terhadap peninggalan - peninggalan budaya yang mengalami kerusakan atau pelapukan, baik secara mekanis, khemis, maupun biotis. Tekanan tindakan lebih
bersifat kuratif atau pengobatan dan penanggulangan terhadap kerusakan. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan Bab I butir 3 menyebutkan bahwa
perlindungan adalah upaya pencegahan dan penanggulangan yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, dan kepunahan kebudayaan berupa gagasan,
karya budaya termasuk harkat dan martabat serta hak budaya yang dapat diakibatkan oleh perbuatan manusia ataupun karena proses alam. Bab III, Pasal 9 juga
menyebutkan bahwa perlindungan dapat dilakukan melalui usaha a mencatat, menghimpun, mengolah, dan menata informasi kebudayaan; b registrasi; c
pendaftaran atas hak kekayaan intelektual; d legalitas aspek budaya; e penelitian; dan f penegakan peraturan perundang-undangan Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, 1999.
2.2.3. Pengembangan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Pasal 78 menyebutkan bahwa 1 Pengembangan Cagar Budaya dilakukan
dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya; 2 Setiap orang dapat melakukan Pengembangan
Cagar Budaya setelah memperoleh: a izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
Universitas Sumatera Utara
b izin pemilik danatau yang menguasai Cagar Budaya. 3 Pengembangan Cagar Budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya
digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; 4 setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan
pendokumentasian. Dalam implementasinya pengembangan kawasan diwujudkan melalui
pengaturan peringkat peruntukan lahan dengan batas-batas yang dikenal sebagai sistem zonasi. Dalam sistem zonasi diperlukan pendekatan yang berbeda di setiap
kawasansitus sesuai dengan karakter yang dimiliki, misalnya kawasan urban tentu berlainan penanganannya kawasan di daerah pinggirankawasansitus perbukitan atau
pegunungan. Sistem zonasi terdiri atas a zona inti, area perlindungan utama untuk menjaga
bagian terpenting Cagar Budaya; b zona penyangga, area yang melindungi zona inti; c zona pengembamgan, area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi
cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi alam, lanskap budaya, dan kepariwisataan; dan dzona penunjang, area yang diperuntukan bagi sarana dan
prasarana penunjang untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum.
2.2.4. Pemanfaatan
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Pasal 85 dikatakan bahwa 1 Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial,
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata, 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang
dilakukan oleh setiap orang, 3 Fasilitasi berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana, danatau pelatihan, 4 Promosi dilakukan untuk
memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan
masyarakat.
Demikian pula dalam Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 062U1995 Bab VII Pasal 10, dikatakan bahwa pemanfaatan benda cagar budaya
diberikan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; dan penggandaan dilakukan dengan tetap
memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian benda cagar budaya.
4
Berkenaan dengan pemanfaatan cagar budaya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1990 Tentang Kepariwisataan yang selanjutnya merupakan dasar hukum dalam skala nasional untuk pedoman pengembangan dan pengelolaan pariwisata di Indonesia,
menyatakan bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya dimiliki bangsa Indonesia merupakan
sumber daya dan modal yang besar. Penyelenggaraan kepariwisataan selanjutnya tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan
hidup serta obyek dan daya tarik wisata Hardjasoemantri, 1997.
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Pasal 87 dikatakan bahwa Cagar Budaya yang pada saat ditemukan
sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan Cagar Budaya dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya danatau masyarakat hukum adat yang
memiliki danatau menguasainya.
Pemahaman cagar budaya yang pada saat ditemukan ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Pemanfaatan dapat digunakan untuk kepentingan kepariwisataan, penelitian, dan
pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan. Pehamaman bahwa
Cagar Budaya mengandung beberapa aspek nilai penting adalah sebagai berikut, pertama aspek kesejarahan, yakni sejauhmana Cagar Budaya dilatarbelakangi
peristiwa sejarah yang dianggap penting serta berkaitan secara simbolis dengan peristiwa terdahulu. Kedua adalah aspek ilmu pengetahuan, yakni deposit mutu serta
keluasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada Cagar Budaya. Kemudian ketiga adalah aspek kebudayaan, yakni peran penting Cagar Budaya pada suatu
masyarakat, terutama berkaitan dengan tradisi, kesenian, maupun kepercayaan setempat. Adapun yang keempat, adalah aspek sosial ekonomi, berkenaan dengan
peran penting Cagar Budaya bagi aspek nilai dan kehidupan masyarakat, seperti
pendidikan, jatidiri, dan citra kawasan.
Sumberdaya budaya masih sangat terbatas pemberdayaannya, dan penggaliannya belum dilakukan secara optimal. Oleh karena itu obyek-obyek yang
ada, perlu terus digali agar dapat meningkatkan kualitas kepariwisataan, karena
sumberdaya budaya adalah produk,
- Ciptaan manusia;
Universitas Sumatera Utara
- Pola hidup masyarakat tata hidup masyarakat;
- Senibudaya; dan
- Sejarah bangsa, ditekankan pada budaya Brahmana, 2002.
Pemanfaatan dan pengembangan cagar budaya juga harus memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan
sustainable development Anonim, 1997 yaitu, -
Konservasi conservation; -
Peningkatan amelioration; -
Kehati-hatian dan pencegahan precaution and prevention; dan -
Perlindungan protection -
Pencemar pembayar the polluter pays.
2.2.5. Pendokumentasian