Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian
yang persentasi berkaitan materi yang disampaikan. Sedangkan kelompok penjawab bertugas menjawab pertanyaan yang disampaikan kelompok penannya.
Menurut Sri Sulastri “pembelajaran kooperatif adalah suatu kondisi
pembelajaran yang dengan segala upaya setiap individu dan didukung individu lainnya dalam pencapaian tujuan siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika
dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut ”.
7
Oleh karena itu dengan tingginya intensitas penerapan pembelajaran kooperatif di MAN Jakarta Selatan merupakan hal yang baik mengingat salah satu
istilah dalam pembelajaran kooperatif adalah “We Sink or Swim Together”.
8
Sehingga siswa mengupayakan keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok. Karena keberhasilan kelompok dirayakan bersama. Sehingga diharapkan
keberhasilan seseorang di dalam kelompok akan membantu keberhasilan teman- temannya dalam kelompok hingga berdampak prestasi siswa meningkat. Berbeda
dengan pembelajaran secara individualistik, siswa hanya berusaha atas keberhasilan sendiri tanpa memperhatikan keberhasilan orang lain atau teman-
temannya. Sehingga kesuksesannya hanya dirayakan sendiri. Berdasarkan RPP, metode pembelajaran kooperatif yang paling sering
diterapkan oleh guru adalah group investigation. Di dalam RPP, guru menerapkan metode pembelajaran kooperatif lainnya seperti listening team. Kelebihan metode
GI menurut Sharan yaitu: 1 peserta didik yang berpartisipasi dalam GI cenderung berdiskusi dan menyumbangkan ide tertentu, 2 gaya bicara dan kerjasama peserta
didik dapat diobservasi, 3 peserta didik dapat belajar kooperatif lebih efektif, dengan demikian dapat meningkatkan interaksi sosial mereka, 4 GI dapat
mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat ditransfer ke situasi diluar kelas, 5 GI mengijinkan guru untuk
7
Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan, 2012, h. 20-21, http:jurnal.pdii.lipi.go.id.
8
Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, h. 75-76.
lebih informal, 6 GI dapat meningkatkan penampilan dan prestasi belajar peserta didik.
9
Berdasarkan angket guru, aktivitas guru yang paling dominan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif adalah aktivitas dalam materi pembelajaran
yang termasuk ke dalam kategori sangat baik. Hal yang dilakukan guru berkaitan dengan materi pembelajaran adalah menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa yang
akan dipelajari oleh siswa dalam kelompok. Penggunaan LKS sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, guru sering menggunakannya.
Manfaat penggunaan LKS, antara lain: perpaduan teks dengan gambar dalam halaman cetak dapat menambah daya tarik serta dapat memperlancar pemahaman
informasi yang disajikan dalam dua format, verbal dan visual. Selain itu, dengan menggunakan LKS materi dapat diproduksi dengan ekonomis dan didistribusikan
dengan mudah.
10
Sedangkan berdasarkan angket guru, aktivitas guru yang paling dominan diurutan kedua setelah materi pembelajaran adalah tahap pembelajaran. Salah satu
langkah yang dilakukan dalam tahap pembelajaran antara lain : guru membimbing siswa menyelesaikan tugas atau LKS. Langkah ini memperoleh persentase 83
dengan kategori baik berdasarkan angket guru. Hal ini sesuai dengan hasil observasi RPP, pada tahap peserta didik bekerja bersama-sama menyelesaikan
tugas atau LKS di bawah bimbingan guru memperoleh persentase 100 dengan kategori sangat baik.
Berdasarkan prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie, prinsip yang dominan dilakukan oleh siswa di MAN Jakarta Selatan adalah
evaluasi proses kelompok dengan persentase 89 dan termasuk ke dalam kategori baik. Kegiatan yang dilakukan dalam evaluasi proses kelompok adalah tugas atau
hasil dari kerja kelompok siswa dan keaktifan siswa dinilai oleh guru.
9
Wahyu Wijayanti, Sudarno Herlambang, dan Marhadi Slamet K, Pengaruh Metode Pembelajaran Group Investigation GI terhadap Kemampuan Berpikir Kritis siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Mejayan Kabupaten Madiun, 2014, h. 2, http:jurnal-online.um.ac.id.
