c. Kesenjangan antara kehendak dan tindakan intention-behavior discrepancy
Prokrastinator melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, mahasiswa mendapatkan tugas beserta
deadline pengumpulan tugas dari dosen. Kemudian ia merancang
jadwal untuk mengerjakan tugas tersebut. Akan tetapi pada akhirnya ia tidak dapat memenuhi jadwal tersebut.
d. Melakukan aktivitas lain shift to other activities Prokrastinator memilih menghindar untuk mengurangi kecemasan
dan ketakutan yang dimilikinya. Hal itu menyebabkan prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Ia menggunakan
waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan, seperti menonton TV, tidur, bermain game, dan
sebagainya sehingga menyita waktu yang ia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.
Dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik termanifestasi pada beberapa tipe, yaitu kehendak untuk menunda memulai maupun
menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, perilaku menunda memulai maupun menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, kesenjangan antara
kehendak dan tindakan, dan melakukan aktivitas lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik
Berdasarkan beberapa kajian teoritis, ada dua faktor utama yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, yaitu:
a. Faktor Internal dari dalam diri individu, meliputi: 1 Faktor Fisik, yaitu kondisi fisiologis seseorang yang mendorong ke
arah prokrastinasi, seperti rasa lelah Strongman Burt, dalam Steel, 2007. Seseorang yang merasa lelah berlebihan akan memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi. 2 Faktor Psikologis, antara lain:
a Harga diri Penelitian Beswick, dkk dalam Patrzek, Grunschel, Fries
2012 mengindikasikan bahwa mahasiswa yang prokrastinasi seringkali memiliki harga diri yang rendah. Sebagaimana
dikemukakan oleh Ferrari dalam Chow, 2011 bahwa harga diri yang rendah atau perasaan tidak berharga mendorong ke arah
menghindari tugas yang mungkin berujung pada kegagalan. b Impusivitas
Steel 2007 menyatakan bahwa kecenderungan menanggalkan pekerjaan dengan tenggat waktu yang sudah dekat juga biasa
dilakukan oleh orang impulsif yang dapat dengan mudah merasa bosan. Ursia, Siaputra, dan Sutanto 2013 menyatakan hal yang
serupa, yakni kecenderungan mahasiswa untuk bersikap impulsif selaras dengan kecenderungan mahasiswa untuk menunda
pengerjaan tugas. Blatt Quinn dalam Steel, 2007
menerangkan bahwa individu yang impulsif lebih cenderung melakukan prokrastinasi, sebagaimana mereka cenderung
dilanda dengan keinginan saat ini dan fokus perhatian pada keinginan tersebut.
c Kontrol diri Steel 2007 menegaskan bahwa prokrastinasi akademik
memiliki korelasi negatif yang kuat dengan kontrol diri. Hal senada diungkapkan oleh Ferrari dan Emmons 1995 bahwa
kontrol diri merupakan prediktor tunggal terbaik untuk setiap metode prokrastinasi, yakni prokrastinasi decisional, behavioral,
dan dysfunctional. b. Faktor Eksternal dari luar diri individu, contohnya perbedaan
karakteristik tugas, seperti ketidaksukaan dan kesukaran tugas Steel, 2007. Tugas-tugas kuliah yang membutuhkan kemandirian, menuntut
penyediaan sumber daya waktu, tenaga, pikiran, dan mungkin juga uang, serta tidak memberikan imbalan seketika merupakan tugas-tugas
yang dengan mudah atau memiliki kecenderungan tinggi untuk ditunda Ursia, Siaputra, Sutanto, 2013.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik terdiri dari faktor internal, yakni
fisik rasa lelah dan psikologis harga diri, impulsivitas, dan kontrol diri serta faktor eksternal, yaitu perbedaan karakteristik tugas.
B. KEMATANGAN EMOSI
1. Pengertian Kematangan Emosi
Gunarsa 1986 menyatakan bahwa kematangan emosi merupakan dasar perkembangan individu dan sangat mempengaruhi tingkah laku.
Dengan kata lain, kematangan emosi merupakan bagian penting dalam kehidupan individu Punithavathi, 2013. Hal itu dapat terjadi karena
kematangan emosi memampukan individu untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam hidup Singh, Pant, Valentina, 2014. Selain itu,
kematangan emosi memungkinkan individu untuk menahan tekanan sehingga individu yang emosinya matang dapat bertahan terhadap situasi
frustrasi. Oleh karenanya, individu yang memiliki kematangan emosi yang tinggi mampu mengarah pada kehidupan yang efektif dan berhasil,
Tiwari, 2014. Kematangan emosi dapat dipahami sebagai kemampuan kontrol diri
yang pada gilirannya merupakan sebuah hasil pemikiran dan pembelajaran Pastey Aminbhavi, 2006. Lebih lanjut, menurut Aashra dan Jogsan
2013, kematangan emosi adalah ukuran kapasitas seseorang dalam menciptakan sebuah sikap mental positif. Secara esensi, kematangan
emosi berarti mengendalikan emosi, bukan membiarkan emosi memegang kendali Punithavathi, 2013. Jogsan 2013 mengungkapkan bahwa
kematangan emosi pada individu normal akan tercapai pada usia 21 tahun sampai awal 30 dan akan terus berkembang sampai usia sekitar 35 tahun