4.1.2 ANALISA SCAN MIKROKRISTA
Berikut ini me Microscope selulosa mi
Gamba a
Gambar 4.2 men dengan perbesaran 500
morfologi partikel selulo tidak teratur, dan cende
ANNING ELECTRON MICROSCOPE SEM TALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG
merupakan hasil karakterisasi SEM Scanni mikrokristalin.
a
b bar 4.2 Analisa SEM Selulosa mikrokristalin
a Perbesaran 500x b Perbesaran 1000x enunjukkan hasil analisa SEM partikel selulosa mi
00x dan 1000x. Hasil analisa SEM menunju lulosa mikrokristalin yang dihasilkan berbentuk
derung membentuk agregat serta memiliki permu
SELULOSA
nning Electron
mikrokristalin njukkan bahwa
k partikel yang ermukaan yang
Universitas Sumatera Utara
kasar. Hasil pengukuran pada analisa SEM menunjukkan bahwa ukuran partikel yang diperoleh berkisar antara 11 μm - 54 μm.
Berdasarkan teori, selulosa mikrokristalin pada dasarnya terbentuk dari kristalit dengan ukuran koloidal. Kristalit memiliki ukuran diameter sekitar 15 - 20
μm. Agregat kristalit tersebut dapat membentuk aglomerat pada saat pengeringan slurry selulosa sehingga dapat terbentuk ukuran diameter partikel sebesar 20 sampai
200 μm [11, 42, 44]. Oleh karena itu, selulosa mikrokristalin yang diperoleh termasuk dalam bentuk aglomerat.
4.1.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRARED FTIR TEPUNG KULIT SINGKONG DAN SELULOSA MIKROKRISTALIN
DARI TEPUNG KULIT SINGKONG Berikut ini merupakan karakterisasi FTIR Fourier Transform Infra Red
tepung kulit singkong dan selulosa mikrokristalin dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan gugus fungsi dari tepung kulit singkong dan selulosa mikrokristalin.
Keterangan analisa gugus fungsi [53] : -
3642,32 cm
-1
: regang alkohol O–H -
3325,12 cm
-1
: regang alkohol O–H -
2890,50 cm
-1
: regang alkana C–H -
1620,32 cm
-1
: regang alkena C=C -
1248,24 cm
-1
: regang eter C–O
Gambar 4.3 Karakteristik FTIR Tepung Kulit Singkong dan Selulosa Mikrokristalin
3325,12 2890,50
1248,24 1620,32
3642,32
Universitas Sumatera Utara
55 Gambar 4.3 menunjukkan hasil karakterisasi FTIR dari tepung kulit singkong
dan selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong. Hasil FTIR tepung kulit singkong dan selulosa mikrokristalin menunjukkan bahwa terdapat perubahan
puncak serapan pada daerah regangan O-H. Hasil analisa FTIR tepung kulit singkong terdapat puncak serapan dengan bilangan gelombang 3325,12 cm
-1
yang mengindikasikan adanya ikatan hidrogen -OH sebagai gugus fungsi utama dalam
selulosa, sedangkan hasil analisa FTIR selulosa mikrokristalin terdapat perubahan puncak serapan dengan bilangan gelombang 3642,32 cm
-1
yang mengindikasikan terbentuk gugus fungsi hidroksil -OH bebas. Gugus fungsi hidroksil -OH bebas
merupakan ikatan hidrogen yang belum berikatan dengan senyawa lain dimana gugus ini diamati pada bilangan gelombang 3650 – 3600 cm
-1
[67]. Perubahan posisi puncak serapan dari daerah regang O-H dengan ikatan hidrogen terikat menjadi
daerah regang O-H bebas menunjukkan bahwa selulosa mikrokristalin yang diperoleh telah memiliki gugus O-H yang tidak terikat bebas.
Selain itu, terdapat puncak serapan dengan bilangan gelombang 2890,50 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus alkana C-H pada ujung struktur selulosa. Kemudian, terdapat penurunan intensitas puncak serapan dengan bilangan
gelombang 1620,32 cm
-1
dan 1248,24 cm
-1
yang menunjukkan adanya gugus C=C dan C-O yang berasal dari cincin aromatik lignin dan hemiselulosa [53]. Oleh karena
itu, selulosa mikrokristalin yang dihasilkan telah memiliki selulosa yang kristalin tetapi masih mengandung komponen seperti hemiselulosa dan lignin dalam jumlah
sedikit jika dibandingkan dengan tepung kulit singkong.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4 KARAKTERISTIK X-RAY