10
Muslikhah, Pembelajaran Biologi Menggunakan Model STAD dengan Media Cetak LKS dan Video Ditinjau dari Gaya Berpikir dan Interaksi Sosial Siswa, 2014, h. 35,
http:eprints.uns.ac.id
Berdasarkan angket siswa, tugas atau hasil dari kerja kelompok siswa dalam pembelajaran kooperatif dinilai oleh guru memperoleh persentase 89 dengan
kategori baik. Hal ini sesuai dengan angket guru. Berdasarkan hasil angket guru, langkah kedua pada tahap pembelajaran yaitu guru menilai tugas atau hasil dari
kerja kelompok dalam pembelajaran kooperatif memperoleh persentase 100 dengan kategori sangat baik.
Berdasarkan angket siswa, indikator keaktifan siswa dalam kelompok dinilai oleh guru memperoleh persentase 89 dengan kategori baik. Hal ini sesuai
dengan salah satu langkah di angket guru yaitu selain tugas, guru melakukan evalusi terhadap proses dalam kelompok memperoleh persentase 83. Hal ini
menunjukkan bahwa evaluasi proses kelompok yang dilakukan guru tidak hanya menilai tugas hasil dari kerja kelompok siswa. Guru juga menilai keaktifan siswa
dalam kelompok. Penilaian afektif perlu dilakukan. Karena penilaian afektif berguna untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan
penguasaan kompetensi siswa dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.
11
Terdapat perbedaan dari hasil angket guru dan angket siswa. Hasil angket guru yang menyatakan bahwa pembelajaran kolaboratif merupakan model
pembelajaran yang paling sering diterapkan di kelas pembelajaran kolaboratif : 83, pembelajaran kooperatif : 79, kelompok belajar tradisional : 42
Sedangkan menurut siswa, pembelajaran kooperatif yang paling sering diterapkan oleh guru pembelajaran kooperatif : 79, pembelajaran kolaboratif : 61 ,
kelompok belajar tradisional : 55. Dalam angket guru dan angket siswa, pembelajaran kooperatif memiliki
persentase yang sama yaitu 79 dan termasuk ke dalam kategori baik. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran kooperatif sudah diterapkan di MAN di
Jakarta Selatan. Berdasarkan RPP yang dibuat oleh guru-guru sebelumnya, beberapa metode pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh guru-guru di
MAN di Jakarta Selatan adalah group investigation dan listening team.
11
Kana Hidayati, Penilaian dalam Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi dengan Pendekatan Kontekstual di SMA, 2014, h. 3, http:staff.uny.ac.id.
Dalam angket guru, pembelajaran kolaboratif memiliki persentase 83. dan termasuk ke dalam kategori baik. Sedangkan menurut siswa, pembelajaran
kolaboratif memperoleh persentase 61 dan termasuk ke dalam kategori kurang. Terdapat perbedaan hasil angket mengenai intensitas penggunaan pembelajaran
kolaboratif menurut persepsi guru dan persepsi siswa. Hal ini disebabkan karena salah satu hal penting dalam pembelajaran kolaboratif adalah kerjasama antara
lembaga pendidikan dengan industri atau lembaga lainnya yang merupakan indikator ke-6 di dalam angket siswa. Indikator ini memperoleh persentase 43
dan termasuk ke dalam kategori sangat kurang. Ini menunjukkan bahwa MAN di Jakarta Selatan jarang melakukan kerjasama dengan industri lain atau lembaga
lain dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dibuktikan di dalam RPP. Peneliti tidak menemukan kegiatan belajar mengajar yang menggunakan pembelajaran
kolaboratif di dalam RPP. Peneliti hanya menemukan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar tradisional di dalam
RPP. Didalam model pembelajaran kooperatif aktivitas kelompok lebih
terstruktur dan setiap siswa memiliki peranan spesifik dengan tujuan menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan dalam model pembelajaran kolaboratif
aktifitas siswa dalam kelompok adalah belajar bersama untuk mendapatkan dan meningkatkan pemahaman masing-masing.
