Perbandingan Kondisi Kawasan Padanglawas Sebelum dan Sesudah

Gambar 4.63. Diagram tentang kearifan lokal yang berkembang berkaitan pelestarian Penduduk Kawasan Padanglawas mempunyai kearifan lokal dalam budaya yang harus dilestarikan, yaitu Poda Na Lima, kearifan tradisional menekankan kebersihan baik jasmani maupun rohani. Ada lima hal yang penting, yakni : 1. paias rohamu = hati yang bersih, tidak ada dengki; 2. paias pamatangmu = badan yang bersih, baik bagi kesehatan; 3. paias parabitonmu = pakaian yang bersih, baik bagi kesehatan serta keindahan; 4. paias bagasmu = rumah yang bersih, baik bagi kesehatan serta keindahan; dan 5. paias pakaranganmu = lingkungan atau pekarangan yang bersih. 18

4.5.3. Perbandingan Kondisi Kawasan Padanglawas Sebelum dan Sesudah

Dimanfaatkan Sebagai Obyek Pariwisata Dalam kuesioner terhadap responden yang tinggal tidak jauh dari biarasitus cagar budaya terdapat beberapa pertanyaan menyangkut soal kondisi sebelum dan sesudah Kawasan Padanglawas dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.64. Diagram tentang aktivitas kepariwisataan sebelum 1991 Dari hasil kuesioner memperlihatkan bahwa penduduk di sekitar biarasitus cagar budaya melihat aktivitas kepariwisataan sebelum 1991 dinilai cukup serta ada pula yang tidak tahu adanya aktivitas kepariwisataan sebelum 1991 di Kawasan Padanglawas. Penduduk masih menilai buruk tentang adanya aktivitas kepariwisataan di Kawasan Padanglawas sebelum 1991. Dapat dikatakan bahwa aktivitas kepariwisataan sebelum 1991 belum baik. Gambar 4.65. Diagram tentang aktivitas kepariwisataan sesudah 1991 Universitas Sumatera Utara Hasil kuesioner di atas memperlihatkan bahwa aktivitas kepariwisataan sesudah 1991 mengalami perbaikan, dimana responden merasakan aktivitasnya cukup dan sangat baik. Hal ini diperlihatkan dengan adanya tontonan atau acara acara keyboard pada saat lebaran atau saat memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Gambar 4.66. Diagram tentang sosialisasi program pengembangan terkait dengan Kawasan Padanglawas sebelum 1991 Sosialisasi Program Pengembangan Terkait dengan Kawasan Padanglawas Sebelum 1991 dirasakan responden sudah cukup. Hal ini dirasakan oleh responden yang bekerja sebagai juru pelihara, mereka mendapatkan penyuluhan tentang kepariwisataan ataupun tentang peninggalan biarasitus cagar budaya, baik dari provinsi maupun dari pihak kabupaten. Walaupun sudah ada penyuluhan, tetapi dari hasil kuesioner masih memperlihatkan bahwa penduduk masih tidak tahu tentang program pengembangan di Kawasan Padanglawas sebelum 1991. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.67. Diagram tentang sosialisasi program pengembangan terkait dengan Kawasan Padanglawas sesudah 1991 Sesudah 1991 ternyata responden ternyata masih ada yang tidak tahu tentang sosialisasi program pengembangan terkait dengan Kawasan Padanglawas. Ada pula sebagian besar responden yang merasa sosialisasi program pengembangan sangat baik. Ketidaktahuan responden tentang sosialisasi program pengembangan dapat disebabkan karena kurangnya penyuluhan dan kurangnya keterlibatannya masyarakat dalam mengelola peninggalan budaya yang ada. Dilihat kegiatan sosialisasi dari sebelum 1991 hingga sesudah 1991 ada peningkatan, dari responden yang tidak tahu menjadi kegiatan sosialisasi dianggap sangat baik. Gambar 4.68. Diagram tentang manfaat sosial ekonomi Kawasan Padanglawas bagi warga sekitar sebelum 1991 Universitas Sumatera Utara Sebelum tahun 1991 