik berasal dari turunan progesteron dan testosteron. Jenis-jenis yang sering dipakai seperti noristeron, DL-norgestimat, klormadinon asetat (KMA), siproseton asetat (SPA), medroksi progesteron asetat (MPA), mifepriston dan danazol.

2.2.3. Kontrasepsi Pil

Terdapat begitu banyak jenis pil kontrasepsi yang beredar di pasaran seluruh dunia, tetapi pada dasarnya hanya dua jenis pil KB, yakni pil kombinasi (COCs, Combined Oral Contraseptives) dan pil yang hanya berisi progestin atau sering disebut minipill. Dulu dikenal pil sekuensial, tetapi karena efek sampingnya yang banyak, sekarang telah ditarik dari peredaran. Dua steroid utama dalam pil KB adalah estrogen dan progestin. Sejak peluncurannya di tahun 60-an, dosis kedua jenis


(30)

hormon ini mengalami penurunan yaitu kurang lebih 150 g estrogen dan 10 mg progestin, menjadi 30 g dan 150 g.10

a. Pil Kombinasi

Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon sintesis estrogen dan progesteron. Estrogen bekerja primer untuk membantu pengaturan hormon releasing factors di hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini/prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium.11

a.1. Jenis Pil Kombinasi5, 9, 10 1. Pil Monofasik

Pil kombinasi yang paling banyak digunakan adalah pil monofasik yang berarti pil tersebut berisi estrogen dan progesteron dalam jumlah sama selama 21 hari waktu penggunaan pil, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif, mis: Brevinor, Eugynon 30, Femodane, Leostrin 30, Mervelon, Mercilon, Minulet, Ovranette, Ovysmen, Ovran, Ovran 30, Norinyl-1, Yasmin.

2. Pil Bifasik

Pil ini adalah pil 21 hari yang berisi estrogen dalam jumlah sama selama penggunaan paket tetapi ada pil yang memiliki dua kadar progestogen berbeda di dalamnya. Biasanya pil ini diberi kode dengan warna berbeda, mis: Bi Nouvum. Pada bifasik hanya estrogen dulu yang bekerja menekan sekresi gonadotropin, sedangkan


(31)

pada monofasik estrogen dan progesteron bekerja bersama-sama. Sehingga pada sekuensial ini pengentalan lendir serviks kurang begitu baik sehinga tetep saja terjadi penetrasi sperma. Jenis ini biasanya digunakan dalam pengobatan karena efek samping penggunaan hormonal baik amenorea, metroaragi dan menoragi.

3. Pil Trifasik

Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

a.2. Mekanisme Kerja

Titik tangkap utama kontrasepsi oral kombinasi adalah pada hipotalamus dengan menekan gonadotropin realising hormon. Pengaruhnya pada hiposfisis terutama adalah penurunan sekresi luteinizing hormon (LH), dan sedikit follicle stimulating hormon (FSH). Dengan tidak adanya puncak LH, maka ovulasi tidak terjadi. Disamping itu ovarium menjadi tidak aktif, dan pemasakan folikel terhenti. Lendir serviks juga mengalami perubahan, menjadi lebih kental, sehingga penetrasi sperma menurun. Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula..5, 14

a.3. Efektivitas

Bila pil digunakan dengan tepat dan benar keefektifan (theoretical effectiveness) mencapai 99,9%, atau hampir menyemai strerilisasi. Dalam praktek (use effectiveness), kegagalan pada pemakaian pil masih cukup tinggi, yakni 2,5%. Ketidakpatuhan meminum pil merupakan salah satu penyebab kegagalan.5


(32)

a.4. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi penggunaan pil kombinasi adalah wanita yang menginginkan kontrasepsi oral dengan keefektifan yang sangat tinggi, anemia karena perdarahan haid yang banyak, siklus haid tidak teratur, dismenorea yang berat atau keluhan haid lain seperti nyeri tengah siklus dan sindrom pramenstruasi, kista ovarium yang tidak ganas, riwayat hamil ektopik dan riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium. Kontraindikasi yang absolut adalah kehamilan, penyakit kardio dan serebrovaskular, diabetes melitus dengan komplikasi, penyakit hati, tumor ganas dari saluran kelamin dan payudara. Secara relatif pil kombinasi juga dapat diberikan pada keadaan sebagai berikut: sakit kepala yang berat, umur lebih dari 40 tahun, perokok berat (> 15 batang perhari) yang berumur lebih dari 35 tahun, hipertensi (> 160/90 mmHg), diabetes melitus, perdarahan vagina yang tidak diketahui sebabnya, menyusui, anemia, sel sabit dan lain-lain.9,10

a.5. Keuntungan

Keuntungan utama pil adalah keefektifannya yang tinggi apabila digunakan dengan tepat dan benar. Menyerupai efektifitas tubektomi, bila digunakan setiap hari. Resiko kesehatan yang ditimbulkan sangat kecil. Penelitian tentang pil sudah cukup banyak sehingga pil diyakini melindungi dari penyakit radang pinggul. Hal ini disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain pil mengurangi jumlah darah menstruasi sehingga mengurangi medium kultur untuk beberapa jenis kuman. Pil menyebabkan lendir serviks menjadi lebih tebal dan kanalis servikalis menjadi kurang lebar sehingga sulit ditembus kuman yang akan masuk ke dalam kavum uteri. Selain itu siklus menstruasi menjadi teratur, banyaknya darah menstruasi berkurang


