Condoning KASUS - KASUS UJARAN KEBENCIAN

62 potensi konfl ik akan ter-maintain dan meningkat serta bisa menimbulkan konfl ik sosial. Dengan demikian, menurut saya, Ahmadiyah harus dibubarkan,” 29 . Perkataan “Ahmadiyah harus dihentikan…” bertendensi mendorong kekerasang dan diskriminasi. Orang yang mendengar pidato pejabat negara tersebut akan berpikir “pejabat negara saja sudah ngomong harus menghentikan Ahmadiyah, apalagi warga biasa” dan ini mendorong kekerasan. Kemudian juga, perkataan “Ahmadiyah harus dihentikan..” bertendensi diskriminasi berupa adanya perlakukan yang “khusus”terhadap Ahmadiyah karena aktivitas-aktivitas. Tanpa menilai apakah aktivitas-aktivitas Ah- madiyah itu bermuatan kekerasanpaksaan atau tidak. Namun demikian, ada atau tidak adanya dampak pidato pejabat negara tersebut, aparat penegak hukum harus melakukan penegakan hu- kum terhadap kasus ini. Di dalam konteks kekerasan sebagai dampak dari condon- ing tersebut, pernyataan pejabat negara telah memicu kekerasan dan diskriminasi terhadap Ahmadiyah hampir di seluruh Indone- sia seperti kasus penyerangan dan kekerasan terhadap Ahmadiyah di Desa Cikeusik Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Februari 2011. Pasal 156 KUHP dam pasal 28 ayat 2 UU ITE tidak bisa menjangkau ujaran kebencian yang dilakukan oleh pejabat negara condoning. Aturan-aturan tersebut hanya lebih spesifi k mengatur warga negara saja tidak mengenal status sosialnya. Sebenarnya, pejabat negara yang justru seharusnya melindungi seluruh warga negara, dan seharusnya ancaman hukuman untuk penjabat negara tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan warga negara biasa. Baik pasal 156 KUHP maupun pasal 28 ayat 2 UU ITE tidak mem- bedakan ujaran kebencian yang dilakukan oleh pejabat negara dan warga negara. 29 dikutip dari www.voa-islam.com

Bab III: TEMUAN – TEMUAN UTAMA

A. PENODAAN AGAMA 1. Problem Konsep Pasal 156 a KUHP

Sejatinya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP tidak mengatur secara khusus delik agama. Meskipun demikian ada beberapa ketentuan dalam KUHP yang dapat dikategorikan sebagai delik agama. Delik agama itu sendiri mengandung bebera- pa pengertian. Barda Nawawi Arief membedakan 3 ruang lingkup delik agama yaitu, 1 tindak pidana “menurut agama”, 2 tindak pidana “terhadap agama”, dan 3 tindak pidana “yang berhubung- 64 an dengan agama” atau “terhadap kehidupan beragama” 30 . Delik menurut agama adalah tindakan-tindakan yang se- cara universal dilarang oleh agama-agama seperti pembunuhan, pencurian, penipuanperbuatan curang, penghinaan, fi tnah, de-lik-delik kesusilaan zina, perkosaan dan sebagainya, dan se- bagainya. Pasal 156 a dapat dikategorikan sebagai delik terhadap agama, sedangkan delik yang berhubungan dengan agama dapat dilihat dari beberapa ketentuan dalam KUHP yang terkait dengan agama seperti perbuatan merintangi pertemuanupacara agama dan upacara penguburan jenazah pasal 175; mengganggu per- temuan upacara agama dan upacara penguburan jenazah pasal 176; menertawakan petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang diizinkan dan sebagainya. Adanya pasal 156 a tidak dapat dilepaskan dari adanya Penetapan Presiden Penpres Nomor 1 Tahun 1965 yang dikelu- arkan pada 27 Januari 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama 31 . Setelah Soekarno Jatuh, Majelis Per- musyawaratan Rakyat Sementara MPRS memerintahkan untuk dilakukan peninjauan kembali produk-produk legislatif negara di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Ber- dasarkan itu, keluarlah UU No. 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Un- dang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang inilah maka Penpres No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama di naikkan statusnya menjadi Undang-Undang Nomor 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama 32 . Pasal 156 a dimasukkan menjadi bagian dari KUHP ber- 30 Barda Nawawi Arief, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan Blasphemy di Indonesia dan Perbandingan Berbagai Negara, BP Undip,2007. 31 Penpres ini lahir dari situasi saat dinamika sosial politik Indonesia diwar- nai persaingan ideologi-ideologi besar seperti nasionalisme, agama dan komunisme. Saat itu timbul aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinankepercayaan masyara- kat yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama 32 Siti Aminah dan Uli Parulian Sihombing, Memahami Pendapat Berbeda Disenting Opinion Putusan Uji Materiil UU Penodaan Agama , ILRC, 2010, hal. 1-2.