Pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori untuk siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta.

(1)

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA

PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN ALA MONTESSORI UNTUK SISWA KELAS I SD KREKAH YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Theresia Kristi Panca Wijayanti NIM: 091134027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

i PENGEMBANGAN ALAT PERAGA

PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN ALA MONTESSORI UNTUK SISWA KELAS I SD KREKAH YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Theresia Kristi Panca Wijayanti NIM: 091134027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING


(4)

iii HALAMAN PENGESAHAN


(5)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang berkenan memberikan rahmat dan cinta kasih-Nya kepada saya.

2. Kedua nenek saya tercinta, Alm. Tuniyah dan Laminem yang selalu memberikan doa dan dukungan selama ini.

3. Kedua orang tua saya, Alexius Waluyo Subroto dan Lucia Muntiwi tercinta yang selalu setia memberikan dukungan, bimbingan, kasih sayang, dan doa.

4. Keempat kakak saya, Sr. Baptista, S. Kristanto Dwi A. U., C. K. Tri Werdiningtyas, dan M. Kristiarso Wibowo C. Y., yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini.

5. Kedua adik saya L. Kristiawan Satria Sadyoga dan A. Kristi Septiani Setyaningwidhi yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini. 6. Semua saudara yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya

selama ini.

7. Sahabat dan teman telah memberikan dukungan dan doa selama ini. 8. Teman-teman seperjuangan PGSD ’09.


(6)

v HALAMAN MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan

kekekalan dalam hati mereka

.”

(Pengkotbah, 3:11)

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan

mendapat; ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu.”


(7)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Mei 2013 Peneliti,


(8)

vii PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama : Theresia Kristi Panca Wijayanti

Nomor Mahasiswa : 091134027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

Pengembangan Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan Ala Montessori untuk Siswa Kelas I SD Krekah.

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 30 Mei 2013 Yang menyatakan,


(9)

viii ABSTRAK

Wijayanti, Theresia Kristi Panca. (2013). Pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori untuk siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode penelitian pengembangan, alat peraga Montessori, penjumlahan dan pengurangan, dan matematika.

Alat peraga merupakan komponen penting dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Alat peraga memudahkan siswa untuk memahami konsep yang abstrak melalui benda konkret. Sementara itu, salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran adalah metode Montessori. Fenomena yang terjadi, alat peraga Montessori masih mahal karena menggunakan bahan berstandar khusus dan belum diproduksi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SD semester genap SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (R&D). Langkah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 4 tahap yaitu, (1) kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) analisis kebutuhan dan pengembangan perangkat pembelajaran, (3) produksi alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan, dan (4) validasi dan revisi produk, sehingga dihasilkan prototipe produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan kelas I semester genap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap memiliki lima ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual; dan (2) memiliki kualitas “sangat

baik” berdasarkan skor rerata validasi produk dari pakar pembelajaran

matematika, pakar alat peraga, guru kelas I, dan siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta, serta peningkatan skor posttest siswa sebesar 73,44%. Dengan demikian alat peraga penjumlahan dan pengurangan yang dikembangkan sudah layak untuk digunakan dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas I semester genap.


(10)

ix

ABSTRACT

Wijayanti, Theresia Kristi Panca. (2013). Developing a set of Montessori addition and subtraction materials for the 1 grade students of Krekah Primary School, Yogyakarta. A Thesis. Yogyakarta: Primary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, Montessori materials, addition and subtraction, and mathematics.

Media are an important component of learning in Primary School. They help students to understand the abstract concepts through concrete objects. One of the learning methods that make use of materials is the Montessori Method. The Montessori materials, however, are still very expensive because they use special standardized material and have not been produced in Indonesia. The study was aimed at developing a set of Montessori addition and subtraction materials for the

1 grade students at Krekah Primary School, Yogyakarta in the second term of the academic year of 2012/2013.

This study employed the Research and Development method (R&D). The development procedures consist of four steps: 1) examining the competency standard and the math concept, 2) analyzing the students' needs, 3) producing the Montessori addition and subtraction materials, and 4) validating and revising the prototype of Montessori addition and subtraction materials.

The result of the research showed that 1) the set of Montessori addition and subtraction materials developed satisfied the five criteria. It was interesting/attractive, it contained a rational gradation of stimuli, auto-education, auto-correction, and it was contextual; and 2) it was measured as “very good” after a quality assessment involving a couple of Math education experts, the class teacher, and the group of students. The posttest scores of students increased by 73.44%. It could be concluded, therefore, that the developed Montessori material for addition and subtraction was appropriate and ready to test on a wider audience.


(11)

x PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan Ala Montessori untuk Siswa Kelas I SD Krekah Yogyakarta. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan terwujud seperti adanya sekarang ini. Karena itu, dengan hati yang tulus perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD sekaligus

pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penulisan skripsi hingga selesai.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Ag. Kustulasari 81, S.Pd., M.A. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada peneliti dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.

5. Wiyanta, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Krekah Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah.

6. Lisa Erviana, S.Pd.SD. selaku guru kelas I SD Krekah Yogyakarta yang telah memberikan ijin, bantuan, dan dan partisipasi dalam pelaksanaan penelitian.


(12)

xi 7. Veronika Fitri Rianasari, M.Si. selaku pakar pembelajaran matematika yang telah memberikan kontribusi dan bantuan dalam penelitian pengembangan ini.

8. Andri Anugrahana, M.Pd. selaku pakar alat peraga yang memberikan kontribusi dan bantuan dalam penelitian pengembangan ini.

9. Seluruh siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang telah memberikan waktu kepada peneliti untuk bekerja sama selama penelitian berlangsung

10. Kedua orang tua saya, Alexius Waluyo Subroto dan Lucia Muntiwi yang telah memberikan dukungan materi maupun moril kepada peneliti.

11.Keempat kakak saya, Sr. Baptista, S. Kristanto Dwi A. U., C. K. Tri Werdiningtyas, dan M. Kristiarso Wibowo C. Y., yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini.

12.Kedua adik saya L. Kristiawan Satria Sadyoga dan A. Kristi Septiani Setyaningwidhi yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini. 13.Budhe Kus, Mas Bayu, dan Mas Nanang yang telah memberikan bantuan,

fasilitas, dan dukungan selama penelitian.

14.Teman-teman saya satu perjuangan skripsi payung Montessori, Dian Aprelia Rukmi, Mukti Sari Putri, dan Esterlita Pratiwi. Sebuah kebanggaan bisa berjuang bersama kalian.

15.Sahabat-sahabat saya, Dian Aprelia Rukmi, Maria Yuanita Kurniasih, Yuni Darojatiningtyas, Martina Setyowati, Natalia Susanti, Risti Pamudji, Y. Sigit Dwi W., dan Bonaventura Ika A. R. Sebuah berkat dan keajaiban dapat mengenal dan berbagi cerita bersama kalian.

16.Teman-teman PGSD angkatan 2009 kelas A, Deny Adventy S., Silvia Erawati, A. Risca Putantri, Maria Assumpta P. R., Debora Nareswari Widya P., Gorius Geor, Heronimus Yudi K., Yoga Dharmawan, dan semuanya yang selalu memberikan motivasi untuk terus berkembang. Selamanya kita tetap bersaudara.

17.Teman-teman kelompok PPL SD Krekah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian.


(13)

xii 18.Keluarga kecil di kos TB X No.12, Ibu Sri Wahyuningsih, Bapak

Abdullah Edris, Natalia Susanti, Tari, Noni, Fakih, Noufal, dan Awan. 19.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih

untuk bantuan, dukungan, dan doanya selama ini.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan menuju lebih sempurnanya skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat untuk dunia pendidikan. Terima kasih.

Penulis,


(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR DIAGRAM ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Produk ... 5

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB IILANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1Metode Montessori ... 8

2.1.1.1Sejarah Metode Montessori ... 8

2.1.1.2Karakteristik Metode Montessori ... 9


(15)

xiv

2.1.2.1Menarik ... 11

2.1.2.2Bergradasi ... 11

2.1.2.3Auto-education ... 12

2.1.2.4Auto-correction ... 13

2.1.3Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan Ala Montessori ... 14

2.1.4Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan di Kelas I SD ... 15

2.1.5Karateristik Perkembangan Siswa SD ... 16

2.1.5.1Karakteristik Perkembangan Siswa SD Kelas I (7-8 tahun) ... 18

2.2 Penelitian yang Relevan ... 19

2.2.1Pengembangan Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan ... 19

2.2.2Penelitian tentang Metode Montessori ... 20

2.3 Kerangka Berpikir ... 23

2.4 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Setting Penelitian ... 28

3.2.1Objek Penelitian ... 28

3.2.2Lokasi Penelitian ... 29

3.2.3Subjek Penelitian ... 29

3.3 Prosedur Pengembangan ... 29

3.4 Uji Validasi Produk ... 32

3.4.1Uji Validasi Produk oleh Para Ahli ... 32

3.4.2Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 32

3.5 Instrumen Penelitian ... 32

3.5.1Jenis Data ... 32

3.5.1.1Analisis kebutuhan ... 33

3.5.1.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 33

3.5.1.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 34

3.5.2Instrumen Pengumpulan Data ... 34

3.5.2.1Analisis Kebutuhan ... 34


(16)

xv

3.5.2.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 35

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6.1Analisis Kebutuhan ... 36