respoden sebagian besar merasakan tidak tahu akan manfaat kawasan Padanglawas secara sosial ekonomi bagi warga sekitar. Bahkan ada yang merasa bahwa manfaat kawasan Padanglawas secara sosial ekonomi sangat buruk bagi mereka sebelum 1991. Gambar 4.69. Diagram tentang manfaat sosial ekonomi Kawasan Padanglawas bagi warga sekitar sesudah 1991 Untuk meningkatkan pendapatan responden berjualan dengan membuka kedai di sekitar lokasi bangunan biarasitus cagar budaya, mereka juga menyediakan tempat duduk atau balai-balai untuk tempat beristirahat pengunjung sambil membeli makanan dan minuman. Peningkatan penjualan dirasakan makin baik saat di sekitar lokasi diadakan keramaian, seperti adanya pentas saat lebaran atau saat memperingati hari Kemerdekaan Indonesia atau hari Lebaran. Dirasakan pula oleh penduduk sesudah tahun 1991, dimana jalan sudah diaspal, sehingga memudahkan mereka untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan kedai. Universitas Sumatera Utara Selain itu penduduk juga menyediakan lahan mereka untuk tempat parkir, baik untuk roda dua maupun roda empat. Pendapatan penduduk dapat meningkat tidak hanya melalui penjualan makanan atau minuman yang ada di kedai mereka, tetapi juga dapat melalui penjualan jasa, misalnya mereka menjadi pemandu wisata atau juga menyewakan sepeda kayuh ataupun sepeda motor, sehingga wisatawan dapat dengan mudah berkeliling dari satu biarasitus cagar budaya ke biarasitus cagar budaya yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 6 ayat dimana benda cagar budaya tertentu dapat dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang. Maksud kata orang adalah perorangan atau badan hukumyayasanperhimpunanperkumpulan dan badan yang sejenis. Sekalipun benda cagar budaya dikuasai oleh Negara, tetapi setiap orang juga dapat memiliki dan menguasai benda cagar budaya tertentu, dalam arti melaksanakan pengelolaan, pengampuan, atau tindakan sejenis, dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan pemanfaatannya bagi kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta pelestariannya. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.70. Diagram tentang dampak sosial budaya pengembangan Kawasan Padanglawas bagi warga sekitar sebelum 1991 Sebelum 1991 responden tidak tahu adanya dampak sosial budaya pengembangan Kawasan Padanglawas, bahkan ada responden yang menilai buruk dampak sosial budaya pengembangan Kawasan Padanglawas. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya penyuluhan dan kurang keterlibatan masyarakat dalam mengelola peninggalan biarasitus cagar budaya yang ada. Gambar 4.71. Diagram tentang dampak sosial budaya pengembangan Kawasan Padanglawas bagi warga sekitar sesudah 1991 Universitas Sumatera Utara Adanya peningkatan Kawasan Padanglawas sebagai obyek wisata membuat banyak pengunjung yang hadir, ada wisatawan domestik dan ada wisatawan mancanegara yang membawa budaya mereka masing-masing. Budaya yang dibawa oleh wisatawan inilah yang sering ditiru oleh penduduk sekitar, terutama kaum muda, sehingga mereka melihat hal-hal yang kurang baik dan tidak sesuai lagi dengan norma-norma budaya setempat. Hal ini terlihat dari hasil kuesioner, dimana sesudah 1991 dampak sosial budaya sangat buruk. Serta sangat disayangkan sekali bahwa di sekitar kawasan sudah tidak ada lagi sanggar tari atau perkumpulan kesenian yang nantinya dapat mendukung atraksi wisata. Gambar 4.72. Diagram tentang status Kawasan Padanglawas sebagai warisan dunia sebelum 1991 Responden tidak tahu adanya status Kawasan Padanglawas sebagai Warisan Dunia Sebelum 1991. