Perumusan Masalah Penelitian yang Relevan

b. Ciri-Ciri Belajar

Ciri-ciri kegiatan belajar yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri adalah: Pertama, belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar dalam arti perubahan tingkah laku baik aktual maupun potensial. Kedua, perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Ketiga, perubahan itu terjadi karena adanya usaha dengan sengaja. 6 Ciri-ciri umum belajar dapat diamati pada Tabel 2.1. 7 Tabel 2.1 Ciri-Ciri Umum Belajar Unsur-Unsur Belajar 1 Pelaku Peserta didik yang bertindak belajar atau pebelajar 2 Tujuan Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup 3 Proses Internal pada diri pebelajar 4 Tempat Sembarang tempat 5 Lama Waktu Sepanjang Hayat 6 Syarat Terjadi Motivasi belajar kuat 7 Ukuran Keberhasilan Dapat memecahkan masalah 8 Faedah Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi 9 Hasil Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring

c. Tujuan Belajar

Tujuan belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang dialami seseorang sebagai hasil belajar. Menurut Winarno Surachmad dalam Alisuf Sabri, tujuan belajar di sekolah adalah untuk mencapai: Pertama, pengumpulan pengetahuan. Kedua, penanaman konsep dan kecekatan atau keterampilan. Ketiga, pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar menurut Taksonomi Bloom 6 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 56. 7 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h. 8 yaitu “tujuan belajar diarahkan untuk mencapai ketiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik”. 8 Tujuan belajar di ranah kognitif adalah untuk memperoleh pengetahuan fakta, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan belajar di ranah afektif adalah untuk memperoleh sikap, apresiasi dan karakterisasi. Tujuan belajar di ranah psikomotorik adalah untuk memperoleh keterampilan fisik. 9

d. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Tutorial atau bantuan yang diberikan oleh teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah perkembangan proximal Zone of Proximal Development anak. 10 Zone of Proximal Development ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan scaffolding orang dewasa atau teman sebaya. 11 Anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka, ketika mereka terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas yang tidak bisa mereka kerjakan sendiri tetapi mereka dapat kerjakan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa. 12 Orang dewasa dapat memberikan bimbingan scaffolding yaitu memberikan bantuan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk memecahkan persoalan, kemudian secara bertahap guru mengurangi memberikan bantuan 8 Alisuf Sabri, op. cit., h. 58. 9 Ibid., h. 59. 10 Dwi Priyo Utomo, Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan Prakteknya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2013, h. 5, http:ejournal.umm.ac.id. 11 Ibid. 12 Robert E. Slavin, Educational Psychology Theory and Practice, 7E, 2013, h. 258, http:www.pearsonhighered.com. kepada peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawabnya. 13

e. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme menurut Yusida Gloriani merupakan “landasan berpikir filosofi pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit, dan tidak sekonyong- konyong”. 14 Adapun menurut Slavin dalam Trianto, teori konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri informasinya dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya jika aturan- aturan lama tersebut relevan lagi. 15 Menurut teori ini guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Namun peserta didik harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam proses membangun pengetahuannya dengan cara memberikan peserta didik kesempatan untuk menemukan ide-idenya sendiri. 16 Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa indera seseorang merupakan satu-satunya alat yang tersedia untuk mengetahui sesuatu. Seseorang berinteraksi dengan objek dengan cara melihat, mendengar, mencium, dan merabanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan itu lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri. 17 Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari pikiran satu orang ke orang lain. Jika guru ingin mentransfer konsep kepada siswa, maka pemindahan itu harus dikonstruksikan sendiri oleh siswa melalui pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang guru ajarkan kepadanya 13 Ibid, h. 262. 14 Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah Dasar, Equilibrium, 2, 2008, h. 97. 15 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 74. 16 Ibid. 17 Ibid, h. 75. membuktikan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja, melainkan siswa sendiri yang harus mengkonstruksikannya. 18 Teori konstruktivisme mempunyai prinsip. Pertama, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara aktif baik melalui proses personal maupun sosial. Kedua, pengetahuan tidak dapat dipindahkan maknanya dari guru kepada siswa. Ketiga, siswa membangun pengetahuan-nya terus-menerus sehingga terjadi perubahan konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmiah. 19 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik sedikit demi sedikit melalui pengalaman-pengalamannya. Peserta didik harus menemukan sendiri informasi dengan memanfaatkan indera dan mengkontruksikan informasi yang didapatkan. Guru hanya bertindak sebagai fasilititator dan siswa sendiri harus membangun pengetahuannya.

