Uji Linearitas Uji Asumsi
signifikansi sebesar 0,000 p0,01 sehingga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik.
Artinya, semakin tinggi tingkat kematangan emosi maka semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik yang dilakukan mahasiswa. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi, maka semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademik yang dilakukan mahasiswa.
Data yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan pada skala kematangan emosi menunjukkan bahwa mean teoretis yang diperoleh adalah
150 dan mean empiris yang diperoleh adalah 165,60, artinya mean empiris lebih besar daripada mean teoretis. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tingkat kematangan emosi subjek tinggi. Sedangkan pada skala prokrastinasi akademik, mean teoretis yang diperoleh adalah 160 dan mean
empiris yang diperoleh adalah 158,37. Mean empiris pada skala prokrastinasi akademik lebih kecil dari mean teoretisnya. Maka dari itu, diketahui bahwa
tingkat prokrastinasi akademik subjek rendah. Secara lebih rinci, hasil kategorisasi untuk variabel kematangan emosi
menunjukkan 6 subjek 6 berada pada kategori kematangan emosi yang sangat rendah, 25 subjek 25 termasuk pada kategori yang rendah, 36
subjek 36 berada pada kategori sedang, 26 subjek 26 tergolong kategori tinggi, dan 7 subjek 7 memiliki kematangan emosi sangat tinggi.
Sedangkan hasil kategorisasi skor prokrastinasi akademik menunjukkan 6 subjek 6 memiliki prokrastinasi akademik yang sangat rendah, 25 subjek
25 termasuk pada kategori yang rendah, 37 subjek 37 berada pada
kategori sedang, 28 subjek 28 tergolong kategori tinggi, dan 4 subjek 4 termasuk kategori sangat tinggi.
Tingginya tingkat kematangan emosi subjek penelitian ini dapat disebabkan oleh dua faktor, yakni usia dan pengalaman Hurlock, 1994.
Faktor usia memang tidak menjamin kematangan emosi seseorang, tetapi dengan bertambahnya usia, seseorang akan menjadi lebih matang secara
emosi. Pertambahan usia memungkinkan pertambahan kemampuan seseorang dalam menerima berbagai hal yang mungkin menimbulkan perasaan marah,
takut, cemas, dan sebagainya. Sebagaimana yang diungkapkan Jogsan 2013 bahwa kematangan emosi pada individu dapat terus berkembang sampai usia
sekitar 35 tahun. Kaitan tingginya kematangan emosi mahasiswa dengan rendahnya tingkat prokrastinasi akademik mahasiswa adalah ketika mahasiswa
yang mempunyai kematangan emosi tinggi dihadapkan pada kewajiban menyelesaikan berbagai tugas akademik yang menantang, ia dapat
memfokuskan diri dan energinya untuk mencari solusi menyelesaikan kewajibannya, alih-alih melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
untuk sesaat seperti menonton TV atau tidur. Hal tersebut dapat terjadi karena kematangan emosi dapat diartikan
secara khusus sebagai kemampuan individu untuk mengendalikan diri Andrieş, 2009; Yusuf, 2011; Arumugam, 2014. Artinya, mahasiswa yang
matang emosinya tidak akan mudah terganggu atau teralihkan oleh rangsang- rangsang yang bersifat emosional sesaat, baik yang berasal dari dalam
maupun luar dirinya. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki kematangan