Metode Langsung telling Analisis Karakteristik Tokoh Setadewa

para tokoh dalam karya sastra dapat menampilakan diri sacara langsung melalui tingkah laku mereka Minderop, 2005: 8 —49.

4.4.1 Metode Langsung telling

4.4.1.1 Melalui Penggunaan Nama Tokoh Nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan untuk memberikan ide atau menumbuhkan gagasan, memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh. Para tokoh diberikan nama yang melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain. Nama tersebut mengacu pada karakteristik dominan si tokoh. Tokoh utama novel Burung-burung Manyar yaitu Setadewa tetapi masyarakat kerap kali memanggilnya Teto dan ada juga yang memanggil Leo. 70 Maaf, nama saya? Setadewa. Tetapi semua memanggilku Teto. Entah, memang aneh logika mereka. Mangunwijaya, 2010: hlm 11 71 “Zo, zo… jadi kau anak Marice,” ia berkata agak bengong. “Mari duduk …siapa? Yan, Piet, Karel? Atau willem?” “Leo” Saya tidak mau menyebut nama Teto. Kok, seperti anak kecil Mangunwijaya, 2010: hlm 60. Si tokoh memperkenalkan dirinya kepada teman lama maminya Verburggen dengan nama panggilan Leo. Arti kata Leo yaitu singa yang memiliki karakter yang liar. Karakter liar Setadewa dapat terlihat dalam kutipan berikut: 72 Bersama anak sersan, kopral dan sepandri yang selalu hitam dan berkulit termoda luka-luka di mana-mana, aku benar-benar bisa mengalami firdaus: berenang di selokan tangsi telanjang bulat dong Masakan pakai celana beledu dan topi matrus yang airnya lezat berwarna coklat “van Houten’s cacao”, segar dan nyaman menghanyutkan pakaian diikat di atas kepala melalui kampong Bogeman, terus ke Pecinan dan muncul di jembatan di muka Pasar Besar. Mana sinyo totok bisa. Lalu cepat berpakaian, tentunya serba setengah basah dan “sipatkuping” mengejar, lalu hati- hati memboceng di belakang “montor tai”, yakni mobil tangki kotapraja yang di mana-mana menyedot tinja dari tangki-tangki septic WC umum Mangunwijaya, 2010: hlm 4. 73 Tangsi dengan pohon-pohon kenarinya yang besar dan rindang, dan yang setiap musim merontokkan ulat-ulat yang membuat noni-noni menjerit; dan yang bahkan minta lebih dijeritkan lagi oleh lemparan-lemparan anak kolong kami berupa paket- paket ulat yang, nikmat sekali, membuat mereka panik. Yang melempari noni-noni itu biasanya aku, sebab aku anak letnan. Anak-anak kopral tentunya tidak begitu berani mengganggu puteri-puteri ofisir-ofisir, kecuali bila memang dapat aman sungguh-sungguh, bersembunyi dengan garansi mustahil ketahuan identitas mereka. Kenari-kenari itu buah anugerah surga yang kami terima atau lebih tepat, yang kami lempari dengan penuh syukur Mangunwijaya, 2010: hlm 9. 74 Tetapi sayang, dalam permainan Teto selalu curang. Dan pernah sesudah menang curang gobag sodor ia memaksakan hadiah ciuman. Padahal sudah disepakati: jika Atik menang, Atik digendong Teto. Tetapi karena Atik terlalu lemah untuk menggendong Teto bila Teto menang, Atik sanggup untuk memberi kecik sawo biji sawo tiga biji, yang sering dibutuhkan Teto untuk adu kecik sawo dengan kawan- kawannya Mangunwijaya, 2010: hlm 28. 75 Tetapi bukan pertama karena tembakan itu aku mengundurkan diri. Soalnya aku tidak mendapat perintah untuk berpatroli di daerah Kramat ini. Kalau ada apa-apa nanti, aku dapat dicurigai oleh Mayor Verburggen. Cilaka lagi oleh dinas intel NEFIS Mangunwijaya, 2010: hlm 71. Kutipan di atas 3,4,5,6 menggambarkan keliaran Setadewa atau Leo. Kata Leo yang berarti singa yang memiliki ciri liar, juga dimiliki oleh Leo Setadewa. Seperti dalam kutipan di atas. 4.4.1.2 Melalui Penampilan Tokoh Penampilan tokoh dimaksud misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana ekspresinya. Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisikkesehatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh. Dari pelukisan ini tampak apakah tokoh merupakan sosok yang kuat, terkadang lemah, relatife bahagia, tenang atau kadang kala kasar. 