(33)

(mencegah anemia), tidak terjadi dismenorea. Pil dapat digunakan jangka panjang selama akseptor ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan dan dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause. Penggunaan pil juga mudah dihentikan setiap saat (reversibel) karena kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil tersebut dan dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.5, 9, 14 a.6. Kerugian

Di samping keuntungan yang ada, pil mempunyai beberapa kerugian antara lain harus diminum setiap hari, sehingga ketidakdisiplinan pemakai menyebabkan kegagalan tinggi. Harga pil relatif lebih mahal dibanding cara kontrasepsi lainnya dan pil tidak bisa dipakai pada wanita yang sedang menyusui. Efek samping pil masih cukup banyak seperti perdarahan bercak (break-through bleeding) terutama pada 3 bulan pertama, amenorea, nausea, nyeri payudara, sakit kepala, kenaikan berat badan, akne, perubahan emosi, retensi cairan sampai hipertensi, dan memperberat resiko penyakit kardiovaskular terutama bagi perokok berat. Pada ibu PUS yang mempunyai riwayat sudah pernah mengalami gangguan menstruasi, pada penggunaan pil kontrasepsi akan mudah mengalami gangguan menstruasi.5, 9

Ketidakpraktisan pil ditambah dengan efek samping yang masih relatif banyak, menyebabkan kelangsungan pemakaian rendah. Angka kelangsungan pemakaian sampai akhir tahun pertama kadang-kadang kurang dari 50%. Pil kombinasi juga berinteraksi dengan obat lain seperti rifampisin, fenitoin, berbiturat dan griseovulvin. Pemakaian obat tersebut mengurangi keefektifan pil karena menurunkan absorbsi dan mengganggu mekanisme kerjanya. Hubungan antara pil


(34)

Banyak studi mengatakan bahwa ada hubungan antara pemakian pil dengan resiko munculnya Kanker servix, bahkan setelah faktor seksual diperhitungkan.13, 14

b. Pil Progestin (Progestin-Only Pill) b.1. Sejarah Pil Progestin (POP)

Dalam bahasa aslinya disebut Progestin-Only Pills atau disingkat POP atau Minipil atau Breastfeeding Pill. Dalam bahasa Indonesia disebut Pil Hanya Progestin atau Pil Progestin Saja (PHP atau PPS), atau pil mini atau pil menyusui. Dibuat dipertengahan tahun 1960-an, sebagai alternatif terhasap pil kombinasi dan mengandung dosis progestin yang lebih rendah dibandingkan dengan progestin yang ada dalam pil kombinasi dan sama sekali tidak berisi estrogen. Di Indonesia mini pil dipasarkan dengan nama dagang Exulton (buatan Organon), yang mengandung 0,5 mg linestrenol. Pil ini diminum terus menerus setiap hari, meskipun sedang dalam keadaan menstruasi.14

b.2. Jenis Minipil

Kemasan dengan isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µ g nerettindron dan kemasan dengan isi 28 pil: 75 µg desogestrel. 5

Tabel.2.1. Jenis Mini Pil10

JENIS PREPARAT KADAR

Desogestrel Cerazette 0,0075

Levonorgestrel Microval 0,003

Norgeston 0,03

Noristeron

Femulen 0,5

Micronor 0,35

Noriday 0,35


(35)

b.3. Cara Kerja

Cara kerja mini pil yaitu dengan menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi menjadi lebih sulit. Lendir serviks mengental sehingga menghambat penetrasi sperma. Pada penggunaan jangka panjang minipil dapat mempengaruhi motilitas tuba, fertilisasi, serta transportasi sperma. Motilitasi tuba beresiko terjadinya kehamilan ektopik menjadi lebih besar.5, 15

b.4. Efektivitas

Bagi ibu yang masih menyusui, sampai sembilan bulan pertama post partum keefektifan pil ini mencapai 98,5%. Bagi ibu yang tidak menyusui, atau ibu dalam masa interval, keefektifannya turun menjadi 96%. Apabila digunakan secara konsisten dan benar, efektivitasnya akan lebih tinggi.10, 14

b.5. Keuntungan

Minipil sangat efektif bila digunakan secara benar. Tidak mengganggu hubungan seksual dan tidak mempengaruhi ASI. Apabila pemakaian dihentikan kesuburan cepat kembali. Efek samping yang disebabkan sedikit sehingga nyaman dan mudah digunakan.5

b.6. Kerugian5, 10

Hampir 30-60 % mengalami gangguan menstruasi (perdarahan sela, spotting, amenorea). Terjadinya peningkatan berat badan. Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama. Bila lupa satu pil saja kegagalan menjadi lebih besar. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis dan timbul jerawat. Resiko kehamilan


(36)

dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan minipil. Efektifitas minipil menjadi lebih rendah bila digunakan bersamaan dengan obat tuberkulosis atau obat epilepsi.

