Prospek Perbankan Nasional Syariah

129 Sumber : Bank Indonesia diakses pada 29 Juli 2013

B. Prospek Perbankan Nasional Syariah

Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia sampai dengan posisi April 2013 yoy mampu tumbuh 43,6 dengan total aset menjadi Rp212,7 triliun dan telah memberi market share perbankan syariah menjadi ± 4,8. Jumlah nasabah Dengan tetap berkomitmen untuk menggerakkan sektor riil, perbankan syariah telah menyalurkan dana perbankan syariah nya sebesar 75,69 dari total sebesar Rp 161,08 triliun. Dengan melihat perkembangan perbankan syariah pada tahun 2011 yang mencapai 48 dan tahun 2012 mencapai 34, maka pertumbuhan perbankan syariah akan mencapai 15-20 dari pertumbuhan perbankan nasional pada 10 tahun mendatang. Sementara perekonomian Indonesia di tahun 2013 masih tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3 - 6,7. Sumber: di olah dari LPS 2012 dan Global Islamic Finance Report 2013 BI Rate Inflasi Pertumbuhan PDB Indonesia 7 6 5 4 3 2 1 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013F 2014F 2015F Pertumbuhan PDB 5,7 5,5 6,3 6 4,6 6,2 6,5 6,3 6,3 6,6 6,6 Sumber : Bank Dunia Dari pertumbuhan perbankan syariah itulah, maka Bank Indonesia akan memfokuskan pengembangan perbankan syariah tahun 2013 pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pembiayaan perbankan syariah yang lebih mengarah kepada sektor produktif dan masyarakat yang lebih luas; 2. Pengembangan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor produktif; 3. Transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan syariah; 4. Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk; dan 5. Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan terus mendorong peningkatan kapasitas perbankan syariah pada sektor produktif serta komunikasi “parity” dan “ distinctiveness”. 130 Sejak diterbitkannya undang–undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah sebagai landasan legal formal yang secara khusus mengatur berbagai upaya mengenai perbankan syariah di tanah air, maka kecepatan pertumbuhan industri ini diperkirakan akan melaju lebih kencang lagi. Hal ini terlihat dari indikator selama 5 lima tahun terakhir dari tahun 2008–2012 dalam aspek penyaluran pembiayaan yang mencapai rata–rata 40,61 dan penghimpunan dana dengan rata–rata mencapai 41,73 . Dalam penilaian global islamic inancial report GIFR di tahun 2011, Indonesia menduduki urutan ke-4 negara yang memiliki potensi dan iklim kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungn indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat. Adanya pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti : 1 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 2 UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara SUKUK 3 UU No. 42 tahun 2009 tentang amandemen ketiga UU No. 8 tahun 1983 tentang PPn Barang dan Jasa. Pemberlakuan UU No. 42 tahun 2009 merupakan “tax neutrality” atas transaksi murabahah yang dilakukan oleh perbankan syariah dimana sebelumnya dikenakan pajak dua kali double tax perlakuan pajak tersebut sangat merugikan perbankan syariah karena membuat pembiayaan dengan akad murabahah menjadi lebih mahal, sementara pembiayaan murabahah mempunyai porsi yang dominan selama 5 tahun terakhir. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan impian yang mustahil karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar diantaranya : 1 Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah. 2 Prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir di kisaran 6,0 - 6,5 yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid. 3 Peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik termasuk industri keuangan syariah. 4 Memiliki sumber daya alam yang meimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah. Bank syariah terbesar di Indonesia yang ada saat ini belum mampu masuk dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di Dunia, sementara tiga bank syariah malaysia mampu masuk dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah malaysia yang akan menjadi kompetitior utama. Belum tercapainya skala ekonomi tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah eisien, terlebih sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang signiikan. Meskipun dari indikator BOPO bank syariah di Indonesia masih kalah eisien dibandingkan dengan di malaysia dan Timur Tengah, namun demikian, bank syariah di Indonesia lebih proitable dibanding dengan bank syariah di malaysia maupun timur tengah, terlihat dari tinginya indikator ROA dan ROE. Tak heran apabila banyak investor asing yang tertarik untuk mendirikan atau membeli bank syariah di Indonesia. Proitabilitas yang tinggi tentunya akan mempercepat akselerasi pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia sehingga dapat mencapai skala ekonomi yang eisien. Kondisi riil lain yang ada saat ini adalah kenaikan pesat jumlah rekening yang dikelola oleh perbankan syariah dalam 3 tahun terakhir hingga mencapai 92 selain menunjukkan tingginya demand terhadap produk dan jasa perbankan syariah, juga menunjukkan bahwa masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. 131

C. Pengawasan dan Peraturan Perbankan Syariah Indonesia