76 berenang di selokan tangsi telanjang bulat dong Masakan pakai celana beledu dan topi matrus yang airnya lezat berwarna coklat “van Houten’s cacao”, segar dan nyaman menghanyutkan pakaian diikat di atas kepala melalui kampong Bogeman, terus ke Pecinan dan muncul di jembatan di muka Pasar Besar Mangunwijaya, 2010: hlm 4. Kutipan di atas menggambarkan, masa kecil Setadewa yang suka berenang- renang di selokan tangsi tanpa menggunakan pakaian. Penampilan tokoh dan sikap tokoh menggambarkan usia tokoh yang masih kecil dan belum memiliki rasa malu ketika berenang-renang di selokan tangsi, yang ada hanya rasa bahagia. 77 Sampai ia tunjukan suratmu pada semua cewek dan cowok, sambil menertawakan kau. Sudahlah, semua cewek itu brengsek .” Betul juga Aku sangat setuju dengan kurirku itu. Tidak cuma brengsek, tapi gila. Maka kembalilah aku ke duniaku, berbaris di belakang peleton-peleton infanteri yang baru pulang dari latihan di Tidar. Lelah tetapi masih gagah Mangunwijaya, 2010: hlm 10. Dari kutipan yang digaris bawahi “semua cewek itu brengsek”, menggambarkan bahwa tokoh Setadewa mudah emosi. Setadewa emosi ketika surat cinta yang dia berikan kepada Dora, ditunjukan kepada teman-temannya. Hal itu lah yang memicu Setadewa emosi dan mengatakan brengsek. Setadewa juga memiliki kepribadian jujur, seperti dalam kutipan berikut; 78 Aku tipe anak kolong yang sejak kecil punya kode etika berterung-terang. Lebih baik berkelahi berbahasa kepal dan tendangan kaki daripada bohong dan pura-pura Mangunwijaya, 2010: hlm 32 —33. Kepribadian berterung-terang sudah dia lakukan sejak kecil. Dibalik pribadi Setadewa yang kasar dan jujur, dia juga dapat menangis ketika mendengar kabar ayahnya ditangkap oleh Jepang dan ibunya dijadikan gundik Jepang. Berikut kutipannya: 79 Pokonya Mami mendapat ultimatum dari Kepala Kenpeitai yang berwenag atas nasib Papi. Mami boleh pilih: Papi mati atau Mami menjadi gundik. Mami melilih yang terakhir. Dan Mami tidak mau segala kenyataan dirinya ditutup-tutupi. Setadewa anaknya, harus tahu segala-galanya beserta mengapanya. Disertai cium cinta seorang ibu dan permintaan doa … serta maaf. Doa kontan kuledakkan dari hati. Tetapi maaf…? Aku menangis seperti anak kecil. Aku berterima kasih tiada terhingga, bahwa Tante hanya menyeka-nyeka rambutku, membiarkan segala banjir kawah yang meletus habis sampai kering Mangunwijaya, 2010: hlm 41 —42. Selain itu, Setadewa juga memiliki kepribadian yang santai tidak kaku dan setia. Tidak kaku maksudnya ketika berjumpa dengan Atik, Setadewa ini berpenampilan tidak kaku. Setia dengan cintanya kepada Atik yang sangat memiliki arti dalam hidupnya. Kesetiaan tokoh dapat dilihat dalam kutipan berikut: 80 … Tetapi kartu undangan dapat kuraih, karena salah seorang perwakilan Ford Foundation yang kukenal dan diundang, pada hari itu masih turne di Ujungpandang. Dari pimpinan protocol kemarin aku mendapat kepastian, bahwa untuk upacara itu aku boleh-boleh saja berbaju batik, sebab itu suadah dianggap pakaian resmi dan rapi. Bagus, inilah satu-satunya yang kuinginkan, berpakaian tidak kaku, kalau aku berjumpa dengan Atik nanti. Sebab pastilah aku akan berjumpa dengan Atik nanti Mangunwijaya, 2010: hlm 244. 81 Ya, ia Atik sudah kawin dengan orang lain, tetapi dalam hati ia tetapi kekasihku. Betapa pun bejat atau gagal seseorang, ia berhak mempunyai pujaan hati. Dan pujaan hati jangan selalu dihubungkan dengan seks. Aku tahu, itu maha penting, seks tetapi aku tahu jugadalam pengeterapannya terhadap Atik, seks jatuh pada nomor tiga atau empat Mangunwijaya, 2010: hlm 244. Setadewa masih setia dengan Atik wanita yang dia cintai sejak dulu. Meskipun Setadewa sudah menikah, dia tidak bisa mencintai istrinya seperti dia mencintai Atik. 82 Memang sebenarnya aku dulu kawin tidak karena cinta. Cintaku hanya untuk Atik. Dengan Barbara aku kawin demi karir Mangunwijaya, 2010: hlm 224. Setadewa juga memiliki kepribadian yang jujur, seperti dalam kutipan berikut: 83 Untuk zakelijk membicarakan masalahku mengenai rahasia kesalahan komputer dan minta tolong untuk menyelundupkan informasi vital itu kepada pihak pemerintah Indonesia melalu Atik atau suaminya juga bukan masalah yang teramat kutakuti Mangunwijaya, 2010: hlm 261. Setelah Setadewa berhenti dari anggota KNIL, dia melanjutkan studi di Amerika untuk mengambil gelar doktor matematika. Dalam perjalannya bekerjanya, ditemukan kecurangan di sistem komputer. Dia ingi membongkar kecurangan yang telah di lakukan, karena dia telah bersumpah kepada profesor yang menyumpahnya. 