3.6.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 37

3.6.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan ... 37

3.6.3.1Tes ... 37

3.6.3.2Kuesioner ... 38

3.7 Teknik Analisis Data ... 38

3.7.1Analisis Kebutuhan ... 38

3.7.2Validasi Produk oleh Para Ahli ... 38

3.7.3Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 39

3.7.3.1Tes Jawaban Singkat (Short Answer) ... 39

3.7.3.2Kuesioner ... 40

3.8 Jadwal Penelitian ... 41

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Materi Pembelajaran ... 42

4.2 Analisis Kebutuhan dan Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 42

4.2.1Wawancara terhadap Kepala Sekolah, Guru Kelas I, dan 7 Siswa Kelas I .. 42

4.2.2Observasi terhadap Pembelajaran Matematika di Kelas I ... 43

4.2.3Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 43

4.2.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 43

4.2.3.2Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 44

4.3 Produksi Alat Peraga Montessori untuk Penjumlahan dan Pengurangan ... 46

4.3.1Desain ... 46

4.3.1.1Alat Peraga ... 46

4.3.1.2Album Alat Peraga ... 49

4.3.2Pembuatan Alat Peraga ... 50

4.4 Validasi dan Revisi Produk ... 52

4.4.1Hasil Validasi ... 54

4.4.1.1Pakar Pembelajaran Matematika ... 54


(17)

xvi

4.4.1.3Guru Kelas I ... 55

4.4.2Analisis I ... 56

4.4.3Revisi Produk ... 56

4.4.4Uji Coba Lapangan Terbatas ... 57

4.4.4.1Tes ... 60

4.4.4.2Kuesioner ... 61

4.4.5Analisis II ... 62

4.4.6Penilaian Akhir ... 62

4.4.6.1Guru Kelas I ... 63

4.4.6.2Siswa Kelas I ... 64

4.4.6.3Peneliti ... 64

BAB VPENUTUP ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 66

5.3 Saran ... 66

DAFTAR REFERENSI ... 67


(18)

xvii DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Literature map penelitian-penelitian yang relevan ... 23 Bagan 3.1 Langkah-langkah penelitian R&D menurut Sugiyono ... 27 Bagan 3.2 Langkah-langkah penelitian R&D menurut Borg & Gall ... 28 Bagan 3.3 Prosedur penelitian pengembangan mengadopsi model Sugiyono dan


(19)

xviii DAFTAR TABEL

Tabel 3.8.Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif Skala Lima

menurut Sukardjo ... 38

Tabel 4.2 Konversi Skala Lima ... 52

Tabel 4.3 Kriteria Skor Skala Lima ... 53

Tabel 4.8 Komentar Ahli terhadap Produk dalam Uji Validasi ... 55


(20)

xix DAFTAR DIAGRAM


(21)

xx DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Analisis Kebutuhan

Lampiran 1.1 Kisi-kisi Wawancara ... 71

Lampiran 1.2 Kisi-kisi Kuesioner ... 71

Lampiran 1.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan Terhadap Guru ... 72

Lampiran 1.4 Kuesioner Analisis Kebutuhan Terhadap Siswa ... 76

Lampiran 1.5 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 78

Lampiran 2. Instrumen Validasi Ahli Lampiran 2.1 Kisi-kisi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Ahli ... 80

Lampiran 2.2 Rekapitulasi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Pakar Pembelajaran Matematika ... 80

Lampiran 2.3 Rekapitulasi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Pakar Alat Peraga ... 81

Lampiran 2.4 Rekapitulasi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Guru Kelas I. ... 81

Lampiran 2.5 Resume Hasil Penilaian Alat Peraga oleh Para Ahli ... 82

Lampiran 3. Uji Coba Lapangan Terbatas dengan Tes Lampiran 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Pretest dan Posttest ... 83

Lampiran 3.2 Sampel Pretest ... 84

Lampiran 3.3 Sampel Posttetst ... 85

Lampiran 4. Kuesioner uji Coba Lapangan Terbatas Lampiran 4.1 Kisi-Kisi Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Siswa ... 86

Lampiran 4.2 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Siswa .. 86

Lampiran 4.3 Sampel Kuesioner Penilaian Alat Peraga oleh Siswa ... 87

Lampiran 5. Surat permohonan Ijin Penelitian ke SD ... 89


(22)

xxi Lampiran 7. Dokumentasi

Lampiran 7.1 Desain Alat Peraga

Lampiran 7.1.1 Desain Kancing Penjumlahan dan Pengurangan ... 91 Lampiran 7.1.2 Desain Kotak Alat Peraga dan Tutupnya ... 92 Lampiran 7.1.3 Desain Kotak Soal ... 93 Lampiran 7.2 Kancing Penjumlahan dan Pengurangan ... 94 Lampiran 7.3 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 95


(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang dikembangkan, dan (6) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Siswa Sekolah Dasar (SD) merupakan anak-anak yang berusia 7-12 tahun. Pada usia ini anak memiliki karakteristik tersendiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut teori kognitif Jean Piaget anak usia 7-12 tahun berada pada tahap operasional konkret dan tahap awal operasi formal (Suparno, 2001:25). Pada tahap operasional konkret pemikiran anak sudah berdasarkan logika atau aturan logis tertentu. Anak sudah mampu memecahkan masalah dengan pemikiran yang lebih teratur dan terarah menggunakan logikanya namun masih terbatas pada masalah konkret. Pada tahap ini konsep akan bilangan, waktu, dan ruang juga semakin terbentuk. Pada aspek afektif anak mulai mencari teman dan menyadari bahwa orang lain memiliki pemikiran yang lain. Aspek psikomotorik ditandai dengan kesukaan anak pada usia ini untuk melakukan aktivitas motorik. Berdasarkan uraian ketiga aspek tersebut dapat diketahui bahwa anak pada usia SD memiliki karaktersitik tersendiri. Berkaitan dengan hal tersebut pentinglah menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembelajaran menurut Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pengertian tersebut berarti bahwa hal pokok dalam pembelajaran adalah terciptanya komunikasi dua arah antara pendidik ke siswa, siswa ke pendidik, dan siswa ke siswa. Sementara itu, Sugiyono dan Hariyanto (2011:17) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantung dan terorganisir antara kompetensi yang harus diraih siswa, materi pelajaran, pokok bahasan, metode dan pendekatan pengajaran, media pengajaran, sumber belajar,


(24)

2 pengorganisasian kelas, dan penilaian. Masing-masing komponen memiliki peran dan kontribusi bagi terlaksananya suatu pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila pemilihan dan penggunaan semua komponen tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berkaitan dengan pengertian pembelajaran dalam UU Pendidikan No. 20 tahun 2003, pemilihan dan penggunaan komponen yang tepat dapat memfasilitasi terciptanya proses interaksi dua arah dalam pembelajaran. Pada pembelajaran bagi siswa SD salah satu komponen yang penting untuk mendukung terciptanya interaksi tersebut adalah media pembelajaran. Berkaitan dengan karakteristik siswa SD pada uraian sebelumnya, media yang dapat diupayakan dalam pembelajaran pada siswa SD adalah alat peraga.

Salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga adalah metode Montessori. Metode Montessori merupakan sebuah metode pembelajaran yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Montessori, seorang dokter wanita Italia yang memiliki keprihatinan khusus terhadap dunia anak-anak dan pendidikan. Metode ini menekankan pembelajaran yang berbasis sensorial. Untuk mendukung hal tersebut Montessori membuat alat peraga atau didactic apparatus yang dapat digunakan oleh anak. Esensi dari metode Montessori terletak pada

proses “normalisasi” seorang anak untuk berkembang. Anak memiliki kesempatan untuk berkembang secara alami sesuai dengan tuntunan dari lingkungannya. Dalam proses tersebut muncul motivasi intrinsik dari seorang anak untuk bekerja yang mendukung terciptanya konsentrasi penuh (flow theory) dan kemampuan untuk menjadi tuan atas dirinya (Kahn, 2003:1). Esensi tersebut didukung dengan filosofi Montessori terhadap anak, bahwa anak merupakan individu yang unik dan memiliki kemampuan melakukan sesuatu menggunakan kemampuannya sendiri sehingga patut untuk dihormati (Seldin, 2006:12). Metode ini berawal dari hasil observasi yang dilakukannya terhadap anak-anak didiknya di Casa Dei Bambini, sebuah sekolah yang didirikan untuk anak-anak yang kurang beruntung di daerah pinggiran Itali. Montessori berhasil membawa anak-anak tersebut lulus dalam ujian nasional yang diselenggarakan untuk anak-anak yang bersekolah di sekolah umum. Berdasarkan keberhasilan tersebut metode ini menjadi metode pembelajaran yang diakui oleh dunia.


