Penerapan pasal 156 a tidak memerlukan adanya ancam- an terhadap ketertiban umum

77

e. Problem profesionalisme aparat penengak hukum

Profesionalisme juga menjadi persoalan tersendiri dari penerapan pasal 156 a. Tidak profesionalnya aparat penegak hu- kum terjadi pada kasus Sensen Komara, dimana Majelis Hakim menjatuhkan vonis bersalah terhadap Presiden Negara Islam In- donesia NII, atas tuduhan telah berbuat makar dan penistaan a- gama. Namun demikian, Sensen terbukti menderita penyakit keji- waan paranoid sehingga diputuskan untuk di kirim ke bagian jiwa Rumah Sakit dr Hasan Sadikin RSHS Bandung. Seharusnya, ke- tika yang bersangkutan terbukti mengalami gangguan jiwa, maka harus dibebaskan dari segala tanggungjawab termasuk menjalani proses persidangan. Kasus yang lain adalah adanya copy paste un- tuk kasus yang berbeda, yaitu dalam kasus Tajul Muluk yang meng- gunakan dasar dakwaan dari kasus penodaan agama yang lain. Ini menunjukkan tidak profesionalnya aparat penegak hukum.

4. Pola-Pola Penerapan Pasal 156 a KUHP

Penerapan pasal 156 a umumnya tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum dan pelaku, tetapi juga melibatkan be- berapa aktor atau elemen yang ada di masyarakat. Ada pola yang umum terjadi dalam proses pemidanaan seseorang dalam kasus penodaan agama. a. Tekanan KelompokOrmas Intoleran Dalam kenyataan, aparat penegak hukum tidak serta mer- ta langsung melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindakan penodaan agama. Dalam berbagai kasus, tindakan aparat penegak hukum diawali dengan adanya protes atau tekanan yang dilakukan oleh kelompokormas terten- tu terhadap penganut atau kelompok agama yang mereka anggap menodai agama tertentu. Bahkan dalam beberapa kasus, faktor kelompok penekan ini lebih dominan dibandingkan dengan unsur- unsur yuridis yang perlu dipertimbangkan dalam proses peradilan pidana. Kelompokormas intoleran yang tidak setuju adanya ajaran tertentu melakukan serangkaian aktivitas yang bernuansa kebencian yang mengarah pada tindakan diskriminatif terhadap 78 penganut kelompok agama tertentu. Tindakan itu biasanya dilaku- kan secara sistematik dengan menggunakan berbagai media, dan melibatkan berbagai pihak baik dari kalangan masyarakat, mau- pun negarapemerintah. Dalam beberapa kasus, tekanan kelompokormas intoler- an menggunakan cara-cara kekerasan dan mengarah menjadi kon- fl ik sosial. Jika kondisi ini terjadi, aparat penegak hukum ataupun pemerintah seringkali bertindak diskriminatif karena selalu men- empatkan kelompok minoritas yang harus mengalah. Dengan da- lih menjaga ketertiban dan stabilitas keamanan, seringkali aparat penegak hukum ataupun pemerintah mengevakuasi, ataupun merelokasi kelompok, yang serharusnya mendapatkan perlindun- gan yang layak dari negara. Terkait dengan adanya tekanan dari kelompok intoleran tersebut ada beberapa permasalahan yang dapat disampaikan; Pertama, netralitas aparat penegak hukum dan pemerin- tah. Di banyak kasus, netralitas aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dan pemerintah dipertanyakan dalam merespon adanya perbedaan pandangan di tengah masyarakat terkait den- gan keyakinan dan ekpresi keyakinan. Aparat penegak hukum dan pemerintah selalu berada bersama kelompok mayoritas. Akibat- nya kebijakan yang mereka ambil cenderung merugikan kelom- pok minoritas. Keberpihakan aparat juga berimplikasi terhadap adanya pembiaran atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompokormas intoleran. Seharusnya negara bertindak dan ber- sikap secara netral, sehingga dapat memberlakukan setiap warga negara secara adil dan menjamin rasa aman dan tentram setiap warga masyarakat. Kedua, pengerahan masa dari daerah lain. Konfl ik hori- zontal yang terjadi antara kelompok masyarakat dengan penga- nut agama tertentu, seringkali melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari luar daerah dimana penganutkelompok agama tersebut berada. Sebenarnya, banyak penganutkelompok aga- ma tertentu hidup berdampingan secara baik dengan komunitas sekitarnya yang juga berbeda secara keyakinan. Masalah kemu- dian muncul ketika ada intervensi dan pengerahan masa dari luar