4.4.1.3 Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang atau narator dalam menentukan kisahannya. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin sang tokoh. Dengan demikian, pengarang terus-menerus mengawasi karakterisasi tokoh. Pengarang tidak sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya Minderop, 2005: 15 —16. Pengarang juga terlibat dalam penceritaan novel Burung-burung Manyar ini, tetapi pengarang tidak dominan dalam penceritaan karya sastra ini. Berikut kutipan yang menunjukan adanya keterlibatan pengarang dalam penceritaan mengenai karakter tokoh Setadewa. 84 … Tiba-tiba kedua burung itu terperanjat dan serba panic mendadak terbang. Gusar Atik bertanya diri, siapa yang mengganggunya? Anak kampung barangkali. Ternyata ada kepala anak laki-laki seumur 12 tahun muncul dari balik tembok. Anak itu memanjat dahan pohon sawo kecik yang lebih tinggi, dan membidikkan pelantingnya ke arah srigunting. Teto nama anak itu Mangunwijaya, 2010: hlm 27. Melalui kutipan di atas, pengarang menggambarkan karakter tokoh Setadewa seorang anak kecil, berusia 12 tahun yang suka membidik burung srigunting, keusilan tokoh tergambar jelas dalam kutipan di atas. Setadewa juga memiliki kepribadian yang suka curang dalam permainan, seperti dalam kutipan berikut; 85 Tetapi sayang, dalam permainan Teto selalu curang. Dan pernah sesudah menang curang gobak sodor ia memaksakan hadiah ciuman. Pada hal sudah disepakati: jika Atik menang, Atik digendong Teto. Tetapi karena Atik terlalu lemah untuk menggengdong Teto bila Teto menang, Atik sanggup untuk memberi kecik sawo biji sawo tiga biji, yang sering dibutuhkan Teto untuk adu kecik sawo dengan kawan-kawannya Mangunwijaya, 2010: hlm 28. Selain itu, pengarang juga menggambarkan karakter tokoh yang tidak bisa menempatkan diri dan tidak gentlemen. Gentlemen di sini maksudnya tidak siap menerima kenyataan yang ada, seperti kutipan berikut: 86 Kesalahan Teto hanyalah, mengapa soal keluarga dan pribadi ditempatkan langsung di bawah sepatu lars politik dan militer. Kesalahan Teto hanyalah, ia lupa bahwa yang disebut penguasa Jepang atau pihak Belanda atau bangsa Indonesia dan sebagainya itu baru istilah gagasan abstraksi yang masih membutuhkan konkretisasi darah dan daging Mangunwijaya, 2010: hlm 167. 87 Teto tidak mengenal takut. Ia lari, barangkali karena tidak kuat menghadapi situasinya, menghadapi konflik batik antara nafsu membalas dendam nasib ayah dan ibunya dan perasaannya terhadap dia, Atik. Apakah ini harus ditafsir sebagai sebentuk sasmita rasa cinta yang terpendam? Selama ini begitulah tafsiran Atik. Tetapi apa benar demikian? Mangunwijaya, 2010: hlm 176. Pengarang menggambarkan karakter tokoh yang bisa menempatkan diri dan tidak gentlemen dalam menghadapi kehidupan ini. Pengarang, membuat batin tokoh menjadi bimbang dalam menyelesaikan masalah hidupnya. Satu sisi tokoh ini membalas dendam tetapi satu sisi cintanya kepada Atik yang dalam membuat tokoh tidak yakin untuk membalas dendam.

4.4.2 Metode Tidak Langsung showing

Dokumen yang terkait

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 13 19

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 9 13

PENDAHULIAN Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 2 5

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di S

0 1 13

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 5 26

KONFLIK BATIN DALAEL SHIRAZY Konflik Batin dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA.

0 3 11

Konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra.

0 5 140

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

0 0 138

Konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Yb. Mangunwijaya dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra - USD Repository

0 0 207