(25)

3 Metode Montessori bukan menjadi hal yang baru dalam pendidikan di Indonesia. Dewasa ini beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan metode ini seiring dengan banyaknya penelitian yang mengungkapkan keberhasilan metode tersebut. Sekolah Montessori yang pertama di Indonesia berdiri pada tahun 1986 yaitu Jakarta Montessori School. Sekolah Montessori lain yag berkembang saat ini adalah Bali Montessori School, Sekolah Montessori di Bandung, Batam, dan Yogyakarta sendiri. Meskipun demikian sampai saat ini penerapan metode Montessori di Indonesia masih sebatas pada sekolah-sekolah swasta yang berlabel mahal. Hal tersebut menjadi fenomena yang wajar karena alat-alat peraga Montessori belum diproduksi di Indonesia dan masih menggunakan bahan terstandar khusus. Dari sejarahnya, metode ini bermula dari pelayanan pendidikan terhadap anak-anak pinggiran di Itali dan Montessori sendiri mengembangkan media pembelajaran berdasarkan hasil observasinya terhadap kesulitan belajar anak didiknya (Montessori, 2002:36). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya media pembelajaran Montessori dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh penyelenggara pendidikan.

Lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah SD Krekah yang terletak di Ds. Krekah, Gilangharjo, Kec. Pandak Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan didominasi wilayah pertanian. Rata-rata profesi orang tua siswa adalah petani dan buruh. Letak sekolah yang berada di pedesaan membuat sekolah ini memiliki beberapa potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di antaranya hasil alam berupa pohon kelapa, rumput ilalang, pasir laut, batu, dan sabut kelapa.

Berdasarkan wawancara terhadap kepala sekolah pada tanggal 24 November 2012 didapatkan bahwa sekolah masih menggunakan alat peraga secara terbatas karena minimnya alat peraga yang dimiliki. Selain itu berdasarkan wawancara dan observasi terhadap guru kelas dan tujuh siswa kelas I pada tanggal 15 Januari 2013 didapatkan bahwa masih ada kesulitan dalam kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I. Siswa mengalami kesulitan untuk penjumlahan dan pengurangan bilangan yang lebih dari 10. Peneliti juga mendapati masih minimnya penggunaan alat peraga oleh guru dalam


(26)

4 pembelajaran. Guru sendiri menyampaikan bahwa alat peraga untuk kelas I masih minim, sebatas pada gambar-gambar, kartu huruf dan kartu bilangan. Alat-alat peraga tersebut biasanya hanya digunakan di awal semester untuk pengenalan konsep huruf dan bilangan. Guru juga menyampaikan pernah membuat alat peraga sendiri untuk perkalian bilangan dengan menggunakan konsep kelipatan namun media tersebut tidak bertahan lama.

Antara kesempatan dan kesenjangan di atas peneliti berinisiatif untuk mengembangkan alat peraga ala Montessori dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai upaya membuka akses yang lebih luas terhadap pendidikan yang berkualitas. Alat peraga yang akan dikembangkan oleh peneliti merupakan alat peraga untuk penjumlahan dan pengurangan sesuai dengan kebutuhan siswa kelas I dengan memanfaatkan potensi lokal di daerah sekitar sekolah.

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga Montessori untuk kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran Matematika

dengan Standar Kompetensi (SK) “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah” dan Kompetensi Dasar

(KD) “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka” pada siswa kelas I semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SD Krekah Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah ciri-ciri alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013?

1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan alat peraga Montessori sesuai ciri-ciri yang telah ditetapkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.


(27)

5 1.3.2 Mengembangkan alat peraga Montessori yang berkualitas untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi siswa

Siswa kelas I semester genap di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 terbantu dalam belajar penjumlahan dan pengurangan menggunakan alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori. 1.4.2 Bagi guru

Menambah referensi dalam penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan yang bersifat kontekstual.

1.4.3 Bagi sekolah

Menambah referensi penelitian pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan untuk kelas I semester genap.

1.4.4 Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan SD khususnya pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan untuk kelas I semester genap yang bersifat kontekstual. 1.4.5 Bagi peneliti

Mendapatkan pengalaman baru dalam mengembangkan alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori sebagai upaya pengaplikasian ilmu pengetahuan tentang Montessori.

1.5 Spesifikasi Produk

Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah kancing penjumlahan dan pengurangan berupa satu set kancing emas. Satu set kancing emas terdiri atas kancing satuan, puluhan, ratusan dan ribuan. Alat peraga ini dilengkapi dengan kartu bilangan yang terdiri dari satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan serta album alat peraga. Album alat peraga berisi deskripsi alat peraga dan cara penggunaannya. Alat peraga penjumlahan dan pengurangan tersebut mengadaptasi alat peraga Montessori yaitu manik-manik emas.


(28)

6 Pada alat peraga Montessori, manik-manik emas terdiri atas manik emas satuan, puluhan, ratusan dan ribuan. Manik emas satuan berupa manik-manik lepas berwarna emas. Manik emas puluhan berupa 10 manik emas satuan yang dironce menjadi satu puluhan. Manik emas ratusan berupa 10 manik emas puluhan yang dironce dengan diberi pemisah atau penanda untuk setiap 1 roncean manik puluhan dan dibentuk menjadi papan ratusan. Manik emas ribuan berupa 10 papan ratusan yang dibentuk menjadi sebuah kubus. Kartu bilangan terdiri atas kartu bilangan satuan berwarna hijau, kartu bilangan puluhan berwarna biru, kartu bilangan ratusan berwarna merah, dan kartu bilangan ribuan berwarna hijau.

Pada penelitian ini, peneliti membatasi pengembangan produk berupa kancing emas dan kartu bilangan hanya sampai pada ratusan. Hal tersebut disebabkan dalam KTSP SD bilangan tertinggi yang dipelajari oleh siswa sampai dengan kelas VI adalah bilangan tiga angka atau ratusan. Dengan demikian alat peraga penjumlahan dan pengurangan tersebut berpotensi dapat digunakan secara berkelanjutan sampai dengan kelas VI. Meskipun demikian peneliti lebih menekankan penggunaan kancing satuan dan puluhan dalam penelitian ini, mengingat bilangan yang dipelajari di kelas I merupakan bilangan dua angka atau puluhan.

Pengembangan produk dalam penelitian ini bersifat kontekstual yaitu menggunakan potensi lokal di sekitar lokasi penelitian. Peneliti menggunakan potensi lokal berupa tempurung kelapa sebagai bahan utama pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan. Tempurung digunakan sebagai bahan utama pembuatan kancing emas satuan, puluhan, dan ratusan. Tempurung tersebut dibentuk menjadi lingkaran-lingkaran kecil berbentuk kancing dengan ukuran diameter 2 cm kemudian diberi warna emas sesuai dengan manik emas Montessori. Langkah selanjutnya adalah kancing tersebut dironce menyerupai manik emas puluhan dan ratusan. Potensi lokal lainnya yang akan digunakan adalah papan kayu sebagai bahan untuk pembuatan tempat alat peraga penjumlahan dan pengurangan. Kartu bilangan dan album alat peraga akan dibuat dari bahan kertas yang memiliki kualitas baik sehingga dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama.


(29)

7 1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Alat peraga Montessori adalah media pembelajaran berbentuk 3 dimensi yang menerapkan filosofi pembelajaran Montessori dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat peraga pada umumnya.

1.6.2 Album alat peraga penjumlahan dan pengurangan Montessori adalah buku panduan yang berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran, nama alat peraga, tujuan pembelajaran, dan presentasi penggunaan alat peraga, serta beberapa latihan soal.

1.6.3 Penjumlahan bilangan adalah materi dalam mata pelajaran Matematika SD berupa operasi bilangan yang menjumlahkan suatu bilangan dengan bilangan lainnya sehingga menghasilkan bilangan tertentu dan menggunakan simbol (+) dalam operasi tersebut.

1.6.4 Pengurangan bilangan adalah materi dalam mata pelajaran Matematika SD berupa operasi bilangan yang mengurangkan suatu bilangan dengan bilangan lainnya sehingga menghasilkan bilangan tertentu dan menggunakan simbol (-) dalam operasi tersebut.

1.6.5 Kontekstual adalah segala sesuatu yang berada di suatu tempat atau daerah dan berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi benda yang memiliki kegunaan.

1.6.6 Alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori yang bersifat kontekstual adalah alat peraga penjumlahan dan pengurangan yang mengadaptasi alat peraga Montessori dan dikembangkan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar.

1.6.7 Siswa SD adalah siswa kelas I semester 2 SD Krekah, Bantul, Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 27 yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.


(30)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi empat bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan, (3) kerangka berpikir, dan (4) hipotesis.

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Metode Montessori

2.1.1.1Sejarah Metode Montessori

Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang diperkenalkan oleh Maria Montessori. Montessori adalah seorang dokter wanita pertama di Italia yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1870. Minat Montessori pada pendidikan anak-anak khususnya anak bermasalah muncul ketika bekerja di klinik psikiatri. Rasa ketertarikan Montessori pada pendidikan anak-anak bermasalah membawanya mempelajari penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh para pendahulunya seperti Phillipe Pinel, Jean Marc Gaspare Itard dan Eduard Seguin. Menurut Seguin pendidikan harus mencakup berbagai aspek yang meliputi kegiatan muskular dan sensorial, pendidikan intelektual dan pendidikan moral

yang di dalamnya terdapat “kemauan” anak atau “will” (Montessori, 2002:30). Montessori mulai masuk dalam bidang pendidikan dengan mendirikan Casa dei Bambini atau Children's House tahun 1907 di Roma. Casa dei Bambini merupakan sebuah sekolah bagi siswa dari golongan pinggiran dan miskin. Kepekaan Montessori dalam menangani anak-anak dan kemampuannya mengelola sekolah dengan melibatkan keluarga berhasil membawa anak-anak yang kurang beruntung tersebut memperoleh hasil optimal pada ujian negara (Montessori, 2002:38). Keberhasilan lainnya adalah Montessori berhasil membawa anak-anak pinggiran membaca dan menulis pada usia dini dan menunjukkan kemampuan untuk peduli terhadap diri mereka sendiri (Hainstock, 1997:58). Melalui Casa dei Bambini, Montessori menemukan metode untuk membantu anak didiknya belajar, hasil dari trial and eror yang Montessori lakukan dengan inspirasi dari pemikiran Itard dan Sequin (1846).