12
Dengan diterapkannya pembelajaran kolaboratif di kelas, siswa mampu meningkatkan pemahamannya dengan cara
berinteraksi dan saling bertanya diantara anggota kelompoknya. Sehingga siswa memperoleh keragaman pendapat mengenai materi pelajaran atau permasalahan
tertentu. Selain itu pembelajaran kolaboratif memiliki kelebihan. Gokhale menemukan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran kolaboratif
memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang belajar secara kompetitif.
13
12
Djamilah Bondan Widjajanti , “Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah”,
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, h. 2107.
13
Djoko Apriono, Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif, Prospektus, 2011, h. 169.
Pembelajaran menggunakan kelompok tradisional mendapatkan persentase paling sedikit baik menurut guru 42 kategori sangat kurang maupun menurut
siswa 55 kategori kurang. Hal ini terjadi mengingat guru mengetahui kekurangan dari pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar tradisional
sehingga guru jarang menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Beberapa kekurangannya adalah guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong
oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong. Kelompok belajar biasanya
homogen. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
14
Dari hasil wawancara baik dengan guru maupun dengan siswa, pembelajaran kooperatif memiliki banyak manfaat apabila diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar seperti anak lebih aktif dan kreatif, anak lebih bersemangat dalam belajar, siswa dapat bekerja sama, siswa belajar keterampilan
sosial. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rong yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu perkembangan peserta didik dari yang
terbiasa belajar pasif menjadi belajar aktif. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan proses belajar siswa akan yang lebih menyenangkan dan
menggembirakan. Kemampuan sosial siswa akan lebih berkembang dengan menggunakan pembelajaran kooperatif.
15
Siswa menungkapkan bahwa dengan belajar menggunakan kelompok, memberikan kesempatan bagi siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran tidak
hanya menerima dari guru di kelas. Siswa lebih mengerti karena siswa tidak malu bertanya dengan sesama temannya, interaksi dengan teman juga lebih banyak
dengan menggunakan pembelajaran kelompok dibandingkan ceramah biasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya yang mengungkapkan bahwa
manfaat pembelajaran kooperatif adalah siswa tidak terlalu bergantung kepada
14
Khamim Thohari, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II pada Mata Pelajaran Matematika Konsep Transformasi, 2013, h. 13-14, http:bdksurabaya.kemenag.go.id.
15
Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, op. cit., h. 35.
guru. Siswa menjadi lebih percaya diri, mencari berbagai informasi yang dibutuhkan secara mandiri dan dapat belajar dari teman sekelasnya. Siswa dapat
mengeluarkan ide-idenya secara lisan dan dapat membandingkan dengan gagasan- gagasan siswa lainnya. Siswa lebih peduli kepada orang lain dan menghargai
berbagai perbedaan yang ada.
16
Berdasarkan wawancara, kendala yang dihadapi guru dalam penerapan pembelejaran secara berkelompok adalah membutuhkan waktu yang lama, dan
hanya dapat membahas materi yang sedikit. Kendala-kendala ini dapat diatasi dengan cara pengelompokkan siswa secara tetap untuk satu semester sehingga
siswa tidak perlu dikelompokkan secara berulang-ulang, dan pemberian materi yang berbeda-beda untuk setiap kelompok sehingga pembelajaran kelompok tidak
hanya membahas sedikit materi saja. Sedangkan kendala yang dihadapi siswa antara lain, suasana kelas yang
lebih berisik, saling tunjuk dalam mengerjakan tugas kelompok, serta ada siswa yang tidak bekerja. Solusi dari hal ini adalah sikap anggota kelompok yang tegas
dengan adanya pembagian tugas yang jelas. Sehingga tidak ada siswa dalam kelompok yang tidak bekerja atau saling tunjuk dalam mengerjakan tugas. Siswa
yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar juga mendapat peringatan yang tegas baik dari guru maupun anggota kelompok agar suasanya kelas lebih
kondusif.
16
Wina sanjaya,
Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group, 2010
., h. 249-250.
88