2. Pembelajaran

Menurut Corey dalam Masitoh dan Laksmi Dewi , “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu”. 20 Sedangkan menurut UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar ” 21 . Adapun menurut Mohammad Surya dalam 1 Masitoh dan Laksmi Dewi , “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 22 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan 18 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme, Yogyakarta: Kanisius, 2001, h. 20. 19 Yusida Gloriani, op.cit., h. 96. 20 Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 8. 21 Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, 2012, h. 3, http:www.mandikdasmen.depdiknas.go.id. 22 Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 7-8. tertentu dengan cara mengupayakan kondisi lingkungan sehingga memungkinkan kegiatan belajar. Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh perubahan perilaku peserta didik melalui proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar. Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut: 23 a. Motivasi Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Jika motivasi tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi. Apabila motivasi lemah dampaknya aktivitas yang terjadi akan lemah juga. Motivasi belajar peserta didik berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik. Jika peserta didik menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna bagi dirinya maka dalam diri peserta didik akan muncul motivasi untuk belajar yang kuat. Motivasi tersebut merupakan motivasi intrinsik. Sebaliknya motivasi eksternal merupakan motivasi yang muncul untuk mencapai tujuan yang berada di luar tujuan pembelajaran yang peserta didik pelajari. b. Perhatian Perhatian berkaitan erat dengan motivasi. Guru harus mengupayakan agar perhatian peserta didik terpusat pada pembelajaran sehingga proses pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dihasilkan semakin baik. Perhatian seseorang muncul dapat disebabkan karena beberapa hal. Pertama, karena peserta didik merasa objek tersebut berkaitan dengan dirinya, misalnya dengan kebutuhan, cita-cita maupun minat peserta didik. Kedua, karena objek tersebut unik, memiliki sesuatu yang lain dari yang lain atau berbeda dari yang umumnya muncul. c. Aktivitas Belajar merupakan suatu aktivitas mental dan emosional. Dalam kegiatan pembelajaran terkandung aktivitas yang berbeda-beda. Kegiatan peserta didik untuk mendengarkan guru memberikan penjelasan sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Namun kadarnya perlu ditingkatkan dengan dengan memanfaatkan berbagai metode mengajar. 23 Ibid., h. 8-12. d. Umpan Balik Umpan balik diperlukan peserta didik agar peserta didik mengetahui apa yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau tugas yang peserta didik kerjakan sudah benar atau salah. Umpan balik sangat penting dalam memperbaiki kesalahan yang dilakukan peserta didik. e. Perbedaan Individual Peserta didik di dalam suatu kelas tentunya berbeda-beda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya. Guru yang bijaksana akan memperlakukan peserta didik sesuai hakikat masing-masing peserta didik. Guru tersebut tidak menyamaratakan peserta didik, menganggap dan memperlakukan peserta didik sama. Dalam menggunakan metode mengajar, variasi dalam penggunaan metode mengajar sangat penting. Karena peserta didik memiliki tipe belajar yang berbeda-beda.

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suyatno “Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri”. 24 Pembelajaran kooperatif menyebar secara luas melalui program persiapan guru, penataran pengembangan profesi, dan publikasi yang dilakukan oleh praktisi. Salah satu kekuatan dari pembelajaran kooperatif adalah beragamnya cara untuk mengoperasionalkannya. 25 Sedangkan menurut Slavin yang dikutip oleh Zulfiani “pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran, 24 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Surabaya: Masmedia Buana Pustaka, 2009, h 51. 25 David W. Johnson dan Roger T. Johnson, Cooperative Learning Methods – A Meta Analysis. Journal of Research in Education Fall, 12, 2002, h. 5. memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi”. 26 Adapun menurut Sri Sulastri “pembelajaran kooperatif adalah suatu kondisi pembelajaran yang dengan segala upaya setiap individu dan didukung individu lainnya dalam pencapaian tujuan, siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut ”. 27 Johnson Johnson yang dikutip oleh Karim Nakil menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yaitu kerjasama antar siswa dalam kelompok untu k mencapai tujuan pembelajaran”. 28 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok dan mengutamakan kerjasama antar peserta didik di dalam kelompoknya untuk saling membantu dalam memahami suatu materi atau menjawab permasalahan sehingga tujuan pembelajan tercapai. Peserta didik di dalam kelompok pembelajaran kooperatif saling mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan pembelajaran karena peserta didik akan mencapai tujuan pembelajaran jika peserta didik lainnya mencapai tujuan pembelajaran juga.

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Sri Sulastri, ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. 29 1 Saling Ketergantungan Positif Setiap anggota kelompok memiliki tugasnya sendiri-sendiri yang saling ketergantungan secara positif dengan teman satu kelompoknya. Sehingga peserta didik memiliki rasa kesatuan sebagai satu kelompok. 26 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta , 2009, h. 130. 27 Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan, 2012, h. 20-21, http:jurnal.pdii.lipi.go.id. 28 Karim Nakil, Model-model Pembelajaran, 2012, h. 4, http:journal.ung.ac.id. 29 Sri Sulastri, op .cit., h. 21. 2 Tanggung jawab Perseorangan Setiap peserta didik memiliki tanggung jawab individual demi mencapai tujuan bersama. Sehingga siswa tidak membebankan satu orang saja dalam kelompoknya melainkan setiap peserta didik memiliki peran yang berarti dalam kelompoknya dan bertanggung jawab atas tugasnya. 3 Tatap Muka Peserta didik berinteraksi secara langsung, berdiskusi antar anggota untuk mencari solusi dari suatu permasalahan. 4 Komunikasi antar Anggota Peserta didik mengerti saat harus berperan sebagai pembicara atau menjadi pendengar yang baik. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan sikap saling menghargai pendapat. 5 Evaluasi Proses Evaluasi proses perlu dilakukan untuk menilai jalannya proses pembelajaran.