(31)

9 2.1.1.2Karakteristik Metode Montessori

Slogan yang digunakan oleh sekolah-sekolah Montessori dan mewakili esensi dari metode Montessori adalah Teach Me to Do It Myself. Slogan tersebut mengandung makna bahwa Montessori mempercayai kemampuan seorang anak untuk bekerja dan menemukan cara belajarnya sendiri (Seldin, 2006:12). Anak dipercaya dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Filosofi tersebut mendukung anak untuk membantu anak menjadi tuan atas dirinya sendiri. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Koh dan Frick dalam penelitiannya mengenai metode Montessori. Koh dan Frick (2010:1) menyatakan bahwa pendidikan Montessori muncul dari filosofinya mengenai membantu anak untuk menjadi tuan atas dirinya dan mandiri. Seorang anak dikatakan akan melakukan belajar ketika anak tersebut sudah siap dan mau untuk belajar. Filosofi tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori menghormati kebebasan setiap individu untuk belajar. Kebebasan yang dimaksudkan adalah kebebasan kepada setiap anak untuk tertarik, memilih, dan melakukan kegiatan yang membantu perkembangan dirinya selama hal tersebut tidak mengganggu orang lain (Montessori, 2002:95). Kebebasan menurut Montessori bukanlah membiarkan anak melakukan hal sesuka hatinya tanpa ada batasan melainkan memberikan kesempatan penuh kepada anak untuk berkembang dengan batasan tidak mengganggu kepentingan orang lain. Hasil dari kebebasan tersebut adalah sikap disiplin aktif yaitu anak dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri, anak menjadi tuan atas dirinya (Montessori, 2002:86). Dalam hal ini masing-masing anak akan berkembang sesuai dengan kesiapannya sehingga dalam metode ini hasil belajar yang dicapai oleh setiap anak pun akan berbeda.

Pendidik dalam metode Montessori berperan sebagai teman sekaligus observer di kelas. Pendidik memberikan bantuan kepada anak hanya ketika benar-benar dibutuhkan karena anak dipercaya dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Sebagai observer, pendidik mengamati kemajuan yang dilakukan oleh setiap anak dalam setiap hari, meskipun hanya berupa kemajuan kecil.

Karakteristik lain dari metode Montessori adalah pembelajaran yang berbasis panca indera yang bertujuan mempertajam kepekaan indera seorang anak (Dewantara, 1962:272). Menurut Montessori pendidikan yang berbasis panca


(32)

10 indera penting bagi anak karena perkembangan indera anak berlangsung lebih awal dibandingkan perkembangan intelektualnya (Montessori, 2002:215-223). Perkembangan penginderaan yang tepat menjadi hal yang penting bagi anak karena perkembangan indera merupakan persiapan bagi pendidikan intelektual seorang anak. Berdasarkan hal tersebut Montessori mempersiapkan materi-materi didaktis (alat peraga) untuk mendukung pendidikan yang berbasis panca indera. Alat peraga tersebut diproduksi oleh Montessori sendiri dengan mendasarkan pada pemikiran Itard dan Seguin (Hainstock, 1997:13). Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada dalam tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya.

Berdasarkan karakteristik metode Montessori terdapat tiga kriteria mengenai bagaimana pembelajaran semestinya diberikan kepada anak, yaitu (1) singkat, (2) sederhana, dan (3) objektif (Montessori, 2002:108). Pelajaran sebaiknya diberikan dengan singkat. Singkat yang dimaksudkan adalah menghilangkan kata-kata yang tidak berguna dalam pembelajaran. Ketika seorang pendidik mempersiapkan pelajaran yang akan diberikannya, pendidik mesti sungguh-sungguh mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkannya untuk menilai perlu tidaknya kata-kata tersebut. Pelajaran sebaiknya sederhana. Sederhana yang dimaksudkan adalah pemilihan kata-kata yang akan digunakan haruslah merupakan kata yang paling sederhana dan mengacu pada kebenaran. Pelajaran sebaiknya objektif. Dalam hal ini, pelajaran diberikan kepada anak dengan semestinya, guru tidak boleh menarik perhatian anak kepada dirinya melainkan hanya kepada objek yang ingin guru terangkan. Penjelasan singkat dalam pembelajaran haruslah merupakan penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari oleh anak.

Secara garis besar karakteristik metode Montessori tampak pada penerapan filosofi yang digunakan dalam pembelajaran, tugas pendidik, dan adanya alat peraga. Ketiga komponen tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang berlandaskan pada perkembangan anak dengan pembelajaran yang berbasis panca indera. Kebebasan anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangan dalam usianya sesuai dengan


(33)

11 kemampuannya sangat dihormati dalam metode ini. Keberhasilan dari metode ini dilihat dari keberhasilan anak melakukan suatu tugas perkembangan sesuai dengan kesiapan dan kemampuan anak.

2.1.2 Karakteristik Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori diciptakan oleh Montessori sendiri berdasarkan hasil observasi terhadap anak didiknya di Casa dei Bambini (Montessori, 2002:36 & 81). Alat peraga tersebut berfungsi sebagai sumber belajar sekaligus guru bagi anak ketika belajar sehingga memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan alat peraga pada umumnya. Alat peraga Montessori memiliki empat karakteristik, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, dan (4) auto-correction (Montessori, 2002:170-176). Berikut ini merupakan uraian dari keempat karakteristik alat peraga Montessori.

2.1.2.1Menarik

Alat peraga Montessori diciptakan menarik dengan memiliki nilai keindahan baik dari segi warna dan kecerahannya. Warna-warna yang dipakai pada alat peraga Montessori merupakan warna yang lembut, terang dan menunjukkan langsung ketika ada ketidakharmonisan dengan lingkungan sekitarnya seperti adanya coretan atau noda. Alat peraga yang diciptakan menarik perhatian anak dengan tujuan anak dapat memegang dan merasakan alat tersebut. Hal tersebut menciptakan pembelajaran sensorial atau education of senses dalam metode Montessori (Montessori, 2002:174).

2.1.2.2Bergradasi

Alat peraga Montessori memiliki gradasi rangsangan yang rasional (Montessori, 2002:175). Penekanan gradasi terletak pada keterlibatan lebih dari satu indera dalam pembelajaran Montessori. Ketika anak bermain menggunakan alat peraga Montessori lebih dari satu indera terlibat dalam kegiatan tersebut sehingga memunculkan rangsangan rasional yang bergradasi. Dua hal yang tampak pada alat Montessori berkaitan dengan karakteristik ini adalah bentuk dan warna alat. Kedua hal tersebut mampu melibatkan lebih dari satu indera pada anak ketika menggunakan alat tersebut.

Salah satu contoh alat peraga yang memiliki gradasi bentuk adalah Pink Tower. Alat peraga ini terdiri atas 10 kubus dengan ukuran yang bergradasi.


(34)

12 Kubus pertama berukuran 10 cm untuk setiap sisinya. Kubus kedua berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus pertama. Kubus ketiga berukuran 1 cm lebih kecil dari kubus kedua dan begitu seterusnya sampai kubus kesepuluh. Anak akan berlatih menyusun kubus-kubus tersebut dari ukuran paling besar ke ukuran paling kecil dan membentuk sebuah menara (Montessori, 2002:174).

Gradasi warna tampak pada alat peraga papan warna. Papan warna merupakan alat peraga yang digunakan anak untuk belajar mengenai berbagai jenis warna. Pada papan warna, satu warna misal warna hijau akan dikenalkan secara gradasi dari hijau muda, lebih tua dan paling tua, begitu juga dengan warna yang lain.

Gradasi juga tampak pada penggunaan alat peraga Montessori yang bertahap atau memiliki kelanjutan. Salah satu contohnya adalah alat peraga manik-manik bilangan. Manik-manik bilangan terdiri atas manik bilangan satuan dan manik-manik emas. Pada tahap awal manik satuan digunakan untuk mengenalkan sistem desimal yang kemudian dilanjutkan dengan manik emas untuk pengenalan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. 2.1.2.3 Auto-education

Setiap alat peraga Montessori diciptakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak, baik dari segi ukuran maupun beratnya. Tujuan dari hal ini adalah anak dapat bekerja menggunakan alat peraga dengan dirinya sendiri. Tujuan lainnya adalah anak dapat mengetahui sendiri suatu konsep atau pengetahuan baru melalui bekerja menggunakan alat peraga. Sebagai salah satu contohnya adalah satu set blok incastri solidi yang terdiri dari 10 kayu-kayu berbentuk silinder dengan ukuran bergradasi sekitar 2 mm yang disebut dengan incastri (Montessori, 2002:169).