2.2.4. Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi yang diberikan kepada wanita yang mendapat suntikan periodik untuk mencegah kehamilan. Suntikan progestin pertama di temukan pada awal tahun 1950 an, yang pada mulanya digunakan untuk pengobatan endometriosis dan Kanker endometrium (Carcinoma endometri). Baru pada awal tahun 1960, uji klinis penggunaan suntikan progestin untuk keperluan kontrasepsi dilakukan.Terdapat dua jenis suntikan progestin yang dipakai, yakni depo medroksiprogesteron asetat dan depo noretisteron enantat. Sedangkan untuk suntikan depo estrogen-progesteron (Cyclofem) ditemukan pada tahun 1960 an. Penambahan estrogen pada obat kontrasepsi progesteron ternyata dapat memperbaiki siklus menstruasi.10

a. Suntikan Kombinasi a.1. Jenis Suntikan Kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipinoat yang diberikan injeksi I.M. sebulan sekali (Cyclofem), dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat.5

a.2. Cara Kerja

Cara kerja suntikan kombinasi yaitu dengan cara menekan ovulasi membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu. Terjadinya


(37)

perubahan pada endometrium (atrofi) menyebabkan implantasi terganggu dan menghambat teransportasi gamet oleh tuba.5

a.3. Efektivitas

Bila digunakan dengan semestinya keefektifan suntik kombinasi sangat tinggi yaitu (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan).14

a.4. Keuntungan

Resiko terhadap kesehatan kecil, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak diperlukan pemeriksaan dalam, dapat mengurang jumlah perdarahan dan nyeri saat menstruasi. Memiliki khasiat untuk pencegahan kanker ovarim dan kanker endometrium.5

a.5. Kerugian

Terjadi perubahan pola menstruasi seperti tidak teratur, perdarahan bercak/

spotting, atau perdarahan sela sampai 10 hari. Mual sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan keluhan seperti ini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga. Akseptor harus kembali setiap 30 hari menyebabkan ketergantungan akseptor terhadap pelayanan kesehatan. Efektifitasnya akan berkurang jika digunakan bersamaan dengan obat epilepsi dan obat tuberkulosis. Terjadi penambahan berat badan dan kemungkinan terlambatnya kesuburan setelah penghentian pemakaian. Dapat menyebabkan efek samping yang serius seperti serangan jantung, stroke, bekuan darah pada paru dan otak, dan kemungkinan timbulnya tumor hati.5

b. Suntikan Progestin


(38)

pemakaian rata-rata 4 bulan. Metode Kontrasepsi ini cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI.5

b.1. Jenis Suntikan Progestrin5, 11

Tersedia 2 jenis kontrasepsi suntikan progestin yaitu:

1. Depo Medroksiprogeteron Asetat (Depo Provera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskuler (didaerah bokong).

2. Depo Nerotisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskuler

b.2. Cara Kerja5

Cara kerja suntikan progestin: i) dengan mencegah ovulasi, ii) mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, iii) menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi iv) menghambat transportasi gamet oleh tuba. b.3. Efektifitas

Kedua kontrasepsi suntik progesteron tersebut memiliki efektifitas yang tinggi (0,3 kehamilan per 100 perempuan).14

b.4. Keuntungan

Sangat efektif dalam pencegahan kehamilan jangka panjang dan tidak berpengaruh pada hubungan suami istri. Suntikan progestin tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah. Dapat digunakan oleh perempuan > 35 tahun sampai perimenopause. Selain itu, kontrasepsi suntikan progestin ini juga membantu


(39)

mencegah terjadinya kanker endometrium, kehamilan ektopik, penyakit radang pinggul dan krisis anemia bulan sabit.5

b.5. Kerugian

Sering ditemukannya ganggu menstruasi seperti: 1) siklus menstruasi yang memendek dan memanjang 2) perdarahan yang banyak dan sedikit 3) perdarahan tidak teratur dan spotting 4) amenorea. Permasalahan berat badan merupakan efek samping yang sering terjadi. Terjadi keterlambatan kesuburan setelah penghentian pemakaian, karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya. Pada penggunaan jangka panjang akan terjadi perubahan pada lipid serum, menurunnya kepadatan tulang, kekeringan pada vagina, menurunkan libido, sakit kepala, nervositas dan jerawat.5

2.2.4. Kontrasepsi Implan5,10

Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima tahun. Metode ini dikembangkan oleh The Population Council, yaitu suatu organisasi internasional yang didirikan tahun 1952 untuk mengembangkan teknologi kontrasepsi

a. Jenis Kontrasepsi Implant5 a.1. Norplant

Norplant terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216 mg levonorgestrel. Panjang kapsul adalah 3,4 mm dengan diameter 2,4 mm. Kapsul terbuat dari bahan silastik medik (polydimethylsiloxane) yang fleksibel diaman kedua ujungnya ditutup dengan penyumbat sintetik yang tidak mengganggu kesehatan


