11 1889-
1959. Hal tersebut tercermin pada semboyan “Tut Wuri Handayani” yang berarti bahwa guru sebagai pendidik yang berdiri di belakang tetapi memengaruhi
dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri atau mengembangkan kreativitas dan kemampuannya Rahardjo, 2009:61-62.
Berdasarkan karakteristik metode Montessori terdapat tiga kriteria mengenai bagaiman pembelajaran semestinya diberikan kepada anak, yaitu 1
singkat, 2 sederhana, dan 3 objektif Montessori, 2002:108. Pelajaran sebaiknya diberikan dengan singkat. Singkat yang dimaksudkan adalah
menghilangkan kata-kata yang tidak berguna dalam pembelajaran. Ketika seorang pendidik mempersiapkan pelajaran yang akan diberikannya, pendidik mesti
sungguh-sungguh mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkannya untuk menilai perlu tidaknya kata-kata tersebut. Pelajaran sebaiknya sederhana.
Sederhana yang dimaksudkan adalah pemilihan kata-kata yang akan digunakan haruslah merupakan kata yang paling sederhana dan mengacu pada kebenaran.
Pelajaran sebaiknya objektif. Dalam hal ini, pelajaran diberikan kepada anak dengan semestinya, guru tidak boleh menarik perhatian anak kepada dirinya
melainkan hanya kepada objek yang ingin guru terangkan. Penjelasan singkat dalam pembelajaran haruslah merupakan penjelasan mengenai objek yang akan
dipelajari oleh anak. Karakteristik lain dari metode Montessori adalah adanya alat peraga yang
memiliki pengendali kesalahan dengan tujuan anak dapat mengoreksi kesalahan dan memperbaikinya sendiri. Alat peraga tersebut diproduksi oleh Montessori
sendiri dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin Hainstock, 1997:13. Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada dalam
tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Beberapa alat
peraga yang diciptakan Montessori untuk pembelajaran matematika dan bahasa adalah papan pasir, kartu huruf, kartu angka, tongkat asta merah-biru, menara
pink, manik-manik satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, dan kartu gambar.
2.1.2 Karakteristik Alat Peraga
Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang diciptakan dan dikembangkan oleh Montessori melalui berbagai observasi yang dilakukannya
12 terhadap anak-anak didiknya di Casa Dei Bambini. Seluruh alat peraga yang ada
berfungsi sebagai sumber belajar sekaligus guru bagi anak Montessori, 2002:36 83. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya empat karakteristik yang ada pada
alat peraga, yaitu 1 menarik, 2 bergradasi, 3 auto-education, dan 4 auto- correction
Montessori, 2002:169-175. Keempat karakteristik alat peraga Montessori diterapkan oleh peneliti dalam mengembangkan alat peraga berupa
papan perkalian. Peneliti juga menambahkan karakteristik kontesktual pada alat peraga yang dikembangkan. Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar daerah penelitian dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam pembuatan serta pengembangan alat peraga.
Dengan demikian terdapat lima karakteristik yang digunakan oleh peneliti dalam mengembangkan papan perkalian.
1. Menarik
Setiap alat peraga Montessori diciptakan menarik perhatian anak dengan tujuan agar anak memiliki keinginan untuk memegang dan merasakan alat
tersebut Montessori, 2002:174-175. Alat peraga yang menarik memiliki nilai keindahan dari warna dan kecerahannya. Warna-warna yang
digunakan pada alat peraga Montessori merupakan warna terang dan lembut.
2. Bergradasi
Gradasi dalam alat peraga Montessori merupakan rasional gradasi dari suatu rangsangan Montessori, 2002:175. Penekanan gradasi dalam
pembelajaran Montessori terletak pada rasional anak yang terbentuk secara bertahap ketika bekerja menggunakan alat peraga. Dalam pembentukan
rasional tersebut, anak dapat melibatkan warna pada alat peraga dan lebih dari satu alat indera.
Sebagai contohnya pada permainan menggunakan alat peraga “pink tower
”. Alat peraga tersebut terdiri dari 10 kubus dengan ukuran yang bergradasi. Kubus pertama berukuran 10 cm untuk setiap sisinya. Kubus
kedua berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus pertama. Kubus ketiga berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus kedua dan begitu seterusnya sampai
kubus kesepuluh. Pada awal permainan, anak akan menurunkan satu per
13 satu balok-balok tersebut pada karpet. Selanjutnya anak berlatih membuat
sebuah menara pink dengan menyusun kubus-kubus tersebut dari yang terbesar sampai yang terkecil Montessori, 2002:174. Permainan ini
merupakan permainan yang paling menyenangkan bagi anak yang mulai berusia 2 tahun. Melalui permainan “pink tower”, rasionalitas anak
mengenai ukuran terbentuk secara bertahap.