c. Karakterisitik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain: Pertama, peserta didik berusaha untuk menguasai materi akademis dengan cara bekerja sama dalam kelompok-kelompok. Kedua, setiap anggota kelompok terdiri dari anggota yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Ketiga, setiap anggota kelompok terdiri dari dari suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda. Keempat, lebih mengutamakan penghargaan untuk kelompok daripada untuk individu. 30

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, setiap anggota mempunyai peran. Kedua, terjadi interaksi langsung diantara siswa. Ketiga, setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. Keempat, peran guru adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan 30 Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 233. keterampilan-keterampilan interpersonal peserta didik. Kelima, guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. 31

e. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif antara lain: 32 1 siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2 siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3 siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4 Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara kelompoknya. 5. Siswa akan diberikan hadiahevaluasi yang dikenakan pada anggota kelompok. 6 Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7 siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

f. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, yaitu: 33 1 Prestasi Akademik Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik. Peserta didik yang memiliki prestasi tinggi dapat membantu peserta didik yang memiliki prestasi lebih rendah untuk memahami materi pelajaran yang diajarkan. 2 Penerimaan akan Keanekaragaman Peserta didik dapat lebih menghargai dan menerima perbedaan agama, latar belakang, ras, dan budaya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif memberikan peserta didik kesempatan untuk bekerja sama dengan peserta didik yang memiliki latar belakang yang berbeda. 31 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 132. 32 Sujarwo, Implementasi Pembelajaran Kooperatif dalam Membantu Mengembangakan Kecerdasan Emosional, Majalah Ilmiah Pembelajaran, 6, 2010, h. 198. 33 Sri Sulastri, op. cit., h. 23. 3 Pengembangan Keterampilan Kooperatif Pembelajaran kooperatif dapat mengembangan keterampilan kooperatif peserta didik. Karena pembelajaran kooperatif mengajarkan peserta didik keterampilan bekerjasama antarpeserta didik dan ini adalah keterampilan yang sangat penting untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat sekitar.

g. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembelajaran. 1 Tahap Persiapan 34 Tahap persiapan dilakukan oleh guru sebelum dilaksanakannya tahap pembelajaran. Tahap persiapan menurut Slavin dalam Sri Sulastri terdiri dari beberapa langkah yaitu materi pembelajaran, menetapkan siswa dala kelompok, menentukan skor awal, dan menyiapkan pembelajaran. a Materi Pembelajaran Materi pelajaran kooperatif dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Guru terlebih dahulu menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa yang akan dipelajari oleh peserta didik dalam kelompok. b Menetapkan Siswa dalam Kelompok Kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari peserta didik yang memiliki prestasi tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan anggota kelompok juga mempertimbangkan kriteria heterogitas lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan, dan lain-lain. c Menentukan Skor Awal Penentuan skor awal dilakukan dengan cara menghitung skor rata-rata secara individu pada tes sebelumnya atau nilai akhir peserta didik secara individual pada semester sebelumnya. 34 Ibid., h. 23-25. d Menyiapkan Pembelajaran Prestasi pelajaran Guru membimbing latihan kerjasama kelompok sebelum memulai kegiatan pembelajaran kooperatif. Guru juga memperkenalkan keterampilan kooperatif kepada peserta didik. 2 Tahap Pembelajaran Namun Arends dalam Sri Sulastri menambahkan langkah-langkah dalam tahap pembelajaran. Enam langkah utama dalam pembelajara kooperatif menurut Arends antara lain: guru mempelajari tujuan-tujuan dari pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru kemudian menyampaikan materi pelajaran. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Peserta didik bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas atau LKS di bawah bimbingan guru. Langkah terakhir adalah penyajian dari produk akhir kelompok atau mengetes mengevaluasi materi yang dipelajari peserta didik. 35 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif disederhanakan Sujarwo menjadi tiga tahapan yaitu: 36 a. Persiapan preparation 1 menyediakan informasi dengan cara yang paling efektif, 2 menyiapkan siswa untuk ikut serta dalam kerja kelompok sehingga mereka dapat menguasai informasi. b. Penyampaian delivery 1 menentukan tujuan kelompok set the team goals, 2 menyiapkan siswa kerja kelompok prepare students for teamwork, 3 memberikan penugasan kelompok give the teams the assignment, 4 memonitor kerja kelompok monitor the teams, 5 pemberian dan penilaian quis pada siswa Quiz the students and score, 6 pengumuman prestasi recognize team accomplishment. c. Penutup closure 35 Ibid., h. 24-25. 36 Sujarwo, op.cit., h. 197. 1 ingatkan siswa apa yang telah dipelajari, 2 informasi baru harus berkaitan dengan apa yang sudah mereka pelajari atau apa yang akan dipelajari, 3 sediakan kesempatan untuk menerapkan atau menggunakan informasi yang mereka dapat.