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya papan informasi di Kawasan Padanglawas yang menyebutkan bahwa Cagar Budaya yang ada di Kawasan Padanglawas termasuk dalam World Heritage. Sampai saat ini Kawasan Universitas Sumatera Utara Padanglawas belum termasuk dalam daftar World Heritage, masih dalam taraf pendaftaran cagar budaya yang perlu dilestarikan. Gambar 4.73. Diagram tentang status Kawasan Padanglawas sebagai warisan dunia sesudah 1991 Responden di sekitar biara masih banyak yang tidak tahu tentang status Kawasan Padanglawas, responden tahu adanya biarasitus cagar budaya yang dikelola oleh pemerintah dan digunakan sebagai obyek wisata. Pemerintah berusaha melakukan penyuluhan berkaitan dengan kegiatan program kerja, tetapi penduduk belum tahu status kawasan. Penduduk yang mengetahui status kawasan hanya yang bekerja menjadi juru pelihara di lingkungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.74. Diagram tentang kelayakan Kawasan Padanglawas sebagai obyek daya tarik wisata international sebelum 1991 Responden sebelum 1991 tidak tahu tentang kelayakan Kawasan Padanglawas sebagai Obyek Daya Tarik Wisata International. Penyuluhan dan informasi tentang cagar budaya yang ada di Kawasan Padanglawas masih sangat kurang dan keterlibatan masyarakat dalam bidang kepariwisataan juga dirasakan kurang. Di dalam konsep ekomuseum pemberdayaan komuniti atau masyarakat diharapkan dapat diterapkan, sehingga masyarakat sekitar dapat memanfaatkan keberadaan biarasitus cagar budaya dan dapat hidup sejahtera. Gambar 4.75. Diagram tentang kelayakan Kawasan Padanglawas sebagai obyek daya tarik wisata international sesudah 1991 Universitas Sumatera Utara Sesudah 1991 responden masih tidak tahu akan arti pentingnya keberadaan biarasitus cagar budaya yang ada di daerahnya. Responden tahu akan keberadaan cagar budaya, tetapi tidak tahu bahwa cagar budaya tersebut layak dimanfaatkan sebagai obyek dan daya tarik wisata. Responden dalam hal ini adalah penduduk harusnya mulai sadar bahwa kehidupan mereka dapat meningkat jika mereka dapat memanfaatkan keberadaan biarasitus cagar budaya di Kawasan Padanglawas. Gambar 4.76. Diagram tentang nilai-nilai edukasi, budaya dan sejarah sebelum 1991 Sebelum 1991 penduduk tidak tahu bahwa ada nilai edukasi, budaya dan sejarah di Kawasan Padanglawas. Nilai edukasi atau ilmu pengetahuan sangat penting, terutama bagi pelajar yang datang untuk melihat benda cagar budaya tersebut. Mereka bahkan menilai buruk nilai edukasi, budaya dan sejarah yang ada di Kawasan Padanglawas. Mereka tidak mengetahui bahwa Cagar Budaya yang ada di Kawasan Padanglawas akan memberikan jati diri dan sejarah masyarakat sekitar dan bangsa Indonesia. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.77. Diagram tentang nilai-nilai edukasi, budaya dan sejarah sesudah 1991 Sesudah tahun 1991 responden sadar akan adanya nilai edukasi, budaya dan sejarah di biarasitus cagar budaya di Kawasan Padanglawas. Responden menilai cukup dan sangat baik nilai edukasi, budaya dan sejarah. Tidak ada keinginan belajar atau berusaha mengetahui nilai edukasi, budaya dan sejarah yang terkandung di masing-masing biarasitus yang dikunjungi wisatawan. Jika responden mau belajar tentang nilai edukasi, budaya dan sejarah, maka responden dapat menjadi pemandu wisata. Memanfaatkan Kawasan Padanglawas dengan menjadi pemandu wisata akan memberikan tambahan penghasilan bagi responden atau penduduk yang bermukim di Kawasan Padanglawas. