10 untuk peduli terhadap diri mereka sendiri Hainstock, 1997:58. Keberhasilan
lainnya adalah Montessori dapat membawa anak-anak yang kurang beruntung tersebut memperoleh hasil yang optimal pada ujian negara Montessori, 2002:38.
2.1.1.2 Karakteristik Metode Montessori
Secara garis besar terdapat tiga hal yang menjadi prinsip dasar dari metode Montessori yaitu filosofi yang digunakan, tugas pendidik dalam pembelajaran dan
adanya alat peraga Hainstock, 1997. Ketiga prinsip dasar tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang berlandaskan
pada perkembangan anak dan pembelajaran berbasis panca indera. Keberhasilan dari pelaksanaan metode ini dapat dilihat saat anak mampu melakukan suatu tugas
perkembangan sesuai dengan kemampuan dan kesiapan anak. Esensi metode Montessori terletak pada filosofinya terhadap anak, yaitu
“Teach Me to Do It Myself”. Filosofi tersebut mengandung makna bahwa Montessori mempercayai kemampuan seorang anak untuk bekerja dan
menemukan cara belajarnya sendiri Seldin, 2006:12. Seorang anak akan belajar ketika anak tersebut sudah memiliki kesiapan dan kemauan untuk belajar.
Berlandaskan filosofi tersebut Montessori menghormati kemerdekaan atau kebebasan setiap individu untuk belajar sesuai dengan tingkat kesiapan masing-
masing individu sehingga hasil belajar yang dicapai setiap anak adalah berbeda dan tidak diukur bentuk nilai melainkan secara kualitatif kemajuan yang dibuat
oleh anak setiap harinya. Montessori menggunakan kebebasan setiap anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak
Montessori, 2002:86. Bagi Montessori, disiplin bertujuan untuk membuat anak aktif dan melakukan sesuatu untuk berbuat baik, bukan untuk diam, tidak
bergerak, taat dan pasif. Kedisiplinan anak dapat terwujud melalui dukungan guru dengan memperbolehkan mereka memilih aktivitas yang ada di lingkungan
belajarnya dan teman bekerja Koh dan Frick, 2010:1. Montessori juga mempercayai adanya potensi kreativitas anak-anak dan hak anak-anak untuk
dihargai sebagai dirinya dan tidak harus hanya mengikuti guru atau temannya saja. Anak-anak dibiarkan berkembang sendiri menurut bakat dan minat masing-
masing, sementara guru hanya berdiri di belakang. Dasar metode Montessori mengilhami salah satu tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara
11 1889-
1959. Hal tersebut tercermin pada semboyan “Tut Wuri Handayani” yang berarti bahwa guru sebagai pendidik yang berdiri di belakang tetapi memengaruhi
dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri atau mengembangkan kreativitas dan kemampuannya Rahardjo, 2009:61-62.
Berdasarkan karakteristik metode Montessori terdapat tiga kriteria mengenai bagaiman pembelajaran semestinya diberikan kepada anak, yaitu 1
singkat, 2 sederhana, dan 3 objektif Montessori, 2002:108. Pelajaran sebaiknya diberikan dengan singkat. Singkat yang dimaksudkan adalah
menghilangkan kata-kata yang tidak berguna dalam pembelajaran. Ketika seorang pendidik mempersiapkan pelajaran yang akan diberikannya, pendidik mesti
sungguh-sungguh mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkannya untuk menilai perlu tidaknya kata-kata tersebut. Pelajaran sebaiknya sederhana.
Sederhana yang dimaksudkan adalah pemilihan kata-kata yang akan digunakan haruslah merupakan kata yang paling sederhana dan mengacu pada kebenaran.
Pelajaran sebaiknya objektif. Dalam hal ini, pelajaran diberikan kepada anak dengan semestinya, guru tidak boleh menarik perhatian anak kepada dirinya
melainkan hanya kepada objek yang ingin guru terangkan. Penjelasan singkat dalam pembelajaran haruslah merupakan penjelasan mengenai objek yang akan
dipelajari oleh anak. Karakteristik lain dari metode Montessori adalah adanya alat peraga yang
memiliki pengendali kesalahan dengan tujuan anak dapat mengoreksi kesalahan dan memperbaikinya sendiri. Alat peraga tersebut diproduksi oleh Montessori
sendiri dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin Hainstock, 1997:13. Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada dalam
tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Beberapa alat
peraga yang diciptakan Montessori untuk pembelajaran matematika dan bahasa adalah papan pasir, kartu huruf, kartu angka, tongkat asta merah-biru, menara
pink, manik-manik satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, dan kartu gambar.
2.1.2 Karakteristik Alat Peraga