h. Kendala-Kendala dalam Pembelajaran Kooperatif

Slavin mengidentifikasi kendala-kendala utama dalam pembelajaran kooperatif antara lain: 37 1 Free Rider Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan free rider jika tidak dirancang dengan baik. Free rider adalah beberapa peserta didik yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya. Free rider hanya mengandalkan teman sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas. Sementara free rider tidak berkontribusi dalam kelompoknya. 2 Diffusion of Responsibility Diffusion of responsibility merupakan suatu kondisi ketika beberapa anggota yang dianggap tidak mampu diabaikan oleh anggota- anggota lain yang “lebih mampu”. Contoh, saat kelompok tersebut mendapatkan tugas berhitung, maka peserta didik yang dianggap kurang mampu berhitung akan diabaikan oleh teman- teman sekelompoknya. 3 Learning a Part of Task Specialization Dalam metode pembelajaran jigsaw, setiap kelompok memiliki tugas untuk mempelajari materi yang berbeda. Hal ini menyebabkan peserta didik hanya fokus untuk menguasai materi yang ditugaskan di kelompoknya, sedangkan materi lainnya cenderung dihiraukan. 37 Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, h. 68.

i. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

1 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan pembelajaran kooperatif lainnya antara lain: 38 1. Jika dilihat dari sarana kelas, maka dalam pembentukan kelompok mengalami kendala dalam mengatur dan mengangkat tempat duduk. Karena tempat duduk terlalu berat untuk dipindah-pindahkan. 2. Guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian mengingat jumlah peserta didik yang cukup banyak. 3. Guru dituntut untuk menyelesaikan tugasnya secara cepat seperti mengoreksi pekerjaan peserta didik siswa dan menentukan perubahan kelompok belajar. 4. Persiapan dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Kekurangan pembelajaran kooperatif antara lain: 39 a Dalam kelompok dengan keahlian kurang, seringkali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok. b Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar. c Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi. Guru terkadang mengalami kendala dalam mengaplikasikan pembelajaran kooperatif di kelas. Kendala-kendala lainnya yang sering timbul dalam pembelajaran kooperatif di mata pelajaran sains dan matematika adalah sebagai berikut: 40 a perlu untuk mempersiapkan materi tambahan yang akan digunakan di kelas, b ketakutan kehilangan cakupan konten, c tidak mempercayai siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri, d guru 38 Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 6, 2008, h. 49. 39 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 136-137. 40 Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science Technology Education. 3, 2007, h. 38. tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran kooperatif, dan e siswa tidak memiliki keterampilan untuk bekerja dalam kelompok. 2 Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Penelitian yang dilakukan Webb menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, sikap dan perilaku peserta didik berkembang ke arah suasana demokratisasi dalam kelas. 41 Berdasarkan hasil penelitian Rong, pembelajaran kooperatif memberikan beberapa pengaruh positif bagi perkembangan anak, yaitu: 42 a Metode tradisional cenderung hanya menekankan pada aspek kognitif dan keterampilan saja. Sedangkan pembelajaran kooperatif cenderung menekankan pada pengembangan kemampuan secara keseluruhan. b Pembelajaran kooperatif dapat mengkombinasikan ilmu pengetahuan dengan perkembangan kemampuan berpikir inovatif. c Pembelajaran kooperatif dapat membantu perkembangan peserta didik dari yang terbiasa belajar pasif menjadi belajar aktif. d Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan proses belajar peserta didik akan yang lebih menyenangkan dan menggembirakan. e Kemampuan sosial siswa akan lebih berkembang dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Alasan pencapaian dengan pembelajaran kooperatif lebih baik menurut Jacob antara lain: Pertama, pembelajaran kooperatif memberikan kemungkinan siswa lebih banyak untuk berpartisipasi. Kedua, siswa memiliki lebih banyak peluang untuk memberi atau mendapat bantuan baik dari guru maupun dari teman satu kelompoknya. Ketiga, Siswa lebih termotivasi untuk sukses karena kesuksesan bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk teman-teman sekelompoknya juga, Keempat, siswa yang kurang dalam strategi belajar dapat menyaksikan permodelan siswa dengan strategi yang lebih efisien. Kelima, meningkatkan tangggung jawab siswa. 43 41 Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 13. 42 Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif, Bandung: Bintang WarliArtika, 2008, h. 35. 43 Danel A. Satu, Pembelajaran Kooperatif dan Aplikasinya di Kelas, Telabang, 1, 2008, h. 67. Keunggulan pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya antara lain: 44 a Peserta didik tidak terlalu bergantung kepada guru. Peserta didik menjadi lebih percaya diri, mencari berbagai informasi yang dibutuhkan secara mandiri dan dapat belajar dari teman sekelasnya. b Peserta didik dapat mengeluarkan ide-idenya secara lisan dan dapat membandingkan dengan gagasan-gagasan peserta didik lainnya. c Peserta didik lebih peduli kepada orang lain dan menghargai berbagai perbedaan yang ada. d Peserta didik lebih bertanggung jawab dalam belajar. e Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan mengatur waktu peserta didik. f Peserta didik lebih percaya diri untuk berusaha memecahkan masalah dengan caranya sendiri tanpa merasa takut untuk melakukan kesalan, sebab keputusan yang diambil merupakan tanggung jawab kelompoknya. g Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan peserta didik menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata riil. h Peserta didik lebih termotivasi untuk belajar.

j. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif

Beberapa metode pembelajaran kooperatif menurut Daniel A. Satu yaitu: Group Investigation GI, Student Teams-Achievement Divisions STAD, Jigsaw, Number Head Together NHT, Think-Pair-Share, dan Talking Chips. 45 1 Group Investigation GI Menurut Slavin sebagaimana yang dikutip oleh Nuraeni pengertian Group investigation adalah: Group Investigation GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi informasi pelajaran yang akan 44 Wina sanjaya, op. cit., h. 249-250. 45 Danel A. Satu, op. cit., h. 68. dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. 46 2 Student Teams-Achievement Division STAD Langkah-langkah metode pembelajaran STAD adalah guru membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok yang bersifat heterogen. Guru menjelaskan materi pelajaran. Peserta didik berdiskusi antar anggota dalam kelompoknya untuk membahas materi yang diajarkan oleh guru tadi. Hal ini dilakukan agar peserta didik yang tidak memahami penjelasan dari guru dapat berkonsultasi dan bertanya mengenai hal yang tidak dipahaminya kepada teman satu kelompoknya. Sehingga semua anggota kelompok dapat mengerti materi tersebut sebelum dilakukan tes individual. Tes individual kemudian dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik secara individu. Oleh karena itu peserta didik tidak diperbolehkan untuk bertanya atau bekerja sama dengan teman-temannya. Siswa harus mengerjakan tes individual sendiri. Langkah berikutnya adalah menentukan point perkembangan individual yang ditentukan berdasarkan skor kuis individual dan rata-rata kuis sebelumnya. Point perkembangan individual dari semua anggota kelompok dalam satu kelompok dihitung rata-ratanya dan ditentukan penghargaan yang akan didapatkan oleh kelompok tersebut, yaitu good team, great team, atau super team. 47 3 Jigsaw Metode pembelajaran kooperatif jigsaw dilakukan dengan cara guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil, kelompok ini dinamakan kelompok asal. Siswa dari kelompok asal, dikelompokkan kembali ke dalam kelompok ahli, dimana kelompok ahli ini terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda-beda. Setiap kelompok ahli, membahas materi tertentu yang berbeda- beda. Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal mereka dan saling bertukar informasi yang didapatkannya dari kelompok ahli. Guru kemudian 46 Nuraeni, Siska D. Fatmaryanti dan Ashari, Peningkatan Kemandirian Belajar IPA melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation GI di Kelas VIII SMP Negeri 33 Purworejo Tahun Pelajaran 20112012, Radiasi, 1, 2012, h. 16, http:ejournal.umpwr.ac.id 47 Danel A. Satu, op. cit., h. 69-70 memberikan tes individual kepada peserta didik untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi tersebut. 48 4 Number Head Together NHT NHT dilakukan dengan cara peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Setiap peserta didik di dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda- beda. Guru memberikan beberapa pertanyaan. Peserta didik mendiskusikan jawabannya bersama-sama dengan anggota dalam satu kelompoknya. Guru menyebut nomor tertentu maka peserta didik yang memiliki nomor tersebut menjawab pertanyaan yang diberikan guru berdasarkan hasil diskusi dalam kelompoknya. 49 5 Think-Pair-Share Metode Think-Pair-share adalah salah satu tipe dari model pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman di Univeristas Maryland pada tahun 1981. 50 Langkah-langkah Think-Pair-Share menurut Ibrahim antara lain: 51 a Thinking berfikir Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. b Pairing berpasangan Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahp pertama. c Sharing berbagi 48 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 143-144. 49 Ibid., h. 153. 50 Joko Widodo, Efektifitas Penggunaan Metode Think Pair Share dalam Pembelajaran Ekonomi Pokok Bahasan Pembentukan Harga Pasar di SM, Jurnal Pendidikan Ekonomi. 2, 2007, h. 99. 51 Ibid., h. 100-101. Guru meminta peserta didik kepada pasangan untuk memberikan atau berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. 6 Talking Chips Kancing Gemerincing Talking Chips dikembangkan oleh Spencer Kagan. Langkah pertama metode Talking Chips adalah guru menyiapkan kancing-kancing atau dengan menggunakan benda-benda kecil lainnya. Setiap anggota dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga kancing. Peserta didik memberikan satu kancing kepada guru atau meletakkannya di tengah-tengah meja kelompok jika peserta didik tersebut selesai berbicara atau mengutarakan pendapatnya. Jika kancing yang dimiliki peserta didik sudah habis maka dia tidak diperbolehkan berbicara lagi. 52 Beberapa metode pembelajaran kooperatif lainnya antara lain: 1 Mencari Pasangan Make a Match Langkah pertama metode ini adalah guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik tertentu. Setiap peserta didik memperoleh satu kartu. Peserta didik kemudian mencari pasangan berdasarkan nama kartu yang didapatkannya. 53 2 Dua Tinggal Dua Tamu Two Stay Two Stray Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang terdiri dari empat orang. Dua peserta didik dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lainnya. Dua peserta didik yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. Dua orang tamu kembali ke kelompoknya masing-masing dan membahas hasil kerja mereka. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 54 52 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, Jakarta: Grasindo, 2005, h. 63. 53 Sri Sulastri, op. cit., h. 25. 54 Anita Lie, op. cit., h. 62.

4. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar

Tradisional. Menurut Slavin yang dikutip oleh Zulfiani “pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi”. 55 Menurut Arend, “model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial”. 56 Pembelajaran kolaboratif menurut Sato adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan. 57 Menurut Choy yang dikutip oleh Djamilah, persamaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif, keduanya sering dikaitkan dengan pembelajaran aktif, konstruktivisme, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran sosial. 58 Persamaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif lainnya adalah 59 : a. Kedua-dua strategi mementingkan pembelajaran aktif. b. Dalam kedua-dua situasi, guru berperan sebagai fasilitator. c. Dalam kelas koperatif dan kolaboratif, pengajaran dan pembelajaran dialami oleh guru dan murid. d. Kedua-dua strategi memantapkan keterampilan kognitif beraras tinggi. 55 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 130. 56 Dwi Priyo Utomo, op. cit., h 3. 57 Djamilah Bondan Widjajanti , “Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, h. 2103. 58 Ibid., h. 2106. 59 Laila Hairani Bt Abdullah Sanggura, Pengajaran Kolaboratif, 2014, h. 9, http:www.spikedah.edu.my e. Dalam kedua-dua situasi, pelajar dikehendaki memikul tanggungjawab atas pembelajaran diri sendiri. f. Kedua-dua bentuk pembelajaran memerlukan peserta didik menyampaikan ide dalam kelompok kecil. g. Kedua-duanya mengembangkan keterampilan sosial dan pembinaan tim. h. Kedua-dua pembelajaran membantu meningkatkan pengetahuan dan keberhasilan peserta didik . i. Kedua-duanya menggunakan keberagaman kemampuan siswa. Perbedaan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif menurut John Myres dalam Djamilah Bondan Widjajanti , pembelajaran kooperatif berasal dari Amerika dan lebih menekankan sifat dasar sosial dari pembelajaran, sedangkan pembelajaran kolaboratif berasal dari Inggris, berdasarkan model kerja dari guru- guru Inggris dalam mengeksplorasi cara untuk membantu peserta didik merespon terhadap tugas kepustakaan, dengan memberi lebih banyak peran dalam belajar mereka sendiri. 60 Menurut Sato yang dikutip oleh Djamilah, pembelajaran kolaboratif berbeda dari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif berfokus pada kesatuan dalam kelompok, sedang pembelajaran kolaboratif, unit yang ditekankan adalah pada setiap individu. Tujuan dari kegiatan kelompok dalam pembelajaran kolaboratif bukan untuk mencapai kesatuan, melainkan para peserta didik dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh setiap individu dalam kelompok. Dalam melaksanakan pembelajaran kolaboratif, guru tidak boleh berusaha untuk menyatukan pendapat dan ide para peserta didik dalam kelompok kecil, serta tidak boleh meminta mereka untuk menyatakan pendapat mereka sebagai perwakilan pendapat dari kelompok, seperti yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif. 61 Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif dari segi ciri-cirikarakteristik tiap-tiap model pembelajaran dapat diamati pada Tabel 2.2. 60 Djamilah Bondan Widjajanti, op. cit., h. 2106. 61 Ibid., h. 2107. Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kolaboratif Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kolaboratif a. setiap anggota mempunyai peran b. terjadi interaksi langsung diantara peserta didik c. setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman- teman sekelompoknya d. peran guru adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal siswa e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. 62 a. tim berbagi tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran b. diantara anggota tim saling memberi masukan untuk lebih memahami masalah yang dihadapi c. para anggota tim saling menanyakan untuk lebih mengerti secara mendalam d. tiap anggota tim menguasakan kepada anggota lain untuk berbicara dan memberi masukan e. kerja tim dipertanggungjawabkan ke orang yang lain, dan dipertanggung- jawabkan kepada dirinya sendiri f. diantara anggota tim ada saling ketergantungan. 63 Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif menurut Jabatan Ilmu Pendidikan dapat diamati pada Tabel 2.3. 64 Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kolaboratif Menurut Jabatan Ilmu Pendidikan No. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kolaboratif 1. Peserta didik menerima pelatihan dalam Hal ini diyakini bahwa peserta didik telah memiliki keterampilan sosial yang 62 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 132. 63 Djoko Apriono, Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif, Prospektus, 2011, h. 163. 64 Laila Hairani Bt Abdullah Sanggura, op. cit., h. 10. keterampilan kelompok dan sosial. diinginkan. Mereka dituntut untuk mengembangkan keterampilan yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran 2. Kegiatan terstruktur di mana setiap peserta didik memainkan peran spesifik. Para peserta didik berkonsultasi dan meng-organisasi usaha sendiri. 3. Guru memantau, mendengarkan dan ikut campur tangan dalam kegiatan kelompok jika perlu. Kegiatan kelompok dipantau oleh guru. Jika muncul persoalan, pertanyaan itu dijawab oleh kelompok itu sendiri. Guru hanya membimbing siswa ke arah solusi persoalan. 4. Peserta didik diminta mengirim kerja di akhir pelajaran untuk dievaluasi. Peserta didik menyimpan rancangan kerja untuk pekerjaan lanjutan. 5. Peserta didik menilai kinerja individu dan kelompok dengan dibimbing oleh guru. Peserta didik menilai kinerja individu dan kelompok tanpa dibimbing oleh guru Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat dilihat pada Tabel 2.4. 