3. Auto-education Pembelajaran Mandiri
Alat peraga Montessori diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dengan memperhatikan ukuran dan bentuk alat
peraga. Hal tersebut bertujuan agar anak dapat mengambil, membawa, dan bekerja dengan alat peraga tanpa bantuan dari orang lain. Anak dapat
memahami sendiri suatu pengetahuan melalui penggunaan alat peraga. Sebagai salah satu contohn
ya adalah satu set blok “incastri solidi” yang disebut dengan inkastri. Alat peraga ini terdiri dari sepuluh kayu berbentuk
silinder dengan ukuran bergradasi sekitar 2 mm Montessori, 2002:169. Permainan yang dilakukan dengan alat peraga ini adalah anak
memasangkan setiap silinder dengan lubang yang sesuai. Selama melakukan permainan tersebut, anak akan menyelesaikan permainannya
tanpa ada intervensi dari orang lain. Anak-anak merasa sangat senang dengan permainan tersebut. Melalui permainan ini, anak dapat memahami
hubungan antara inkastri dengan lubang pada blok. Anak mempelajari bahwa setiap inkastri hanya akan bisa masuk pada lubang yang sesuai
dengan ukuran inkastri. Hal terpenting yang dipelajari anak dari permainan tersebut adalah mengenai dimensi ukuran Montessori, 2002:169.
4. Auto-correction Memiliki Pengendali Kesalahan
Setiap alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan yang bertujuan agar anak dapat mengetahui kebenaran dan ketepatan dalam
aktivitas yang dilakakukannya bersama suatu alat peraga dengan sendirinya tanpa adanya intervensi dari orang lain. Contohnya pada saat
anak melakukan permainan “incastri solidi”, ketika anak melakukan kesalahan dalam memasangkan inkastri dengan lubangnya, anak akan
mengeluarkan inkastri tersebut kemudian melakukan percobaan berulang-
14 ulang hingga dia dapat memasukkan inkastri pada lubang yang tepat dan
merasa puas Montessori, 2002:170-171. Pengendali kesalahan dalam pembelajaran Montessori tidak hanya
terdapat pada setiap alat peraga, namun juga terdapat pada lingkungan pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang dipersiapkan dengan
adanya pengendali kesalahan, misalnya meja dan kursi yang digunakan oleh anak-anak Montessori, 2002:83. Jika anak melakukan gerakan yang
tidak tepat ketika duduk atau berdiri, meja yang ada di dekatnya atau kursi yang digunakannya akan memunculkan suara. Melalui suara tersebut anak
mengetahui bahwa gerakan yang dilakukannya tidak tepat.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kelima karakteristik tersebut sebagai dasar pengembangan papan perkalian. Penerapan karakteristik menarik
pada papan perkalian terletak pada warna kancing perkalian. Alat peraga yang dikembangkan juga menarik anak untuk memegang dan menggunakannya.
Karakteristik bergradasi terletak pada warna kancing perkalian dan penggunaan indera perabaan anak. Pada saat anak memejamkan mata, anak tetap dapat
mengetahui bahwa setiap lubang pada papan dalam kondisi kosong atau terisi kancing dengan menggunakan indera perabanya. Karakteristik auto-education
ditunjukkan dengan kemandirian anak dalam belajar perkalian tanpa adanya bantuan dari teman atau guru. Karakteristik auto-correction terdapat pada papan
perkalian yang ditunjukkan pada lubang-lubang di papan perkalian, kartu bilangan, dan jawaban yang ada di sebalik kartu soal. Setiap lubang pada papan
perkalian hanya dapat digunakan untuk meletakkan satu kancing perkalian. Karakteristik terakhir yang dikembangkan pada alat peraga adalah kontekstual.
Peneliti memanfaatkan kayu dan tempurung kelapa sebagai bahan dasar pembuatan alat peraga. Kedua bahan dasar tersebut merupakan potensi lokal yang
terdapat di lingkungan sekolah.
2.1.3 Alat Peraga Perkalian Montessori