Permainan yang dilakukan dengan alat peraga ini adalah anak memasangkan setiap silinder dengan lubang yang tepat. Bagi anak permainan ini sangat menarik. Anak akan berusaha menyelesaikan sendiri permainan tersebut, anak tidak ingin ada intervensi dari orang lain meskipun berupa bantuan. Pengetahuan yang diperoleh anak dari permainan ini adalah anak mempelajari hubungan antara setiap incastri dengan lubang pada blok. Setiap incastri memiliki ukuran yang berbeda dan begitu pula dengan lubang pada blok. Anak mempelajari


(35)

13 bahwa setiap incastri akan masuk pada lubang yang tepat sesuai dengan ukuran incastri tersebut dan begitu sebaliknya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa anak belajar mengenai dimensi ukuran pada alat tersebut (Montessori, 2002:170).

2.1.2.4 Auto-correction

Alat peraga Montessori selalu memiliki pengendali kesalahan. Tujuan dari adanya pengendali kesalahan adalah anak dapat mengetahui dengan sendirinya tanpa diberitahu oleh orang lain ketepatan dan kebenaran dari aktivitas yang dilakukannya bersama alat peraga tersebut. Sebagai contoh pada permainan menggunakan incastri solidi.

Ketika anak memasukkan incastri pada lubang yang tidak tepat, yang terjadi adalah incastri tidak dapat masuk ke dalam lubang atau incastri dapat masuk ke dalam lubang tetapi dengan menyisakan tempat yang longgar. Anak akan menyadarinya kemudian mengeluarkan kembali incastri tersebut dan mencoba memasukkan pada lubang yang lain. Anak akan mengulang permainan ini sampai beberapa kali hingga anak dapat memasukkan incastri pada lubang yang tepat dan merasa puas (Montessori, 2002:171). Dari permainan tersebut anak dapat mengetahui sendiri kesalahan yang dilakukannya dan memperbaiki kesalahannya tanpa harus diberi tahu oleh orang lain.

Selain alat peraga, lingkungan dalam pembelajaran Montessori juga dipersiapkan dengan memilki pengendali kesalahan, misalnya kursi dan meja yang digunakan oleh anak-anak (Montessori, 2002:83). Apabila anak melakukan gerakan yang tidak tepat ketika duduk atau berdiri, anak dapat menciptakan suara dari kursi atau meja di dekatnya, dengan demikian anak mengetahui bahwa gerakan yang dilakukannya tidak tepat.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan keempat karakteristik tersebut sebagai pedoman dalam mengembangkan alat peraga penjumlahan dan pengurangan. Peneliti juga menambahkan satu karakteristik yaitu kontekstual dalam pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan. Dengan demikian terdapat lima karakteristik yang digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan.


(36)

14 Karakteristik pertama, menarik terletak pada warna kancing penjumlahan dan pengurangan. Karakteristik ke dua, bergradasi yang terletak pada keterlibatan lebih dari satu indera ketika alat peraga digunakan oleh anak. Indera penglihatan dan peraba digunakan oleh anak ketika belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan. Selain itu gradasi juga terletak pada potensi alat yang dapat digunakan secara berkelanjutan untuk kelas selanjutnya dengan materi yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan. Karakteristik ke tiga, auto-education terletak pada penggunaan kancing penjumlahan dan pengurangan oleh siswa secara mandiri untuk mengenal konsep dan melakukan latihan. Karakteristik ke empat, auto-correction terletak pada kancing penjumlahan yang memiliki bentuk berbeda antara satuan, puluhan, dan ratusan. Selain itu kartu bilangan juga berfungsi sebagai pengendali kesalahan dalam penggunaan alat peraga oleh anak. Pengendali kesalahan juga terletak pada kunci jawaban yang terletak pada halaman sebalik kartu soal. Karakteristik ke lima, kontekstual terletak pada bahan yang digunakan oleh peneliti dalam membuat kancing penjumlahan dan pengurangan, yaitu tempurung kelapa. Bahan tersebut merupakan potensi lokal yang ada di lingkungan sekitar sekolah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kancing.

2.1.3 Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan Ala Montessori

Keterampilan penjumlahan dan pengurangan menggunakan metode Montessori dimulai dengan pengenalan konsep penjumlahan dan pengurangan statis (tanpa teknik menyimpan) dan dinamis (dengan teknik menyimpan) yang kemudian diikuti dengan latihan-latihan. Alat peraga yang digunakan untuk pengenalan konsep penjumlahan dan pengurangan terdiri atas satu set manik-manik emas dan kartu bilangan.

Manik-manik emas terdiri atas manik emas satuan, puluhan, ratusan dan ribuan. Kartu bilangan terdiri atas satuan dengan warna hijau, puluhan dengan warna biru, ratusan dengan warna merah dan ribuan dengan warna hijau. Semua alat peraga tersebut biasanya diletakkan dalam suatu kotak sebagai tempat penyimpan.


(37)

15 Latihan penjumlahan bilangan terdiri atas beberapa permainan, yaitu pengenalan konsep penjumlahan dinamis dan statis menggunakan manik-manik emas, latihan penjumlahan dinamis dan statis dengan lembar kerja, permainan ular positif 1° yang menggunakan manik-manik satuan, permainan ular positif 2° yang menggunakan manik-manik satuan dan emas puluhan, dan permainan ular positif 3° yang menggunakan manik satuan, manik emas puluhan, dan manik hitam putih. Permainan ular positif 1° berupa permainan menyusun manik-manik satuan membentuk sebuah piramid. Permainan ular positif 2° berupa permainan penjumlahan dinamis dan statis dengan merubah susunan manik-manik satuan yang memiliki nilai 10 dengan sebuah manik emas sehingga menjadi sebuah ular emas. Permainan ular positif 3° terdiri atas dua buah permainan yaitu permainan menyusun manik-manik hitam putih menjadi piramid dan permainan merubah susunan manik-manik satuan menjadi ular emas berekor hitam atau putih. Manik hitam putih merupakan manik-manik satuan dengan warna hitam untuk manik 1-5 sedangkan warna hitam putih untuk manik 6-9.

Sementara latihan pengurangan terdiri dari pengenalan konsep pengurangan statis dan dinamis dengan manik-manik emas, pengurangan statis dengan permainan stamp, pengurangan dinamis dengan permainan stamp, dan permainan ular negatif. Permainan stamp merupakan permainan yang menggunakan alat peraga berupa papan bilangan dengan warna bilangan satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan sama dengan warna kartu bilangan, yaitu hijau untuk satuan dan ribuan, biru untuk puluhan, dan merah untuk ratusan (Album Matematika Montessori: Anak Usia 6-9 tahun, 2011).

2.1.4 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan di Kelas I SD

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007, tujuan dari matematika adalah membangun kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Materi yang menjadi ruang lingkup matematika di SD adalah bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data.


(38)

16 Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan untuk siswa kelas I semester genap. SK yang digunakan

adalah “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah” dengan KD “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka”. Materi penjumlahan terdiri atas penjumlahan bilangan satu angka dengan satu angka, penjumlahan bilangan dua angka dengan satu angka, dan penjumlahan bilangan dua angka dengan dua angka. Materi pengurangan terdiri atas pengurangan bilangan satu angka dengan satu angka, pengurangan bilangan dua angka dengan satu angka, dan pengurangan bilangan dua angka dengan dua angka. Jenis bilangan yang digunakan dalam materi penjumlahan dan pengurangan merupakan bilangan kardinal karena menunjukkan sebuah kuantitas. Bilangan ini digunakan untuk meyatakan hitungan dalam menghitung benda, menghitung umur, dan waktu. Konsep yang perlu dikuasai oleh siswa sebelum melakukan penjumlahan dan pengurangan adalah nilai tempat sebuah bilangan. Berkaitan dengan materi penjumlahan dan pengurangan kelas I, siswa perlu menguasai konsep nilai tempat untuk menentukan nilai satuan dan puluhan dari sebuah bilangan. Penguasaan terhadap konsep tersebut membantu siswa untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan dengan konsep dan langkah yang benar.

2.1.5 Karateristik Perkembangan Siswa SD

Usia rata-rata anak yang mengenyam pendidikan di SD adalah 7-12 tahun. Pada usia ini, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi aspek fisik-motorik, bahasa, sosial, emosi, dan intelektual (Yusuf & Sugandhi, 2001:59).

Perkembangan aspek fisik-motorik anak ditandai dengan kemajuan berbagai kemampuan motorik halus dan kasar, misalnya menggambar, menulis, berjalan, berlari, berbaris, bermain sepak bola, dan sebagainya. Anak sudah mampu mengkoordinasi gerak atau aktivitas motoriknya dengan baik. Gerak yang dilakukan anak memiliki tujuan yang jelas, misalnya (1) menggerakkan tangan untuk menulis, menggambar, menggunting, melempar, dan sebagainya; (2) menggerakkan kaki untuk berjalan, berlari, menendang bola, dan sebagainya, dan


(39)

17 (3) menggerakkan kepala untuk menggeleng atau menggangguk. Perkembangan bahasa anak ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kata yang dikuasai oleh anak. Syamsuddin dan Syaodih (2001:62) menyebutkan bahwa pada usia awal SD seorang anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata dan bertambah menjadi 5.000 kata di akhir fase ini. Selain itu anak pada usia ini juga sudah mampu mengkomunikasikan gagasannya melalui bahasa lisan dan tulisan menggunakan kalimat yang sederhana.