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.78 Diagram tentang dampak kunjungan wisatawan sebelum 1991 Pada umumnya suatu daerah yang dijadikan obyek wisata akan memberikan dampak positif dan dampak yang negatif. Dampak positif didapatkan lewat peningkatan ekonomi. Hal didapatkan penduduk dengan memanfaatkan tinggalan budaya yang ada. Dampak negatif didapatkan dari kunjungan wisatawan adalah sampah, karena umumnya wisatawan membuang sampah tidak pada tempatnya. Hal ini terutama terjadi pada saat ada kegiatan pentas seni di lokasi biarasitus cagar budaya, sampah yang dihasilkan oleh pengunjung tidak terkirakan. Responden tidak paham bahwa harus melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka, kadang tidak sadar mereka ikut andil dalam pengerusakan warisan budaya. Umunya penduduk merasa memiliki nilai budaya dan sejarah historical sense, tetapi belum memiliki kesadaran berwarisan budaya heritage sense, sehingga masih kurang perduli akan keberadaan warisan leluhur. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.79 Diagram tentang dampak kunjungan wisatawan sesudah 1991 Dampak negatif lain yang dirasakan adalah pada bangunan biara itu sendiri, karena pada saat dilakukan kegiatan pentas seni di zona inti. Dinding-dinding biara dipaku dan sebagai akibatnya dinding biara rusak dan berlobang-lobang. Ini juga disebabkan karena tidak adanya kebijakan, strategi dan manajemen pelestarian yang jelas dan terarah. Semuanya mengakibatkan pudarnya keindahan biara dan lingkungannya. Sebagaimana diketahui bahwa warisan budaya di Kawasan Padanglawas terbuat dari bata yang sangat rentan terhadap kerusakan. Dampak negatif lain dari kunjungan wisatawan sesudah tahun 1991 dapat terlihat dengan adanya vandalisme berupa coretan-coretan pengunjung pada batu bata di biara. Foto kegiatan vandalisme akibat ulah manusia dapat dilihat pada lampiran 17. Dampak positif dirasakan responden dari kunjungan wisatawan yaitu dengan bertambahnya penghasilan dengan berjualan di sekitar biarasitus cagar budaya. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.80. Diagram tentang pembangunan sarana dan prasarana sebelum 1991 Sebelum 1991, pembangunan sarana dan prasarana dirasakan sangat buruk oleh responden, bahkan adapula responden yang tidak tahu dan sudah merasakan cukup pembangunan sarana dan prasarana. Hal ini memang dapat dimengerti, karena beberapa bangunan biarasitus cagar budaya belum dipugar dan dikelola dengan baik. Sebelum 1991, aksesibilitas berupa jalan masuk ke biarasitus cagar budaya belum diaspal, kamar kecil bagi pengunjung tidak ada, karena penduduk belum memanfaatkan biarasitus cagar budaya. Gambar 4.81. Diagram tentang pembangunan sarana dan prasarana sesudah 1991 Universitas Sumatera Utara Dari hasil kuesioner sebelum 1991 hingga sesudah 1999 tidak terlihat perubahan yang nyata dalam pembangunan sarana dan prasarana. Hasil pengamatan ke lokasi pada tahun 2008 memperlihatkan belum adanya fasilitas seperti rumah makan, kamar mandi dan kedai cindera mata yang memadai di masing-masing biarasitus cagar budaya. Sarana penginapan sudah mulai dibangun di daerah Gunung Tua yang dapat dikatakan cukup memadai bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Gunung Tua lokasinya tidak jauh dari biarasitus cagar budaya dan juga termasuk Kawasan Padanglawas.

4.6. Pembagian Ruang Dalam Upaya Pengelolaan Ekomuseum