Teori Psikologi Abraham Maslow

Menurut Stanton 2007:35 latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar berfungsi untuk mengekspresikan perwatakan dan kemauan, memiliki hubungan erat dengan alam dan manusia Wellek dan Werren dalam Sukada, 1987:61.

2.3 Teori Psikologi Abraham Maslow

Teori dari Abraham Maslow mempunyai beberapa sebutan, seperti teori humanistik, teori transpersonal, kekuatan ketiga dalam psikologis, kekuatan keempat dalam kepribadian, teori kebutuhan dan teori aktualisasi diri. Akan tetapi, Abraham Maslow menyebutnya sebagai teori holistik-dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus-menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang yang mempunyai potensi untuk menuju kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:325. Untuk meraih aktualisasi diri, orang harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dilevel yang lebih rendah, seperti kebutuhan akan lapar, keamanan, cinta, dan harga diri. Hanya setelah orang merasa cukup puas pada masing-masing dari kebutuhan- kebutuhan ini, maka mereka bisa mencapai aktualisasi diri Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:326. Teori kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:330-331. Pertama, Maslow mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi holistic approach to motivation, yaitu keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi. Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal motivation is usually complex, yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Contohnya, keinginan untuk berhungangan seksual dapat termotivasi tidak hanya oleh adanya kebutuhan yang berkaitan dengan alat kelamin, tetapi juga oleh kebutuhan akan dominasi, kebersamaan, cinta dan harga diri. Selain itu, motivasi untuk melakukan sebuah tingkah laku dapat disadari maupun tidak disadari oleh orang yang melakukan. Contohnya, motivasi seorang mahasiswa untuk mendapatkan nilai tinggi dapat menutupi motivasi sesungguhnya yang adalah kebutuhan untuk mendominasi atau memperoleh kekuasaan. Asumsi ketiga adalah bahwa orang-orang berulang kali termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan people are continually motivated by one need or another. Ketika sebuah kebutuhan terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk memotivasinya dan digantikan oleh kebutuhan lain. Contonya, selama kebutuhan akan makanrasa lapar belum terpenuhi, orang akan selalu berusaha mendapatkan makanan. Akan tetapi, ketika mereka sudah mendapat cukup makanan, mereka beralih ke kebutuhan-kebutuhan lain seperti keamanan, pertemanan, dan penghargaan diri. Keempat, semua orang di manapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama all people everywhere are motivated by the same basic needs. Bagaimana cara orang-orang di kultur yang berbeda-beda memperoleh makanan, membangun tempat tinggal, mengekspresiakan pertemanan, dan seterusnya bisa bervariasi, tetapi kebutuhan dasar untuk makanan, keamanan, dan pertemanan merupakan kebutuhan yang berlaku umum untuk semua spesies. Asumsi terakhir mengenai motivasi adalah kebutuhan-kebutuhan dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki need can be arranged on a hierarchy. Menurut Maslow tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan sekaligus memuaskan. Masalah yang terpenting, menurut Maslow ialah seorang harus terlebih dahulu mencapai kebutuhan yang paling mendasar sebelum mempu mencapai kebutuhan di atasnya. Maslow menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut, kebutuhan: fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri ,dan aktualisasi diri Minderop, 2010:48. Kebutuhan manusia tersusun menurut tingkatan, yaitu 1. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia adalah kebutuhan fisiologis, termasuk di dalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh,dll. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatanpengaruh paling besar dari semua kebutuhan. Orang-orang yang terus- menerus merasa lapar akan termotivasi untuk makan—tidak termotivasi untuk mencari teman atau memperoleh harga diri. Mereka tidak melihat lebih jauh dari makanan, dan selama kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka motivasi utama mereka adalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainya, setidaknya ada dua hal yang penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu- satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Orang- orang bisa cukup makan sehingga makanan akan kehilangan kekuatan untuk memotivasi. Bagi orang yang baru saja selesai makan dalam porsi besar, pikiran tentang makanan bahkan dapat menyebabkan perasaan mual. Karakteristik berbeda yang kedua dari kebutuhan fisiologis adalah kemampuan untuk muncul kembali recurring nature. Setelah orang selesai makan, mereka lama-kelamaan menjadi lapar lagi; mereka terus-menerus mengisi ulang pasokan makanan dan air; dan satu tarikan nafas harus dilanjutkan oleh tarikan nafas berikutnya. Akan tetapi, kebutuhan-kebutuhan di level lainnya tidak muncul kembali secara terus-menerus. Contohnya, orang yang paling tidak telah memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan penghargaan akan tetap merasa percaya diri bahwa mereka dapat terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan harga diri Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:332- 333. 2. Kebutuhan akan Keamanan Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan safety need, yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mencekam, seperti perang, teroris, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan. Pada masyarakat yang tidak sedang mengalami perang, sebagian besar orang-orang dewasa yang sehat dapat memenuhi kebutuhan akan keamanan mereka setiap waktu sehingga,menjadikan kebutuhan ini cenderung tidak penting. Akan tetapi, anak-anak lebih sering termotivasi oleh kebutuhan akan rasa aman karena mereka hidup dengan ketakutan akan gelap, binatang, orang asing, hukumana dari orang tua. Selain itu, sebagian orang dewasa merasa cenderung tidak aman karena ketakutan tidak masuk akal dari masa kecil terbawa hingga masa dewasa dan menyebabkan mereka bertindak seolah mereka takut akan hukuman dari orang tua. Mereka menghabiskan lebih banyak energi daripada energi yang dibutuhan orang yang sehat untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan ketika mereka tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman tersebut, mereka akan mengalami apa yang disebut dengan kecemasan dasar basic anxiety Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:333-334. 3. Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan love and belongingness needs, seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:334. Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaan cukup terpenuhi sejak dari masa kecil tidak manjadi panik ketika cintanya ditolak. Orang yang seperi ini mempunyai kepercayaan dari bahwa mereka akan diterima oleh orang-orang yang penting bagi mereka, jadi ketika orang lain menolak mereka, mereka tidak merasa hancur. Kelompok kedua adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah merasakan cinta dan keberadaan, dan oleh karena itu, mereka menjadi tidak mampu memberikan cinta. Mereka jarang atau bahkan tidak pernah dipeluk ataupun disentuh ataupun mendapat pernyataan cinta dalam bentuk apapun. Maslow percaya bahwa orang semacam ini lama-kelamaan akan belajar untuk tidak mengutamakan cinta dan terbiasa dengan ketidakhadiran cinta. Kategori ketiga adalah orang-orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena hanya menerima sedikit cinta dan keberadaan, maka mereka akan sangat termotivasi untuk mencarinya. Dengan kata lain, orang yang menerima sedikit cinta mempunyai kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan yang lebih besar daripada orang yang menerima cinta dalam jumlah cukup atau yang tidak menerima cinta sama sekali Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:334-335. 4. Kebutuhan akan Penghargaan Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan esteem needs, yang mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow 1970 mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan—reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri didasari oleh lebih dari reputasi maupun gengsi. Harga diri menggambarkan sebuah “keinginan untuk memperoleh kekuatan, pencapaian atau keberhasilan, kecukupan, penguasaan dan kemampuan, kepercayaan diri di hadapan dunia, serta ke mandirian dan kebebasan”. Dengan kata lain, harga diri didasari oleh kemampuan nyata dan bukan hanya didasari oleh opini orang lain. Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:335. 5. Kebutuhan akan Aktualisasi diri Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling penting dalam teori Maslow tentang motivasi pada manusia. Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:336. Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:338 memperkirakan bahwa rata-rata orang membuat kebutuhan masing-masing terpenuhi samapai kurang lebih sebanyak ini: fisiologis 85; keamanan 70, cinta dan keberadaan 50, penghargaan 40, dan aktualisasi diri 10. Semakin besar kebutuhan di level rendah terpenuhi, maka akan semakin besar kemunculan kebutuhan di level selanjutnya. Contohnya, jika kebutuhan akan cinta hanya terpenuhi sebesar 10, maka kebutuhan penghargaan mungkin tidak akan muncul sama sekali. Akan tetapi, jika kebutuhan akan cinta terpenuhi sebanyak 25, maka bisa jadi kebutuhan penghargaan dapat muncul sebanyak 5. Jika kebutuhan akan cinta sebesar 75, maka kebutuhan akan penghargaan dapat muncul sampai 50, dan seterusnya. Oleh sebab itu, kebutuhan-kebutuhan muncul secara bertahap, dan seseorang dapat termotivasi secara bersama oleh kebutuhan-kebutuhan dari dua atau lebih level. Sebagai contoh, orang yang mengaktualisasi diri diundang sebagai tamu kehormatan di sebuah acara makan malam bersama yang diadakan teman-teman dekatnya di sebuah restoran. Tingkah laku makan memenuhi kebutuhan fisiologis; tetapi pada saat yang bersamaan, sang tamu kehormatan bisa juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keamanan, cinta, penghargaan, dan aktualisasi dirinya. Maslow dalam Jess, Feist, Gregory J Feist, 2010:339-340 tidak terpenuhinya salah satu dari kebutuhan-kebutuhan mendasar dapat mengarah pada beberapa macam penyakit. Kebutuhan fisiologis yang tidak terpenuhi berakibat pada malnutrisi, kelelahan, hilang energi, obsesi terhadap seks, dan lain sebagainya. Ancaman terhadap keamanan seseorang akan mengarah pada perasaan bahwa bahaya sedang mengancam, perasaan tidak aman, dan perasaan takut yang sangat besar. Ketika kebutuhan cinta tidak terpenuhi, seseorang menjadi defensif, terlalu agresif, atau canggung di lingkungan sosial. Kurangnya penghargaan pada munculnya keraguan diri, tidak menghargai diri, dan kurangnya rasa percaya diri. Tidak terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri juga mengarah pada penyakit atau patologi, atau lebih tepatnya metapatologi. Maslow mendefinisikan metapatologi sebagai ketiadaan nilai-nilai, ketiadaan pencapaiankeberhasilan, dan hilangnya arti hidup. Orang-orang yang mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika dimaki, ditolak, dan diremehkan oleh orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan cinta maupun kebutuhan akan penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi mereka kehidupan. Maslow 1970 membuat daftar lima belas karakteristik sementara yang merupakan ciri-ciri orang-orang yang mengaktualisasi diri sampai batasan tertentu. Kelima belas cirri itu:Persepsi yang Lebih Efisien akan Kenyataan; Penerimaan akan Diri, Orang lain, dan Hal-hal alamiah; Spontanitas,Kesederhanaan, dan Kealamian; Berpusat pada Masalah; Kebutuhan akan Privasi; Kemandirian; Penghargaan yang Selalu Baru; Pengalaman puncak; Gemeinschaftsgefuhl; Hubungan Interpersonal yang Kuat; Struktur Karakter Demokratis; Diskriminasi antara Cara dan Tujuan; Rasa JenakaHumor yang Filosofis; Kreativitas; Tidak Mengikuti kulturasi.

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA

Dokumen yang terkait

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 13 19

KONFLIK BATIN TOKOH RINAI DALAM NOVEL RINAI, TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA PADA Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 9 13

PENDAHULIAN Konflik Batin Tokoh Rinai dalam Novel Rinai, Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMK.

0 2 5

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di S

0 1 13

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LALITA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Lalita Karya Ayu Utami: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 5 26

KONFLIK BATIN DALAEL SHIRAZY Konflik Batin dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA.

0 3 11

Konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra.

0 5 140

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

0 0 138

Konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Yb. Mangunwijaya dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra - USD Repository

0 0 207