Perkembangan emosi anak pada usia ini terlihat pada kelas tinggi (4,5, dan 6) yang ditandai dengan kemampuan untuk mengontrol ekspresi emosi diri (Yusuf & Sugandhi, 2001:63). Anak memperoleh kemampuan tersebut melalui peniruan dan latihan. Anak meniru orang yang lebih dewasa dalam menunjukkan ekspresi emosi diri. Perkembangan tersebut diiringi dengan perkembangan sosial anak. Pada usia ini seorang anak mulai belajar untuk bergaul dan bekerja dalam kelompok. Anak mulai memperluas interaksi sosial yang dilakukannya, tidak lagi terbatas pada keluarga tetapi mulai bergaul dengan teman sebaya (Yusuf & Sugandhi, 2001:66). Perkembangan sosial anak juga ditunjukkan dengan cara pikir anak yang sosiosentris atau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak tidak lagi memandang suatu hal hanya dari dirinya (egoisentris) dan menyadari bahwa orang lain juga memiliki pandangan yang berbeda dari dirinya. Anak mulai menyesuaikan dirinya dengan orang lain dalam interaksi sosial.

Perkembangan kognitif anak didasarkan pada teori kognitif Piaget dalam tahap operasional konkret. Tahap ini memiliki ciri yaitu adanya perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-operasi logis yang bersifat reversible yaitu. suatu pemikiran yang dapat dimengerti dalam dua arah atau suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi (Suparno, 2001:69). Anak mulai menggunakan operasi-operasi logis tersebut dalam pemecahan masalah. Anak juga mampu menganalisis masalah dari berbagai segi. Meskipun begitu tahap ini tetap ditandai dengan sistem operasi yang didasarkan pada hal-hal atau benda yang kelihatan nyata/konkret.

Karakteristik perkembangan anak usia 7-12 tahun dilihat dari teori perkembangan anak yang dibuat oleh Montessori termasuk ke dalam tahap


(40)

18 fanciulezza (6-12 tahun). Pada tahap ini seorang anak memiliki beberapa periode sensitif yang meliputi (1) periode sensitif untuk logika dan pembenaran dengan

ditandai banyaknya pertanyaan menggunakan kata “mengapa”, (2) periode sensitif

untuk perkembangan imajinasi, (3) periode sensitif untuk perkembangan moral, (4) periode sensitif untuk perkembangan rasa berkelompok, dan periode (5) sensitif untuk keterampilan fisik.

Berdasarkan uraian di atas karakteristik perkembangan anak usia 7-12 tahun ditandai dengan beberapa kemajuan dalam aspek motorik, bahasa, emosi, sosial, dan kognitif. Secara umum anak pada usia ini berada pada masa puncak senang melakukan aktivitas motorik, memiliki rasa ingin tahu yang besar yang menyebabkan anak banyak bertanya, mulai mencari teman dengan cara pikir yang sosiosentris, dan kemampuan kognitif anak dalam memecahkan masalah-masalah yang konkret dengan menggunakan logika.

2.1.5.1Karakteristik Perkembangan Siswa SD Kelas I (7-8 tahun)

Kelas I SD merupakan kelas pertama yang dilalui oleh anak dalam mengeyam pendidikan di SD. Usia minimal anak menurut UU No. 20 tahun 2003 untuk masuk ke SD adalah 7 tahun. Secara umum karakteristik perkembangan siswa SD kelas I hampir sama dengan karakteristik perkembangan siswa SD pada umumnya. Anak pada usia ini senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan sesuatu secara langsung (Desmita, 2009:35).

Berdasarkan teori perkembangan kogitif Piaget, anak pada usia ini berada dalam tahap operasional konkret. Anak sudah mengalami kemajuan dalam cara berpikir menggunakan aturan-aturan logis namun masih terbatas pada hal-hal yang konkret. Menurut Montessori anak pada usia 6-12 tahun memiliki periode sensitif untuk logika dan pembenaran. Hal tersebut yang melatarbelakangi pada usia siswa kelas I SD anak sering bertanya pada orang dewasa dan senang belajar ketika dapat merasakan sesuatu secara langsung. Anak pada usia ini juga senang melakukan berbagai aktivitas motorik. Anak senang untuk bergerak dan melakukan kegiatan bersama dengan teman. Menurut teori perkembangan anak milik Montessori, hal tersebut merupakan hal yang wajar karena pada usia ini anak memiliki periode sensitif untuk mengembangkan rasa berkelompok atau sosial.


(41)

19 2.2 Penelitian yang Relevan

2.2.1 Pengembangan Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan dalam pembelajaran di SD di antaranya adalah penelitian oleh Letten (2010), Suryati (2012), dan Kristinawati (2012).

Letten (2010) meneliti keefektifan penggunaan metode demonstrasi menggunakan media kertas berwarna untuk meningkatkan kemampuan berhitung dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SDK Kotabaru Yogyakarta. Penelitian tersebut berhasil dengan ditunjukkan adanya peningkatan sebesar 90,90% pada kemampuan penjumlahan dan pengurangan yang dimiliki oleh siswa.

Suryati (2012) meneliti peningkatan perhatian siswa kelas 3 SD Negeri 02 Sambirejo tahun pelajaran 2011/2012 dalam pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan penggunaan media botol hijau kuning. Hasil yang diperoleh ditunjukkan dengan 33,33%, dari seluruh siswa di kelas mencapai ketuntasan belajar dan pada siklus II persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebesar 96,29%.

Kristinawati (2012) meneliti peningkatan pemahaman operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah menggunakan permainan kartu bridge pada siswa kelas II SDN 01 Gemantar Jumantono. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah peningkatan nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 6,56 dan pada siklus II meningkat menjadi 7,30.

Secara garis besar ketiga penelitian di atas meneliti efektivitas penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan. Hasil dari ketiga penelitian di atas menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa setelah mengalami pembelajaran menggunakan alat peraga. Berdasarkan studi literatur penelitian di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan bilangan peneliti belum menemukan satu pun jenis penelitian yang berupa penelitian dan pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan bilangan.


(42)

20 2.2.2 Penelitian tentang Metode Montessori

Penelitian yang berkaitan dengan metode Montessori dilakukan oleh Rathunde (2003), Lillard & Else-Quest (2006), dan Koh & Frick (2010).

Rathunde (2003) meneliti perbandingan motivasi, kualitas pengalaman, dan sosial pada sekolah Montessori dengan sekolah menengah tradisonal. Penelitian ini dilakukan terhadap 150 siswa kelas VI dan VIII (60% perempuan dan 40% laki-laki) dari lima sekolah Montessori yang berada di empat negara bagian Amerika Serikat dan 400 siswa kelas VI dan VIII dari dua puluh sekolah menengah tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) siswa Montessori lebih memiliki pengaruh yang tinggi, potensi (semangat dan giat), motivasi intrinsik (kesenangan dan ketertarikan), dan pengalaman berkonsentrasi penuh (flow experience) terhadap tugas akademik di sekolah dan (2) siswa Montessori memiliki kesan yang lebih baik terhadap sekolah dan guru, memiliki persepsi yang positif terhadap teman sekelas (menerima mereka lebih dari sekedar teman atau teman sekelas). Secara umum, siswa Montessori lebih sedikit menghabiskan waktu di kelas mendengarkan untuk pengajaran dan melihat media. Sementara itu siswa Montessori lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dengan alat peraga dan penguasaan diri.

Lillard & Else-Quest (2006) meneliti pencapaian nilai akademik dan sosial siswa Montessori dibandingkan dengan siswa sekolah dasar lainnya. Pada penelitiannya Lillard dan Else-Quest membentuk kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen dalam penelitian tersebut adalah siswa sekolah Montessori yang terletak di Milwaukee, Misconsin. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang melayani sebagian besar anak-anak yang termarginalkan pada daerah tersebut dan sudah diakui oleh cabang Association Montessori Internationale (AMI/USA) di Amerika. Kelompok siswa tersebut berusia 3-6 tahun dan 6-12 tahun. Kelompok eksperimen dalam penelitian tersebut adalah 40 siswa dari 27 sekolah publik, 13 siswa dari 12 suburban public, private/voucher, atau charter schools. Kebanyakan dari sekolah publik tersebut menggunakan special program seperti kurikulum untuk anak gifted dan talented, language immersions, seni dan pembelajaran berbasis discovery (2006:1893). Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal, yaitu (1) siswa Montessori usia 3-6 tahun


(43)

21 menunjukkan hasil yang lebih baik dalam tes membaca dan matematika, memiliki dorongan yang positif dalam berinteraksi dengan orang lain, menunjukkan kemajuan dalam kesadaran sosial, dan peduli terhadap kejujuran serta keadilan, dan (2) siswa Montessori usia 6-12 tahun lebih kreatif dalam membuat essay dengan susunan kalimat yang lebih kompleks, selektif dalam memberikan respon yang positif terhadap masalah-masalah sosial, dan menunjukkan perasaan yang peka terhadap komunitasnya di sekolah. Secara garis besar, kedua hasil tersebut menunjukkan pencapaian skor akademik dan sosial siswa Montessori lebih tinggi dari kelompok kontrol.

