ibunya. Setadewa merasa sangat menderita dengan kepergian mereka. Konflik batin di masa remaja Setadewa yang tidak percaya diri terbawa hingga dia beranjak
dewasa. Rasa tidak percaya diri ini diakibatkan Setadewa belum bisa menerima kenyataan yang ada. Rasa tidak percaya diri membuat Setadewa tidak mampu
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.
4.7.3 Emosional
Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, membuat Setadewa emosi dengan apa yang dia alami. Seperti kebutuhan akan penghargaan 124 dan 125. Setadewa merasa
tidak dihargai oleh tentara Inggris dan dia merasa dirinya dipermainkan. Kurangnya penghargaan akan tokoh lain membuat Setadewa emosi. Selain itu, Setadewa juga
belum mampu menghargai dirinya, seperti kutipan 126 dan 127. Kurangnya penghargaan akan dirinya membuat Setadewa emosional yang
menyebabkan dirinya emosional. Setadewa menjadi pribadi yang mudah emosional karena dia belum bisa menerima kenyataan yang ada. Setadewa selalu menyalahkan
dirinya sendiri atas apa yang dia lakukan. Seperti kutipan 126 dan 127,Setadewa meyalahkan dirinya sendiri ata sikap yang dia lakukan.
4.7.4 Frustasi
Melalui penjelasan mengenai kebutuhan akan rasa aman, rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri yang tidak terpenuhi
menyebabkan Setadewa mengalami frustasi atas hidupnya. Dengan demikian, rasa
takut, rasa tidak percaya diri, emosional dan frustasi menyebakan konflik batin dalam diri Setadewa yang belum bisa menerima kenyataan yang ada. Permasalahan hidup
Setadewa membuat dirinya tertekan dan diakhir cerita, Setadewa ditinggal Atik menunaikan ibadah naik haji, di situlah perpisahan Setadewa dan Atik. Atik
meninggal karena kecelakaan.
130
BAB V PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
5.1 Pembelajaran Sastra di SMA
Pada haketatnya, pelajaran sastra bukanlah pembelajaran tentang sastra, melainkan proses belajar mengajar yang memberikan kemampuan dan keterampilan
mengapresiasikan sastra melalui proses interaksi dan transaksi antar siswa dengan cipta sastra yang dipelajarinya. Oleh sebab itu pembelajaran sastra harus
direncanakan untuk melibatkan siswa dalam proses menampilkan kebermaknaan. Siswa tidak boleh hanya dijejali dengan akumulasi informasi tentang makna karya
sastra, melaikan diajar untuk memperoleh secara mandiri Gani, 1988:125. Dalam kaitannya pembelajaran sastra di SMA, siswa tidak hanya dituntut untuk
memahami karya sastra, tetapi juga mengapresiasikan karya sastra. Tahapan pembelajaran sastra di SMA memuat empat komponen yaitu, mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis Depsiknas, 2006:232. Komponen mendengarkan meliputi kemampuan mendengar, memahami dan mengapresiasikan ragam karya
sastra seperti, cerpen, puisi, drama dan novel. Komponen berbicara meliputi kemampuan membahasa, menaggapi dan mendiskusi ragam karya sastra sesuai
isinya. Komponen membaca meliputi kemampuan membaca serta memahami berbagai jenis karya sastra dan dapat mengapresiasikannya. Komponen menulis
meliputi kemampuan mengapresiasikan karya sastra ke dalam bentuk tulisan