(40)

50% bahan aktif levonogestrel asal yang belum terdistribusi ke jaringan insterstisial dan sirkulasi.

a.2. Jadelle (Norplant II)

Jadelle terdiri dari dua batang silastik lembut berongga dengan 4,3 cm, diameter 2,5 mm, berisi 75 mg levenorgestrel dengan lama kerja 3 tahun. Pelepasan harian hormon levonorgestrel dari Jadelle hampir sama denganNorplant dan secara teoritis, masa kerjanya menjadi 40% lebih singkat.11

a.3. Implanon

Implanon (Organon,Oss, Netherlands) adalah kontrasepsi subdermal kapsul tunggal yang mengandung etonogestrel (3-ketodesogestrel), merupakan metabolit desogestrel yang efek androgeniknya lebih rendah dan aktifitas progestational yang lebih tinggi dari levonogestrel. Terdiri dari satu batang silastik lembut berongga dengan panjang kira-kira 4,0 cm, diameter 2 mm, berisi 68 mg 3-keto-desogestrel

dengan lama kerja 3 tahun.10,11 b. Cara Kerja

Mekanisme kerja implan: menebalkan lendir serviks sehinga menghambat pergerakan sperma, mencegah ovulasi, dan menghambat perkembangan siklis dari endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. Perubahan terjadi segera setelah pemasangan implan. Progestin juga menekan pengeluaran FSH dan LH dari hipotalamus dan hipofise. Levonorgestrel dan progestin sintetik lalinnya menghambat reseptor progesteron. Mekanisme kerja ini menyebabkan sel endometrium yang melapisi kavum uteri menjadi tipis, sekresi kelenjar lebih sedikit sehingga fungsi reseptif endometrium menjadi terganggu.5, 15


(41)

c. Efektifitas

Kontrasepsi implan memiliki daya guna yang tinggi ( kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan). Selain itu kontrasepsi implan memberikan perlindungan jangka panjang (5 tahun). Berdasarkan hasil indeks Pearl (jumlah kelahiran per 100 pengguna dalam 1 tahun) adalah 0,2 dan 0,9 untuk dua tahun pertama; 0,5 dan 1,1 per 100 perempuan untuk tahun ketiga sampai kelima.10

d. Keuntungan

Implan dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan, tingkat kesuburan cepat kembali setelah implant dicabut dan pada saat pemasangan implan tidak diperlukan pemeriksaan dalam. Kontrasepsi implan hanya mengandung preparat progesteron sehingga bebas dari pengaruh estrogen. Penggunaan implan tidak mengganggu kegiatan senggama dan tidak mengganggu produksi ASI. Penggunaan implan dapat mengurangi dismenorea dan mengurangi jumlah darah menstruasi. Selain itu implan juga dapat melindungi terjadinya kanker endometrium, menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara, dan memberikan perlindungan terhadap beberapa penyebab penyakit radang pinggul.5,10

e. Kerugian

Penggunaan implan dapat menyebabkan perubahan pola menstruasi berupa perdarahan bercak (spotting), meningkatnya jumlah darah menstruasi (hipermenorea) dan amenorea. Di samping perubahan pola mensttruasi beberapa efek samping lainnya yaitu: sakit kepala (1,9%), perubahan berat badan (biasanya meningkat) (1,7%), perubahan suasana hati: gugup, rasa cemas (1,1%), depresi (0,9%), lain lain


(42)

menurun jika menggunakan implan bersamaan dengan penggunaan obat epilepsi dan tuberkulosis. Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.000 perempuan pertahun).14

2.2.5. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan Progestin

AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. AKDR memiliki benang yang menggantung sampai liang vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh akseptor sendiri. AKDR mulai dikembangkan di Polandia tahun 1909, yaitu ketika Richter membuat suatu alat kontrasepsi dari benang sutra tebal yang dimasukkan ke dalam rahim. Kemudian pada tahun 1930 berkembang dengan dibuatnya cincin perak yang dimasukkan ke dalam rahim. Pada tahun 1962 dr. Lippes membuat AKDR dari plastik yang disebut lippes loop. Pada 1969 AKDR telah ditambahkan dengan kawat tembaga selanjutnya dikenal AKDR yang mampu melepas progesteron. Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah Prigestase yang megandung Progesteron dari Mirena berupa levenorgestrel.5,9

a. Cara Kerja11

Endometrium mengalami transformasi yang irreguler, epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi. Mencegah terjadinya konsepsi dengan mencegah pertemuan ovum dengan sperma. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi dengan menginaktifkan sperma.

b. Efektivitas5

AKDR progesteron sangat efektif dalam mencegah kehamilan, yaitu 0,5 - 1 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun pertama penggunaan.


