Latar Belakang KESIMPULAN DAN SARAN A.
kelompok, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, memancing orang lain untuk berbicara, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan menghormati
perbedaan individu. Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, memeriksa ketetapan,
menerima tanggung jawab, dan mengurangi ketegangan. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menuntut
kebenaran, menetapkan tujuan dan berkompromi.
11
Indikator atau tujuan pembelajaran kooperatif lainnya, selain memperoleh keterampilan sosial antara lain prestasi akademik dan penerimaan perbedaan.
Pembelajaran kooperatif tidak hanya bermanfaat bagi peserta didik berprestasi tinggi, namun bermanfaat juga bagi peserta didik yang berprestasi rendah dalam
meningkatkan prestasi peserta didik. Dengan adanya pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan bagi peserta didik dengan latar belakang yang berbeda-
beda untuk mengerjakan tugas bersama-sama.
12
Biologi lebih menekankan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan konsep serta keterampilan proses siswa dengan berbagai metode mengajar yang
sesuai dengan bahan kajian yang diajarkan.
13
Mengingat biologi menekankan pada keterampilan proses, maka dibutuhkan metode mengajar yang tepat untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi untuk mengembangkan keterampilan proses siswa
serta meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Kenyataan didalam praktek pembelajaran sains di sekolah masih enggan meninggalkan
model pembelajaran langsung.
14
Di sekolah, guru masih tetap merupakan sumber belajar yang paling dominan. Proses pembelajaran sebagian besar masih berpusat
11
Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan
Serambi Ilmu, 6, 2008, h. 48.
12
Ibid., h. 47.
13
Yustini Yusuf dan Mariani Natalina, Upaya Peningkatan Belajar Biologi melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di Kelas 1 SLTP Negeri 20 Pekanbaru,
Jurnal Biogenesis, 2, 2005, h. 8.
14
Dwi Priyo Utomo, op. cit., h. 3.
pada kegiatan mendengar dan menghafalkan, belum diarahkan pada kegiatan belajar secara aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya.
15
Salah satu kendala yang dialami guru dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah guru tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran
kooperatif.
16
Rendahnya pengetahuan guru mengenai pembelajaran kooperatif dan metode-metode pembelajaran kooperatif menyebabkan guru kurang variatif dalam
menentukan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan optimal diperlukan
perencanaan pembelajaran kooperatif. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang lebih terstruktur dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang lengkap dan sistematis bertujuan agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan peluang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
17
Namun kenyataannya, kualitas RPP yang dibuat masih cukup rendah. Umumnya para guru masih menyusun silabus, RPP dan LKS
dengan teknik “copy paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS berdasar keperluan dan kondisi mereka sendiri. Meskipun mereka
mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah. Dari analisis
RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang dituliskan dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan
penggunaan pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator, namun dari observasi di kelas dapat diketahui bahwa guru lebih dominan, banyak
15
Djoko Apriono, Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif, Prospektus, 2011, h. 161.
16
Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science
Technology Education. 3, 2007, h. 38.
17
Ahmadi, “Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Menyusun Perangkat Pembelajaran Inovatif melalui Lesson Study”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional IX Pendidikan
Biologi FKIP UNS Bilogi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa, FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 Juli 2012, h. 257.
menggunakan ceramah, para siswa pasif, dan guru tidak memahami bagaimana mengimplementasikan pendekatan konstruktivistik di kelas.
18
Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan kualitas pembelajaran.
19
Pembelajaran kooperatif memberikan dampak positif tidak hanya terhadap prestasi peserta didik tetapi pada sikap-sikap lainnya. Sebab berdasarkan
penelitian meta analisis dari 122 studi yang dilakukan oleh Johnson dan rekannya mendukung efektivitas pembelajaran kooperatif dalam berbagai bentuk. Tidak
hanya tingkat prestasi meningkat; begitu pula tingkat kepercayaan diri, sikap di sekolah, tugas on-time, dan tingkat kehadiran absensi.
20
Pelajaran biologi di jenjang pendidikan SMAMA lebih sulit dibandingkan di SMP dan SD. Karena pembahasana materi biologi SMAMA lebih mendalam
dibandingkan di jenjang pendidikan sebelumnya. Selain itu materi-materi biologi lebih beragam, ada yang konkrit tetapi banyak juga yang abstrak. Sehingga relatif
lebih sulit dipahami siswa.
21
Salah satu bab pelajaran biologi seperti Substansi Genetika dipelajari di kelas XI di sekolah yang menganut sistem Sistem Kredit
Semester SKS, yaitu di MAN 7, MAN 11, dan MAN 13. Substansi Genetika merupakan konsep dengan topik yang sangat luas dan rumit. Cakupan materinya
antara lain struktur gen, ekspresi gen, replikasi, sintesis protein dan kromosom. Materi Substansi Genetika susah untuk diamati, apalagi tanpa bantuan peralatan
khusus. Akibatnya konsep ini menjadi salah satu konsep yang dianggap sulit.
22
Penelitian survei dalam pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat. Penelitian survei menghasilkan informasi di tingkat mikro atau kelas mengenai
persiapan kegiatan belajar mengajar, teknik mengajar dan buku teks yang
18
Istamar Syamsuri, Peningkatan Kompetensi Guru untuk Meningkatkan Minat Siswa pada Bidang MIPA, 2014, h. 6, kappa.binus.ac.id.
19
Ibid.
20
Anthony J. Onwuegbuzie dan Denise A. Daros-Voseles, The Role of Cooperative Learning in Research Methodology Courses: A Mixed-Methods Analysis, Research in The
Schools, 8, 2001, h. 62.
21
Hening Widowati, op.cit., h. 43.
22
Dewi Murni, Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index CRI, Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung, 2013, h. 206.
digunakan, dan berapa banyak kemajuan telah dihasilkan.
23
Selain itu survei menghasilkan data otentik yang dibutuhkan dalam proses evaluasi dan menjadi
dasar oleh pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan. Terutama data otentik mengenai jumlah implementasi pembelajaran kooperatif di sekolah cukup
minim. Mengingat berbagai kelebihan dari pembelajaran kooperatif, maka
pembelajaran kooperatif baik diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah. Penelitian survei juga perlu dilakukan untuk menghasilkan
data otentik mengenai penggunaan pembelajaran kooperatif di sekolah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis
mengambil fokus penelitian dengan judul : “Deskripsi Penggunaan Pembelajaran Kooperatif di MAN Jakarta Selatan
”.