65 Tabel 2.4 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dan Kelompok Belajar Tradisonal Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi Guru sering membiarkan adanya peserta didik yang mendominasi kelompok atau menggantungkan 65 Khamim Thohari, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II pada Mata Pelajaran Matematika Konsep Transformasi, 2013, h. 13-14, http:bdksurabaya.kemenag.go.id. sehingga ada interaksi promotif. diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing- masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong- royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui onservasi dan berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok - kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal hubungan antar pribadi yang saling menghargai Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. Perbandingan tiga model pembelajaran yaitu kompetitif, individualistik, dan kooperatif dapat diamati pada Tabel 2.5. 66 Tabel 2.5 Perbandingan Model Pembelajaran Kompetitif, Individualistik, dan Kooperatif KOMPETITIF “I Swim, You Sink; I Sink, You Swim” Aku Berenang, Kamu Tenggelam; Aku Tenggelam, Kamu Berenang Individu-individu bekerja untuk melawan individu-individu yang lain untuk mencapai tujuan yang hanya bisa dicapai oleh satu individu. a Bekerja sendiri b Berusaha menjadi yang lebih baik daripada teman-temannya c Apa yang menguntungkan bagi diri sendiri harus “merugikan” bagi yang lain d Penghargaan sangat terbatas e Dirangking dari “yang terbaik” hingga “yang terburuk” 66 Miftahul Huda, op. cit., h. 75-76. INDIVIDUALISTIK “We Are Each in This Alone” Kita Semua Bekerja Sendiri Individu-individu bekerja sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tidak berhubungan dengan atau berpengaruh terhadap tujuan individu-individu yang lain. a Bekerja sendiri b Berupaya untuk keberhasilan sendiri c Apa yang menguntungkan bagi diri sendiri tidak berpengaruh pada orang lain d Merayakan kesuksesan sendiri e Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas f Dievaluasi dengan membandingkan peforma satu sama lain KOOPERATIF “We Sink or Swim Together” Kita Tenggelam atau Berenang Bersama Individu-individu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka juga memaksimalkan pembelajaran dirinya dan rekan-rekannya. a Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen b Mengupayakan keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok c Apapun yang bermanfaat bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi yang lain d Keberhasilan bersama dirayakan bersama e Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas f Dievaluasi dengan membandingkan performa satu sama lain.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bedrianti Ibrahim dengan judul Penerapan Model Kelompok Belajar Kooperatif dalam Meningkatkan Pemerataan Partisipasi Mahasiswa menyimpulkan bahwa mahasiswa dalam pembelajaran sudah berpartisipasi aktif menampaikan pendapatnya walaupun masih ada sebagian kecil yang kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya. Mahasiswa juga memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi berpikirnya sehingga potensi berpikir mahasiswa tersebut berkembang. 67 Hasil penelitian David W. Johnson dan Roger T. Johnson dengan judul Cooperative Learning Methods – A Meta Analysis menunjukkan bahwa Pembelajaran kooperatif dapat dirangking berdasarkan besarnya pengaruhnya terhadap prestasi dan dengan jumlah perbandingan yang tersedia. Ketika dampak dari pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif, Group Investigation memiliki efek terbesar, diikuti oleh Belajar Bersama Learning Together, Kontroversi Konstruktif, STAD, Jigsaw, TAI, CIRC, dan akhirnya TGT. Ketika dampak dari pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran individualistik, Belajar Bersama memiliki efek terbesar, diikuti oleh Kontroversi Konstruktif, Group Investigation, STAD, TAI, CIRC, Jigsaw, dan TGT. 68 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan dengan judul Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mempengaruhi prestasi peserta didik dan keterampilan pemecahan masalah. Ditemukan juga bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan ilmiah, mempromosikan pembelajaran inquiri dan meningkatkan prestasi ilmu. Peserta didik juga menikmati pembelajaran dengan menggunakan kelompok. 69 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony J. Onwuegbuzie dan Denise A. Daros-Voseles dengan judul The Role of Cooperative Learning in Research Methodology Courses: A Mixed-Methods Analysis menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif secara berkelompok menyediakan forum untuk 67 Bedriati Ibrahim, Penerapan Model Kelompok Belajar Kooperatif dalam Meningkatkan Pemerataan Partisipasi Mahasiswa, Jurnal Ichsan Gorontalo, 3, 2008-2009, h, 2075. 68 David W. Johnson dan Roger T. Johnson, op. cit., h. 9. 69 Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science Technology Education. 3, 2007, 37. menggunakan keterampilan sosial seperti komunikasi yang efektif, membangun dan memelihara kepercayaan, serta menyelesaikan konflik. 70 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nor Azizah Salleh, Siti Rahayah Ariffin dan Musa Daia dengan judul Penerapan Nilai Murni Melalui Pembelajaran-Kooperatif dalam Sains menunjukkan secara keseluruhannya penerapan kesemua nilai murni bekerjasama, berdikari, kasih sayang, kebersihan mental, kebersihan fizikal, kejujuran, kerajinan dan rasional lebih tinggi di kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran secara tradisional. 71 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yustini Yusuf dan Mariani Natalia dengan judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di kelas I 7 SLTP Negeri 20 Pekanbaru menunjukkan bahwa pembelajara kooperatif dengan pendekatan struktural dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik, meningkatkan nilai pengembangan dan penghargaan kelompok peserta didik serta peningkatan aktifitas guru dan peserta didik ke arah yang lebih baik. 72 Berdasarkan penelitian sebelumnya, pembelajaran kooperatif menunjukkan efektivitas yang tinggi baik dari segi keaktifan maupun dari hasil belajar peserta didik.