(43)

c. Keuntungan

Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tahun). Tidak mengganggu hubungan suami istri dan tidak berpengaruh terhadap produksi ASI. Kesuburan akan segera kembali stelah AKDR diangkat dan efek samping sistemik yang sangat kecil. Selain itu kontrasepsi AKDR progesteron dapat mengurangi nyeri menstruasi/ dismenorea, dan dapat mengurangi jumlah darah menstruasi. Dapat digunakan pada usia perimenopause bersamaan dengan pemberian estrogen, untuk pencegahan hiperplasia endometrium. Tidak mengurangi kerja obat tuberkulosis ataupun obat epilepsi, karena AKDR progesteron mempengaruhi endometrium.14,15

d. Kerugian

Diperlukan pemeriksaam dalam penyaringan infesi genitalia sebelum penggunaan AKDR dan pemasangannya relatif mahal. PUS tidak dapat menghentikan sendiri sehingga sangat tergantung pada tenaga kesehatan. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi amenorea. Dapat terjadi perforasi uterus pada saat insersi (< 1/1000 kasus) dan kejadian kehamilan ektopik relatif tinggi. Bertambahnya resiko penyakit radang panggul sehingga dapat menyebabkan infertilitas. Progestin dapat menurunkan kadar HDL-kolesterol pada penggunaan jangka panjang sehingga dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Dapat memperburuk perjalanan penyakit kanker payudara. Progestin yang terdapat pada AKDR dapat mempengaruhi hiperlipidemia dan pertumbuhan miom uterus.5,9


(44)

2.2.6. Patofisiologi Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Endometrium Semua organ tubuh wanita yang dipengaruhi oleh hormon seks tertentu dengan sendirinya akan dipengaruhi oleh kontrasepsi hormonal. Pada organ-organ tersebut akan terjadi perubahan-perubahan tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh dosis, jenis hormon dan lama penggunaannya. Organ yang paling terpengaruh oleh kontrasepsi hormonal adalah endometrium, miometrium, serviks dan payudara.9

Endometrium merupakan bagian dari korpus uteri yang membatasi kavum uteri dengan miometrium. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron, maka endometrium dimatangkan dan kemudian akan terlepas secara teratur setiap bulannya sebagai menstruasi. Pil Kontrasepsi banyak digunakan dalam upaya keluarga berencana. Jenis pil yang dipakai serupa, merupakan kombinasi estrogen dan progesteron. Fase proliferasi akan diperpendek, sehingga kelenjar dan stroma tidak tumbuh sempurna. Ketidaksempurnaan ini dibawa terus pada fase sekresi, dimana siklus kerja hormon juga mengalami gangguan. Studi histologiknya pada endometrium tidak menunjukkan struktur endometrium yang sesuai dengan hari siklus menstruasi.

Pembuluh darah mengecil tidak berkelok. Tahapan gangguan pertumbuhan ini makin lama makin nyata, sehingga struktur endometrium yang atrofi ditemukan. Pada waktu ini stroma endometrium tipis dengan sel tersusun padat. Kelenjar bentuk tubulus terletak berjauhan dengan epitel kuboid selapis tanpa aktifitas sekresi.

Pada pemberian kontrasepsi memakai hormon progesteron, maka gambaran endometrium akan serupa dengan pemberian pil. Reaksi endometrium yang tergantung kepada lama, intensitas dan jenis rangsangan hormon yang ada.


(45)

Siklus pertumbuhan endometrium akan normal kembali setelah pemberian kontrasepsi dihentikan.16

2.3. Menstruasi

Menstruasi atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat menstruasi adalah pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan.17

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan (deskuamasi) dari endometrium. Panjang siklus menstruasi yang normal dan dianggap sebagai siklus menstruasi klasik selama 28 hari.18

2.3.1. Menstruasi Normal

Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan psikologis-pancaindra, korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan

endrogen (uterus-endometrium dan alat seks sekunder). Pola menstruasi merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche sebagai titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut sekitar ke-2-3 buah. Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus menstruasi19, 20


(46)

(47)

2.3.3. Fisiologi Menstruasi

Menstruasi normalnya terjadi setiap 21-35 hari (28 hari merupakan siklus yang khas) dan berlangsung antara 2-7 hari. Selama menstruasi, sekitar 50% merupakan darah, sisanya terdiri dari fragmen jaringan endometrium dan lendir. Endometrium disekresikan secara kimia untuk mencegah pembekuan darah dan memudahkan aliran darah dari serviks ke dalam saluran vagina. Darah yang hilang saat menstruasi sekitar 35-45 ml. Menurut Sadler dkk (2007), hilangnya 20-60 ml masih diterima, namun kerugian yang melebihi 80 ml dapat menyebabkan anemia yang akan membutuhkan pengobatan.22

Sherman dan Korenman menemukan variasi bahwa dalam kehilangan darah terjadi ketika perempuan mengalami anovulatori siklus berikutnya di mana periodenya sering ringan. Meskipun memiliki fisiologi yang sama, tidak ada dua perempuan memiliki siklus menstruasi yang sama. Ada banyak penyebab variasi dalam siklus menstruasi dari onset menstruasi (menarche), untuk penghentian saat menopause.23

