b. Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri kegiatan belajar yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri adalah: Pertama, belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu
yang belajar dalam arti perubahan tingkah laku baik aktual maupun potensial. Kedua, perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relatif lama. Ketiga, perubahan itu terjadi karena adanya usaha dengan sengaja.
6
Ciri-ciri umum belajar dapat diamati pada Tabel 2.1.
7
Tabel 2.1 Ciri-Ciri Umum Belajar Unsur-Unsur
Belajar
1 Pelaku
Peserta didik yang bertindak belajar atau pebelajar 2
Tujuan Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup
3 Proses
Internal pada diri pebelajar 4
Tempat Sembarang tempat
5 Lama Waktu
Sepanjang Hayat 6
Syarat Terjadi Motivasi belajar kuat
7 Ukuran
Keberhasilan Dapat memecahkan masalah
8 Faedah
Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi 9
Hasil Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan
pengiring
c. Tujuan Belajar
Tujuan belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang dialami seseorang sebagai hasil belajar. Menurut Winarno Surachmad dalam Alisuf Sabri,
tujuan belajar di sekolah adalah untuk mencapai: Pertama, pengumpulan pengetahuan. Kedua, penanaman konsep dan kecekatan atau keterampilan. Ketiga,
pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar menurut Taksonomi Bloom
6
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 56.
7
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h. 8
yaitu “tujuan belajar diarahkan untuk mencapai ketiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik”.
8
Tujuan belajar di ranah kognitif adalah untuk memperoleh pengetahuan fakta, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berpikir analisis,
sintesis, dan evaluasi. Tujuan belajar di ranah afektif adalah untuk memperoleh sikap, apresiasi dan karakterisasi. Tujuan belajar di ranah psikomotorik adalah
untuk memperoleh keterampilan fisik.
9
d. Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Tutorial atau bantuan yang
diberikan oleh teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah perkembangan proximal Zone of Proximal
Development anak.
10
Zone of Proximal Development ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan scaffolding orang dewasa
atau teman sebaya.
11
Anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka, ketika mereka terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas yang tidak bisa mereka kerjakan
sendiri tetapi mereka dapat kerjakan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa.
12
Orang dewasa dapat memberikan bimbingan scaffolding yaitu memberikan bantuan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk memecahkan
persoalan, kemudian secara bertahap guru mengurangi memberikan bantuan
8
Alisuf Sabri, op. cit., h. 58.
9
Ibid., h. 59.
10
Dwi Priyo Utomo, Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan Prakteknya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2013, h. 5,
http:ejournal.umm.ac.id.
11
Ibid.
12
Robert E. Slavin, Educational Psychology Theory and Practice, 7E, 2013, h. 258, http:www.pearsonhighered.com.
kepada peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawabnya.
13
e. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme menurut Yusida Gloriani merupakan “landasan berpikir filosofi pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit, dan tidak sekonyong-
konyong”.
14
Adapun menurut Slavin dalam Trianto, teori konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus
menemukan sendiri informasinya dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya jika aturan-
aturan lama tersebut relevan lagi.
15
Menurut teori ini guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Namun peserta didik harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru sebagai
fasilitator yang memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam proses membangun pengetahuannya dengan cara memberikan peserta didik kesempatan
untuk menemukan ide-idenya sendiri.
16
Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa indera seseorang merupakan satu-satunya alat yang tersedia untuk mengetahui sesuatu. Seseorang berinteraksi
dengan objek dengan cara melihat, mendengar, mencium, dan merabanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan itu lebih menunjuk kepada pengalaman
seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri.
17
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari pikiran satu orang ke orang lain. Jika guru ingin mentransfer konsep kepada siswa, maka
pemindahan itu harus dikonstruksikan sendiri oleh siswa melalui pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang guru ajarkan kepadanya
13
Ibid, h. 262.
14
Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah Dasar, Equilibrium, 2, 2008, h. 97.
15
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 74.
16
Ibid.
17
Ibid, h. 75.