C. Kerangka Berpikir

Menurut UNESCO, pendidikan dibangun atas empat pilar yaitu belajar untuk mengetahui learning to know, belajar untuk melakukan learning to do, belajar untuk menjadi diri sendiri learning to be, dan belajar untuk kebersamaan learning to live together. Keempat pilar tersebut merupakan pedoman yang 70 Anthony J. Onwuegbuzie dan Denise A. Daros-Voseles, The Role of Cooperative Learning in Research Methodology Courses: A Mixed-Methods Analysis, Research in The Schools, 8, 2001, h. 62. 71 Nor Azizah Salleh, Siti Rahayah Ariffin, dan Musa Daia, Penerapan Nilai Murni melalui Pembelajaran-Kooperatif dalam Sains, Jurnal Pendidikan, 27, 2001, h. 55. 72 Yustini Yusuf dan Mariani Natalina, Upaya Peningkatan Belajar Biologi melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di Kelas 1 SLTP Negeri 20 Pekanbaru, Jurnal Biogenesis, 2, 2005, h. 11-12. digunakan dalam pembelajaran Sains. Untuk menumbuhkan kerjasama antar individu yang beragam dalam kelas, Vygotsky menyarankan pembelajaran dalam setting kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi dalam mewujudkan keempat pilar di dalam pendidikan. Pembelajaran kooperatif yang termasuk ke dalam pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan di PAIKEM. Biologi lebih menekankan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan konsep serta keterampilan proses siswa dengan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan bahan kajian yang diajarkan. Mengingat biologi menekankan pada keterampilan proses, maka dibutuhkan metode mengajar yang tepat untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Kenyataan didalam praktek pembelajaran sains di sekolah masih enggan meninggalkan model pembelajaran langsung. Di sekolah, guru masih tetap merupakan sumber belajar yang paling dominan. Proses pembelajaran sebagian besar masih berpusat pada kegiatan mendengar dan menghafalkan, belum diarahkan pada kegiatan belajar secara aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu kendala yang dialami guru dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah guru tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran kooperatif. Rendahnya pengetahuan guru mengenai pembelajaran kooperatif dan metode-metode pembelajaran kooperatif menyebabkan guru kurang variatif dalam menentukan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan optimal diperlukan perencanaan pembelajaran kooperatif. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang lebih terstruktur dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Namun kenyataannya, kualitas RPP yang dibuat masih cukup rendah. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembelajaran. Langkah-langkah tahap persiapan menurut Slavin antara lain: materi pembelajaran, menetapkan siswa dalam kelompok, menentukan skor awal, menyiapkan pembelajaran prestasi pelajaran. Sedangkan langkah-langkah tahap pembelajaran menurut Arends antara lain guru mempelajari tujuan-tujuan dari pelajaran, guru memotivasi siswa untuk belajar, guru menyampaikan materi pelajaran, siswa diorganisasikan dalam kelompok- kelompok belajar, siswa dibawah bimbingan guru bekerja sama untuk menyelesaikan tugas atau Lembar Kerja Siswa, dan langkah terakhir meliputi penyajian dari produk akhir kelompok atau mengevaluasi materi yang dipelajari siswa. 73 Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Sri Sulastri, ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. 74 Penelitian survei dalam pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat. Misalnya untuk menghasilkan informasi di tingkat mikrokelas mengenai persiapan kegiatan belajar mengajar, teknik mengajar dan buku teks yang digunakan, dan berapa banyak kemajuan telah dihasilkan. Selain itu survei menghasilkan data otentik yang dibutuhkan dalam proses evaluasi dan menjadi dasar oleh pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan. Terutama data otentik mengenai jumlah implementasi pembelajaran kooperatif di sekolah cukup minim. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran kooperatif akan dapat meningkatkan keterampilan sosial peserta didik serta meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Alur penelitian dapat diamati pada Gambar 2.1. 73 Sri Sulastri, op.cit., h. 23-25. 74 Ibid., h. 21. Gambar 2.1 Kerangka Berpikir