Siklus menstruasi dikendalikan oleh kelompok hormon, terutama estrogen dan progesteron. Mereka dilepaskan siklus dari indung telur selama masa reproduksi di bawah kendali dari dua hipofisis anterior hormon gonadotropin, Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Lutenizing hormon (LH). Di bawah pengaruh hormon ini, perubahan terjadi pada endometrium dinding rahim di seluruh siklus menstruasi. Menstruasi dianggap mulai pada hari pertama dari siklus berikut yang selama periode sekitar 5 hari, superfisial lapisan dinding rahim, endometrium, secara bertahap


(48)

khas 28-hari siklus (dikenal sebagai proliferasi fase), di bawah pengaruh estrogen yang meningkat, folikel berkembang, sel-sel dalam lapisan basal mulai bertambah banyak untuk penebalan progresif dan meningkatkan vaskularisasi dari lapisan endometrium yang baru.23

Ovulasi biasanya terjadi pada titik tengah dari suatu 28-hari siklus, atau 14 hari sebelum onset menstruasi terlepas dari panjang siklus. Fase berikutnya ini dikenal sebagai fase sekresi estrogen dimana terus mempromosikan pengembangan endometrium. Progesteron juga dilepaskan untuk membantu mempersiapkan endometrium untuk menerima sel telur yang akan dibuahi. Jika tidak terjadi kehamilan, korpus luteum berdegenerasi dan pengurangan pasokan estrogen secara tiba-tiba ini mendorong mulainya menstruasi. Meskipun memiliki fisiologis yang hampir sama, namun variasi yang sangat besar dapat terjadi antara naik dan turunnya siklus menstruasi.10, 23

a. Siklus Ovarium a.1. Fase Folikuler

Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Satu folikel berkembang menjadi folikel de Graf. Folikel terdiri dari sebuah ovum dengan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel granulosa mensintesis progesteron selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekusor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasan LHRH dari hipotalamus.24


(49)

a.2. Fase Luteal

Kadar estrogen yang tinggi akan menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung pembuluh darah dan berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus mensekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama semakin meningkat.24

b. Siklus Endometrium17, 25, 26

Siklus menstruasi endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu: b.1. Fase Menstruasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel darah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva, berlangsung 3-4 hari.

b.2. Fase Proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak hari ke-lima hingga ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 sikus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap akan kembali normal dalam empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi bergantung dari stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.


(50)

b.3. Fase Sekresi

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi, diproduksi lebih banyak progesteron sehingga terlihat endometrium yang edematosa, vaskular, dan fungsional. Pada akhir sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya darah dan sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi dan memberi nutrisi ovum yang dibuahi.

b.4. Fase Iskemi

Implantasi (nidasi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7-10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan atau implantasi korpus luteum (badan kuning yang mensekresi estrogen dan progesteron) menyusut. Seiring penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase iskemi, suplai darah ke endometrium fungsional berhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus berikutnya.

2.3.4. Lama Menstruasi

Lama menstruasi didefinisikan sebagai jumlah hari yang diperlukan dari mulai mengeluarkan darah menstruasi sampai perdarahan berhenti dalam 1 siklus menstruasi. Lama menstruasi dibedakan menjadi 3 yaitu hipomenorea apabila lama menstruasi < 2 hari, normal: lama menstruasi antara 2-8 hari, dan hipermenorea (menorrhagia): lama menstruasi > 8 hari.27


(51)

Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun.17

2.3.5. Gangguan Menstruasi

Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai mencapai umur 18 tahun setelah itu harus sudah teratur. Menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35 hari (dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari. Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 50 ml (20-80 ml).19

Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan perubahan siklus menstruasi, lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami gangguan itu.21, 30 a. Perubahan pada lamanya siklus menstruasi19, 21

a.1. Polimenorea

Polimenorea adalah siklus menstruasi yang pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari pendarahan). Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, akan menjadi pendeknya masa luteal. Penyebabnya ialah kongesti ovarium karena peradangan, endometritis, dan sebagainya.


(52)

a.2. Oligomenorea

Oligomenorea adalah siklus menstruasi lebih panjang, lebih dari 35 hari. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang. Penyebabnya adalah gangguan hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis, obat-obatan tertentu, bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit nutrisi yang buruk, olah raga yang berat, penurunan berat badan yang signifikan.

a.3. Amenorea

Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat. Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu:

1. Amenorea primer

Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer terjadi pada 0,1–2,5% wanita usia reproduksi

2. Amenorea sekunder

Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea (jumlah darah menstruasi sedikit), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa.

b. Perubahan lama menstruasi21, 31

b.1. Hipermenoreaataumenoragia

Hipermenorea adalah pendarahan menstruasi yang lebih banyak dari normal (lebih dari 8 hari). Terjadinya pada masa menstruasi yang mana menstruasi itu sendiri


(53)

teratur atau tidak. Pendarahan semacam ini sering terjadi dan menstruasinya biasanya

anovoasi penyebab terjadinya menoragia kemungkinan terdapat mioma uteri, polip endometrium atauhyperplasia endometrium (penebalan dinding rahim, dan biasanya terjadi pada ketegangan psikologi. Menoragia mungkin terjadi disertai dengan kondisi organik uterus, atau mungkin terjadi tanpa ada kelainan pada uterus. Hal ini disebut dengan perdarahan uterus disfungsional.