Koh & Frick (2010) meneliti penerapan dukungan untuk kebebasan individu (autonomy support) dalam kelas Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik guru yang memiliki autonomy support dalam kelas Montessori dan bagaimana hal tersebut berpengaruh terhadap motivasi intrinsik siswa dalam bekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap guru dan asistennya pada sekolah Montessori serta kelas Montessori yang terdiri dari 28 siswa yang berusia 9-11 tahun, sejajar dengan kelas 4-6 pada sekolah dasar tradisional. Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah Montessori yag terletak di Indiana, USA. Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal, yaitu (1) guru dan asistennya memiliki stategi yang sesuai dengan filosofi Montessori dalam mendukung kemandirian siswa dan (2) siswa Montessori memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam mengerjakan tugasnya. Berkaitan dengan hasil yang pertama, guru dan asistennya mendukung kemandirian siswa melalui memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih sendiri jenis aktivitas yang akan dilakukannya dan teman bekerjanya. Guru mengembangkan kemandirian berpikir siswa melalui pemberian dorongan terhadap kebebasan berpikir siswa, inisiatif diri, dan menghormati pendapat siswa. Dalam menerapkan kontrol, guru dan asistennya mengakui dan menghargai perasaan siswa, mendukung rasional untuk tingkah laku yang diharapkan, dan menekan kecaman. Berkaitan dengan hasil yang ke dua, siswa Montessori memiliki kecenderungan untuk mengerjakan setiap tugas belajarnya dikarenakan siswa menyadari pentingnya aktivitas tersebut untuk dirinya dan tujuan yang dicapai dari aktivitas tersebut. Hasil yang diperoleh dalam


(44)

22 penelitian ini menunjukkan bahwa filosofi Montessori mendukung anak untuk dapat menjadi tuan atas dirinya sendiri dan mandiri (2010:12).

Ketiga penelitian terhadap metode Montessori tersebut menunjukkan bahwa metode Montessori berpengaruh positif terhadap perkembangan diri seorang anak secara menyeluruh. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya motivasi intrinsik, kemandirian, pencapaian nilai akademik, dan tingkah laku (sosial) seorang anak ketika belajar di sekolah Montessori. Seorang anak mengalami perkembangan secara alami baik dalam kemampuan maupun kepribadiannya. Hal tersebut sesuai dengan sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Montessori yaitu memberi kesempatan kepada anak untuk berekspresi secara merdeka sealamiah mungkin atau sesuai dengan nature anak (Montessori, 2002:9-10).

Berdasarkan studi literatur penelitian di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan serta metode Montessori, peneliti belum menemukan satu pun penelitian mengenai pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan berlandaskan pada filosofi pembelajaran Montessori. Karena itu, penelitian ini akan memberikan khasanah baru pada dunia penelitian khususnya mengenai pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan bilangan. Secara ringkas kerangka penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat literature map dalam bagan 2.1.


(45)

23 Bagan 2.1. Literature map dari penelitian-penelitian yag relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Karakteristik siswa SD berbeda dengan balita, remaja, atau orang dewasa lainnya. Anak pada usia ini lebih senang bermain, bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang besar, berkelompok, dan merasakan suatu hal secara langsung. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget siswa SD (7-12 tahun) berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini seorang anak sudah mampu menggunakan operasi-operasi dalam pengetahuan tetapi masih terbatas pada hal/benda yang konkret. Karena itu anak pada usia ini lebih senang belajar dengan objek nyata yang dapat ditangkap oleh panca indera anak.

Alat peraga penjumlahan dan pengurangan Metode Montessori

Lillard dan Else-Quest (2006) pencapaian nilai akademik dan

sosial siswa Montessori dibandingkan siswa sekolah

publik, privat, dan charter.

Frick Koh dan Frick (2010) penerapan kemandirian dan dampaknya terhadap motivasi

intrinsik siswa Montessori

Letten (2010) media kertas berwarna

Suryati (2012) media botol hijau kuning

Kristinawati (2012) kartu bridge

Yang perlu diteliti: Metode Montessori dan pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan

untuk siswa SD Rathunde (2003)

perbandingan motivasi, kualitas pengalaman, dan

sosial pada sekolah Montessori dan sekolah


(46)

24 Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pada pembelajaran terdapat komponen-komponen yang mendukung terlaksananya pembelajaran dengan baik. Salah satunya adalah komponen yang diperlukan untuk menciptakan pembelajaran yang konkret bagi siswa SD adalah alat peraga.

Salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran adalah metode Montessori. Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang berlandaskan pada perkembangan anak dan berbasis panca indera sehingga penting adanya alat peraga. Alat peraga Montessori memiliki beberapa karakteristik tersendiri, salah satunya adanya pengendali kesalahan yang mendukung pembelajaran secara mandiri oleh anak. Keberhasilan metode Montessori dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak membuat metode ini mulai diterapkan oleh sekolah-sekolah di berbagai negara termasuk Indonesia. Beberapa sekolah yang menerapkan metode Montessori adalah Jakarta Montessori School, Bali Montessori School, Bogor Montessori School, Sekolah Montessori di Batam, dan Yogyakarta sendiri. Penerapan metode Montessori di Indonesia masih sebatas pada sekolah-sekolah swasta yang berlabel mahal karena alat peraga Montessori belum diproduksi di Indonesia dan masih menggunakan bahan terstandar khusus. Sementara apabila melihat pada sejarah metode Montessori, alat peraga dalam pembelajaran diciptakan oleh Montessori sendiri dengan berdasar hasil observasinya terhadap anak didiknya di Casa dei Bambini.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan di SD Krekah, Bantul terhadap kepala sekolah, guru kelas I, dan delapan siswa kelas I didapatkan permasalahan berkaitan dengan alat peraga dan rendahnya keterampilan penjumlahan dan pengurangan bilangan pada siswa kelas I. Belum adanya alat peraga yang mendukung pembelajaran menjadi salah satu faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas peneliti berinisiatif untuk mengenalkan metode Montessori melalui pengembangan alat peraga ala Montessori yang kontekstual untuk keterampilan penjumlahan dan pengurangan bilangan pada siswa kelas I SD Krekah, Bantul sebagai solusi dari permasalahan yang ada di SD tersebut.


(47)

25 2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester 2 di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mengandung lima ciri alat peraga, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, (4) auto-correction, dan (5) kontekstual.

2.4.2 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester 2 di SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mempunyai kualitas “baik”.


(48)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3) prosedur pengembangan, (4) uji validasi produk, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan data, (7) teknik analisis data, dan (8) jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Research and Development (R&D). Penelitian R&D merupakan proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada dan dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2011:164). Penelitian ini berbasis pada model pengembangan industri yang menggunakan penelitian untuk menemukan suatu desain produk dan prosedur yang baru (Borg & Gall, 2007:589). Penelitian R&D lebih menekankan pengembangan model-model proses, bahan, dan sarana yang berawal dari adanya kebutuhan akan sebuah produk untuk memecahkan suatu permasalahan. Produk yang dihasilkan dapat berupa hardware atau software.

Menurut Sugiyono (2011:298) penelitian R&D memiliki 10 langkah yang terdiri atas (1) analisis potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal. Kesepuluh langkah tersebut membentuk suatu siklus yang tampak pada bagan 3.1. Secara garis besar kesepuluh langkah tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu analisis kebutuhan, pengembangan produk, dan uji coba produk.


(49)

27 Bagan 3.1.Langkah-langkah dalam penelitian R&D

Sementara itu, Walter Dick, Lou Carey, dan James Carey (dikutip dalam Borg & Gall, 2007:589) menyebutkan bahwa penelitian R&D dalam bidang pendidikan memiliki 10 langkah yang terdiri atas (1) identifikasi tujuan yang meliputi analisis kebutuhan, (2) analisis keterampilan-keterampilan khusus, prosedur, dan tugas-tugas belajar yang terlibat dalam pencapaian tujuan, (3) identifikasi tingkat kemampuan dan perilaku siswa, karakteristik pembelajaran yang ada, dan materi serta keterampilan yang akan dikembangkan, (4) menuliskan rencana pengembangan program atau produk berdasarkan hasil analisis langkah 1, 2, dan 3, (5) pengembangan instrumen penilaian, (6) pengembangan strategi, (7) pengembangan materi, (8) membuat desain evaluasi formatif, (9) melakukan revisi, dan (10) membuat desain evaluasi sumatif. Secara garis besar kesepuluh langkah tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu analisis kebutuhan, pengembangan produk, dan penilaian produk. Alur dari kesepuluh langkah tersebut ditunjukkan pada bagan 3.2.