b.2. Hipomenorea

Hipomenorea adalah pendarahan menstruasi yang lebih pendek dari biasa dan/atau lebih kurang dari biasa penyebabnya kemungkinan gangguan hormonal, kondisi wanita dengan penyakit tertentu.

c. Perubahan pada pola menstruasi32

Pada keadaan ini terdapat gangguan siklus menstruasi, perdarahan terjadi dengan interval yang tidak teratur, dengan jumlah darah menstruasi bervariasi, pola menstruasi ini disebutmetrorargia.

d. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan menstruasi

d.1. Sindrompremenstruasi (pre-menstrual syndrom/ PMS)

Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya terjadi mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya menstruasi yang menghilang sesudah menstruasi datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti. Penyebab terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin faktor penting ialah ketidakseimbangan estrogen dan progesteron dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema. Dalam hubungan dengan kelainan hormonal, pada


(54)

premenstrual syndrom terdapat defisiensi luteal dan pengurangan produksi

progesterone.19

d.2. Dismenorea19, 32

Dismenorea adalah nyeri atau rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Nyeri sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. Keluhan ini biasanya baru timbul 2 atau 3 tahun sesudah menarche. Umumnya hanya terjadi pada siklus haid yang disertai pelepasan sel telur. Kadang-kadang juga pada siklus haid yang tidak disertai pengeluaran sel telur (disebut siklus anovulatory), terutama bila darah haid membeku di dalam rahim. Jadi rasa sakit terjadi ketika beku-bekuan itu didorong keluar rahim. Rasa sakit yang menyerupai kejang ini terasa di perut bagian bawah. Biasanya dimulai dua puluh empat jam sebelum menstruasi datang dan berlangsung sampai 12 jam pertama dari masa menstruasi. Derajat rasa nyerinya bervariasi mencakup ringan (berlangsung beberapa saat dan masih dapat meneruskan aktivias sehari-hari), sedang (karena sakitnya diperlukan obat untuk menghilangkan rasa sakit, tetapi masih dapat meneruskan pekerjaannya), berat (rasa nyerinya demikian beratnya sehingga memerlukan isirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya).

Sebab dismenoreadapat dibagi menjadi dua bagian yaitu dismenorea primer, semata-mata berkaitan dengan aspek hormonal yang mengendalikan uterus dan tidak dijumpai kelainan anatomis, umumnya dijumpai pada wanita dengan siklus haid berevolusi. Dismenorea sekunder, rasa nyeri yang terjadi saat menstruasi berkaitan dengan kelainan anatomis uterus seperti endometriosis dan infeksi kronik genitalia interna.


(55)

2.3.7. Penyebab Terganggunya Siklus Menstruasi33, 34

Banyak penyebab kenapa siklus menstruasi menjadi panjang atau sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus menstruasi yang tidak normal, tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus menstruasi, melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai :

a. Fungsi hormon terganggu

Menstruasi terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis siklus menstruasi pun akan terganggu.

b. Kelainan Sistemik

Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus menstruasi karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes, juga akan mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus menstruasinya pun tidak teratur.

c. Stress

Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena stress, wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Bila metabolisme terganggu, siklus menstruasi pun ikut terganggu.

d. Kelenjar Gondok


(1)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 41.955a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb

40.087 1 .000

Likelihood Ratio 43.897 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 41.734c 1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 190

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41,21. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 6,460.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik (Kontrasepsi Progestin / Kontrasepsi Kombinasi) 7.941 4.113 15.331 For cohort Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Terganggu 2.516 1.848 3.424 For cohort Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Terganggu .317 .209 .481

N of Valid Cases 190

Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik * Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total

Terganggu Tidak Terganggu

Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik

Kontrasepsi Progestin Count 80 8 88

% of Total 43.7% 4.4% 48.1%

Kontrasepsi Kombinasi Count 30 65 95

% of Total 16.4% 35.5% 51.9%

Total Count 110 73 183

% of Total 60.1% 39.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 67.064a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 64.613 1 .000

Likelihood Ratio 74.049 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 66.698c 1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 183

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,10. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 8,167.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik (Kontrasepsi Progestin / Kontrasepsi Kombinasi) 21.667 9.300 50.479 For cohort Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Terganggu 2.879 2.126 3.899 For cohort Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Terganggu .133 .068 .261


(2)

Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik * Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total Mengalami Spotting Tidak Mengalami Spotting

Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik

Kontrasepsi Kombinasi Count 55 55 110

% of Total 26.2% 26.2% 52.4%

Kontrasepsi Progestin Count 13 87 100

% of Total 6.2% 41.4% 47.6%

Total Count 68 142 210

% of Total 32.4% 67.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 32.751a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb

31.082 1 .000

Likelihood Ratio 34.708 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 32.595c 1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 210

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32,38. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -5,709.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kontrasepsi Hormonal Kategorik (Kombinasi / Progestin) 6.692 3.349 13.374 For cohort Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Mengalami Spotting 3.846 2.241 6.602 For cohort Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Mengalami Spotting .575 .470 .703

N of Valid Cases 210

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal * Gangguan Pola Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Gangguan Pola Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total

Teratur Tidak Teratrur

Lama Penggunaan Kontrasepsi

Hormonal

Penggunaan > 1 tahun Count 39 60 99

% of Total 22.4% 34.5% 56.9%

Penggunaan < 1 tahun Count 32 43 75

% of Total 18.4% 24.7% 43.1%

Total Count 71 103 174

% of Total 40.8% 59.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .189a 1 .664 .756 .390

Continuity Correctionb

.078 1 .780

Likelihood Ratio .189 1 .664 .756 .390

Fisher's Exact Test .756 .390

Linear-by-Linear Association .188c 1 .664 .756 .390 .112

N of Valid Cases 174

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30,60. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal (Penggunaan > 1 tahun / Penggunaan < 1 tahun) .873 .475 1.607 For cohort Gangguan Pola Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Teratur .923 .645 1.321 For cohort Gangguan Pola Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Teratrur 1.057 .822 1.360

N of Valid Cases 174

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal * Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total

Terganggu Tidak Terganggu

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Penggunaan > 1 tahun Count 60 34 94

% of Total 31.6% 17.9% 49.5%

Penggunaan < 1 tahun Count 40 56 96

% of Total 21.1% 29.5% 50.5%

Total Count 100 90 190

% of Total 52.6% 47.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 9.358a 1 .002 .002 .002

Continuity Correctionb

8.490 1 .004

Likelihood Ratio 9.439 1 .002 .002 .002

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 9.309c 1 .002 .002 .002 .001

N of Valid Cases 190

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,53. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -3,051.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal (Penggunaan > 1 tahun / Penggunaan < 1 tahun) 2.471 1.377 4.432 For cohort Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Terganggu 1.532 1.156 2.030 For cohort Lama Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Terganggu .620 .451 .852

N of Valid Cases 190

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal * Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total

Terganggu Tidak Terganggu

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Penggunaan > 1 tahun Count 65 25 90

% of Total 35.5% 13.7% 49.2%

Penggunaan < 1 tahun Count 45 48 93

% of Total 24.6% 26.2% 50.8%

Total Count 110 73 183

% of Total 60.1% 39.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 10.837a 1 .001 .001 .001

Continuity Correctionb


(4)

Likelihood Ratio 10.979 1 .001 .001 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 10.777c 1 .001 .001 .001 .001

N of Valid Cases 183

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,90. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal (Penggunaan > 1 tahun / Penggunaan < 1 tahun) 2.773 1.499 5.129 For cohort Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Terganggu 1.493 1.167 1.909 For cohort Siklus Menstruasi Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Terganggu .538 .366 .792

N of Valid Cases 183

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal * Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Crosstabulation Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Total Mengalami Spotting Tidak Mengalami Spotting

Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Penggunaan > 1 tahun Count 37 72 109

% of Total 17.6% 34.3% 51.9%

Penggunaan < 1 tahun Count 31 70 101

% of Total 14.8% 33.3% 48.1%

Total Count 68 142 210

% of Total 32.4% 67.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .253a 1 .615 .659 .361

Continuity Correctionb

.126 1 .722

Likelihood Ratio .253 1 .615 .659 .361

Fisher's Exact Test .659 .361

Linear-by-Linear Association .252c 1 .616 .659 .361 .104

N of Valid Cases 210

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32,70. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -,502.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal (Penggunaan > 1 tahun / Penggunaan < 1 tahun) 1.160 .650 2.072 For cohort Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Mengalami Spotting 1.106 .747 1.638 For cohort Spotting Setelah Penggunaan Kontrasepsi Hormonal = Tidak Mengalami Spotting .953 .791 1.149


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Status Nutrisi Dan Tingkat Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun Di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014

1 58 84

Perspektif Budaya Minang Terhadap Perawatan Ibu Postpartum di Wilayah Bromo Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai

2 49 78

Dampak Program Bank Sampah Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan

24 217 112

HUBUNGAN PENGGUNAAN DAN LAMA PENGGUNAAN JENIS KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN Hubungan Penggunaan dan Lama Penggunaan Jenis Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Keputihan Pada Akseptor Keluarga Berencana Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasu

2 4 18

KAJIAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN LAMA IBU MENYUSUI DI SUKOHARJO

0 0 14

2. Suntik 1 bulan - Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu Pus di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Keluarga Berencana 2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana - Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu Pus di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahu

0 0 34

HUBUNGAN JENIS DAN LAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA IBU PUS DI KELURAHAN BINJAI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN TAHUN 2014

0 0 16

DAMPAK PROGRAM BANK SAMPAH TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KELURAHAN BINJAI, KECAMATAN MEDAN DENAI, KOTA MEDAN

0 0 12

HUBUNGAN JENIS DAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP GANGGUAN MENSTRUASI PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA POSKESDES BINDU UPTD PUSKESMAS LUBUK RUKAM KECAMATAN PENINJAUAN TAHUN 2016

1 0 99