1. Potensi dan masalah

2. Pengumpu-lan data

3. Desain produk

4. Validasi Desain

5. Revisi Desain 6. Uji Coba

Produk 7. Revisi

Produk 8. Uji Coba

Pemakaian

9. Revisi


(50)

28 Bagan 3.2 Langkah-langkah R&D menurut Borg & Gall mengadopsi dari Walter Dick, Lou Carey,

dan James Carey

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah alat peraga Matematika Montessori yang berupa kancing penjumlahan dan pengurangan.

Step 1 Identify intstructional goal (s) Step 3 Analyze learners and context Step 2 Conduct instructional analysis Step 4 Write performance objectives Step 5 Develop assessment instruments Step 6 Develop instructional strategy Step 7 Develop and select

instructional materials

Step 8 Design and conduct formative evaluation

of instruction

Step 9 Revise instruction

Step 10 Design and conduct

summative evaluation


(51)

29 3.2.2 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah SD Krekah, Bantul Yogyakarta. Sekolah tersebut terletak di Ds. Krekah, Gilangharjo, Kec. Pandak, Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.2.3 Subjek Penelitian

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini. Subjek pertama dalam penelitian ini adalah sekelompok siswa kelas I semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SD Krekah, Bantul. Sekelompok siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang mendapatkan nilai matematika di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

pada KD “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka”. Pemilihan sekelompok siswa tersebut sebagai subjek pertama karena mengacu pada filosofi metode Montessori, yaitu pembelajaran individual. Alat peraga Montessori didesain untuk pembelajaran yang bersifat individual. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti memilih sekelompok siswa kelas I yang tidak lulus KKM sebagai subjek penelitian untuk mengakomodasi penerapan filosofi Montessori. Subjek kedua adalah guru kelas I SD Krekah yang bernama Lisa Erviana, S.Pd.SD.

3.3 Prosedur Pengembangan

Berdasarkan tahapan langkah yang digunakan dalam penelitian R&D menurut Sugiyono (2011) dan Borg & Gall (2007), peneliti memodifikasi langkah-langkah tersebut menjadi empat tahap. Keempat tahap tersebut terdiri dari (1) kajian SK dan materi pembelajaran, (2) analisis kebutuhan dan pengembangan program pembelajaran, (3) memproduksi alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan, (4) validasi dan revisi produk. Alur dari keempat tahap tersebut ditunjukkan pada bagan 3.3. Pada setiap tahap terdapat beberapa langkah yang akan dilakukan oleh peneliti.


(52)

30 Bagan 3.3 Prosedur Penelitian Pengembangan Mengadaptasi Model Sugiyono dan Borg&Gall

Tahap III

Memproduksi Alat Peraga Montessori untuk Penjumlahan dan Pengurangan

Desain

Alat Peraga

Album Alat Peraga

Pengumpulan

Bahan Pembuatan

Prototipe Produk Alat Peraga Montessori untuk Penjumlahan dan Pengurangan Kelas I Semester Genap Tahap II

Analisis Kebutuhan dan Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Analisis Kebutuhan dan Pengembangan

Produk

Analisis Sumber Belajar

Penetapan Kompetensi Dasar dan Materi

Analisis Karakteristik Siswa

Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Tahap I

Kajian Standar Kompetensi dan Materi Pembelajaran

Tahap IV Validasi dan Revisi Produk

Validasi

Pakar Pembelajaran Matematika

Pakar Alat Peraga Analisis I

Guru Kelas I

Revisi Produk

Uji Coba Lapangan


(1)

125 9. Direktris mengatakan kepada anak 20-12 sambil menunjuk bilangan 20

dan 12.

10.Direktris bertanya kepada anak, “Bisakah kita mengambil 2 kancing

satuan dari bilangan 20?’

11.Direktris mengatakan kepada anak, “Kita pinjam 1 kancing puluhan dari

bilangan 20 kemudian kita tukarkan dengan 10 kancing satuan”.

12.Direktris menukarkan 1 kancing puluhan dari bilangan 20 dengan 10 kancing satuan kemudian meletakannya pada bilangan 20.

13.Direktris meminta anak menghitung jumlah seluruh kancing pada bilangan 20.

14.Direktris bertanya kepada anak, “Apakah sama jumlahnya dengan tadi?” 15.Direktris bertanya kepada anak, “Apakah sekarang kita sudah bisa

mengambil 2 kancing satuan dari bilangan 20?”

16.Direktris mengambil 2 kancing satuan dari bilangan 20 kemudian meletakannya di sebelah kartu bilangan 12.


(2)

126 17.Direktris mengatakan “Dua” sambil menujuk jumlah kancing satuan pada

bilangan 12.

18.Direktris mengambil 1 kancing puluhan dari bilangan 20 kemudian meletakannya di sebelah kiri kancing satuan pada bilangan 12.

19.Direktris mengatakan, “Ini 12” sambil menunjuk kacing pada bilangan 12. 20.Direktris meminta anak menghitung sisa kancing pada bilagan 20.

21.Direktris bertanya kepada anak, “Jadi, berapa 20-12?”

22.Direktris meminta anak menuliskan hasilnya pada lembar kerja.

23.Direktris mengecek jawaban siswa menggunakan kunci jawaban yang ada di halaman sebalik kartu soal.


(3)

127 24.Anak melanjutkan dengan latihan soal selanjutnya.

Pengendali Kesalahan :

 Kunci jawaban  Jumlah kancing


(4)

128

CURRICULUM VITAE

Theresia Kristi Panca Wijayanti lahir di Demak, 4 Juli 1991. Pendidikan dasar di peroleh di SD N 1 Gajah sampai dengan kelas III dan dilanjutkan di SD K Bintoro Demak, tamat pada tahun 2003. Pendidikan menengah pertama diperoleh di SMP N 2 Demak, tamat pada tahun 2006. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMA Pangudi Luhur Sedayu, Yogyakarta, tamat pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan di luar perkuliahan. Pada tahun 2010, peneliti mengikuti workshop pembelajaran Montessori usia 3-6 tahun sebagai peserta dan aktif dalam organisasi HMPS PGSD periode 2010/2011 sebagai Ketua I. Pada tahun 2011 peneliti mengikuti workshop pembelajaran Montessori usia 6-9 tahun sebagai panitia sekaligus peserta. Pada tahun 2012 peneliti mengikuti workshop pembelajaran Montessori usia 9-12 tahun sebagai peserta. Pada tahun 2011-2012, peneliti juga lolos dalam pendanaan PKM-M oleh Dikti dan memperoleh juara III dalam PIMNAS XXV. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri

dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul “Pengembangan Alat

Peraga Penjumlahan dan Pengurangan Ala Montessori untuk Siswa Kelas I SD


(5)

viii

ABSTRAK

Wijayanti, Theresia Kristi Panca. (2013). Pengembangan alat peraga penjumlahan dan pengurangan ala Montessori untuk siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode penelitian pengembangan, alat peraga Montessori, penjumlahan dan pengurangan, dan matematika.

Alat peraga merupakan komponen penting dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Alat peraga memudahkan siswa untuk memahami konsep yang abstrak melalui benda konkret. Sementara itu, salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran adalah metode Montessori. Fenomena yang terjadi, alat peraga Montessori masih mahal karena menggunakan bahan berstandar khusus dan belum diproduksi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SD semester genap SD Krekah Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (R&D). Langkah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 4 tahap yaitu, (1) kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) analisis kebutuhan dan pengembangan perangkat pembelajaran, (3) produksi alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan, dan (4) validasi dan revisi produk, sehingga dihasilkan prototipe produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan kelas I semester genap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap memiliki lima ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual; dan (2) memiliki kualitas “sangat baik” berdasarkan skor rerata validasi produk dari pakar pembelajaran matematika, pakar alat peraga, guru kelas I, dan siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta, serta peningkatan skor posttest siswa sebesar 73,44%. Dengan demikian alat peraga penjumlahan dan pengurangan yang dikembangkan sudah layak untuk digunakan dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas I semester genap.


(6)

ix

ABSTRACT

Wijayanti, Theresia Kristi Panca. (2013). Developing a set of Montessori addition and subtraction materials for the 1ݏݐ grade students of Krekah Primary School, Yogyakarta. A Thesis. Yogyakarta: Primary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, Montessori materials, addition and subtraction, and mathematics.

Media are an important component of learning in Primary School. They help students to understand the abstract concepts through concrete objects. One of the learning methods that make use of materials is the Montessori Method. The Montessori materials, however, are still very expensive because they use special standardized material and have not been produced in Indonesia. The study was aimed at developing a set of Montessori addition and subtraction materials for the 1ݏݐ grade students at Krekah Primary School, Yogyakarta in the second term of the academic year of 2012/2013.

This study employed the Research and Development method (R&D). The development procedures consist of four steps: 1) examining the competency standard and the math concept, 2) analyzing the students' needs, 3) producing the Montessori addition and subtraction materials, and 4) validating and revising the prototype of Montessori addition and subtraction materials.

The result of the research showed that 1) the set of Montessori addition and subtraction materials developed satisfied the five criteria. It was interesting/attractive, it contained a rational gradation of stimuli, auto-education, auto-correction, and it was contextual; and 2) it was measured as “very good” after a quality assessment involving a couple of Math education experts, the class teacher, and the group of students. The posttest scores of students increased by 73.44%. It could be concluded, therefore, that the developed Montessori material for addition and subtraction was appropriate and ready to test on a wider audience.