commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah-sekolah negeri menjadi incaran masyarakat dari berbagai tempat, sedangkan ada beberapa sekolah swasta yang semakin lama siswanya semakin berkurang.
Sebagai contoh di SMA Negeri 1 Baturetno pada tahun pelajaran 2010-2011 menerima 320 siswa dengan menolak 63 siswa karena kuota sudah tercukupi. Sedangkan SMA
Pancasila Baturetno hanya mendapatkan 12 siswa. Berkurang 8 siswa dari tahun pelajaran sebelumnya.
Keberagaman latar belakang pasti terjadi di setiap sekolah, seperti latar belakang sosial, budaya, ekonomi, kemampuan akademis, asal daerah, agama dan lain sebagainya.
Sering menjadi pemikiran masyarakat dan para guru, bahwa latar belakang yang berbeda- beda akan mempengaruhi atau membawa dampak terhadap keefektifan belajar dan
prestasi belajar mereka. Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit menurut para siswa, hal ini
nampak pada hasil ujian nasional tahun 2009-2010. Nilai rata-rata ujian nasional matematika kelas XII IPA di Kabupaten Wonogiri pada tahun pelajaran 2009-2010 lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai mata pelajaran ujian nasional yang lain. Mata pelajaran yang setara dengan Matematika adalah Fisika, Kimia dan Biologi. Rata-rata
nilai Matematika 6,21; Fisika 6,73; Kimia 7,84; dan Biologi 6,67. Isjoni dalam Anik Lestari 2009:2 menyatakan bahwa guru merupakan salah satu
pihak yang bertanggung jawab di dalam mencerdaskan anak bangsa. Guru membentuk karakteristik anak didik yang mumpuni dengan memiliki karakter seperti beriman dan
bertaqwa, cerdas, terampil, mandiri, berkepribadian serta bertanggung jawab. Guru
commit to user 2
adalah orang yang berdiri di depan kelas dan di garis terdepan dalam memberikan pengetahuan, perubahan sikap dan memiliki ketrampilan terhadap anak didiknya,
sehingga mereka memiliki wawasan global di dalam era dan daya saing yang penuh kompetitif masa kini maupun masa datang.
Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan guru. Proses ini dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi
pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian
rote learning tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna meaning learning. Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap
individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Dalam proses belajar mengajar matematika selalu melibatkan siswa secara aktif untuk mengembangkan
kemampuannya dalam berpikir rasional, kritis, dan kreatif. Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang
abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa. Aksiomatik yang dimaksud adalah pembenaran pernyataan P
1
dengan menggunakan pernyataan P
2
yang sebelumnya telah diterima benar. Sedangkan pembenaran pernyataan P
2
dengan menggunakan pernyataan P
3
yang sebelumnya telah diterima benar pula. Demikian seterusnya sehingga sampai pada suatu pernyataan P
yang tidak lagi perlu pembuktian. Pernyataan P inilah
yang disebut aksioma. Oleh karena aksioma digunakan selalu mempunyai sifat umum dan kemudian dapat diturunkan hingga memperoleh sifat-sifat khusus, maka struktur ini
disebut pula berpola deduktif. Dan ini merupakan satu-satunya pola pikir yang diterima dalam matematika. Konsep matematika tersusun secara hierarkis, yang berarti bahwa
commit to user 3
dalam mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar- benar dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya.
Salah satu cara yang dilakukan oleh banyak pihak untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas adalah dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama Eggen and Kauchak dalam Trianto,
2007:42. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian model pembelajaran kooperatif lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.
Trianto dalam bukunya yang berjudul Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik 2007:43 mencoba membandingkan kelompok belajar
kooperatif dan kelompok belajar konvensional, yang disajikan pada Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling
membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok. Adanya
akuntabilitas individual
yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para
anggotanya sehingga
dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh
salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota lainnya hanya
”mendompleng” keberhasilan ”pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan
dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok
dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota
kelompok. Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara
langsung diajarkan.
commit to user 4
Pada saat
belajar kooperatif
sedang berlangsung
guru terus
melakukan pemantauan
melalui observasi
dan melakukan intervensi jika terjadi masalah
dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melaui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Sumber: Killen dalam Trianto 2007:43
Selanjutnya Anik Lestari dalam penelitian yang berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS pada Pembelajaran Matematika pada Siswa
MTs Negeri se-Kabupaten Klaten ditinjau dari Tipe Kecerdasan Siswa Tahun Pelajaran 20082009 menyimpulkan bahwa kedua tipe tersebut sama-sama efektif.
Larry Maheady, Jean Michielli-Pendl, Gregory F. Harper dan Barbara Mallette
2006 dalam jurnal internasional menulis artikel yang berjudul The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive Package on the Science Test Performance
of a Diverse Group of Sixth Graders. Dalam artikel tersebut dituliskan: A clear and consistent finding of educational research has been the importance of
active student responding. During lectures and discussions, active responding most often takes the form of student responses to teacher questions. This whole group
responding to questions, however, does not permit every student to respond and does not assure that all students are actively engaged. Previous research has shown that
Numbered Heads Together is an efficient and effective instructional technique to increase student responding and to improve achievement.
Arti tulisan dalam artkel tersebut adalah sebagai berikut: sebuah penemuan yang jelas dan konsisten dari sebuah riset pendidikan mengemukakan mengenai pentingnya
tanggapan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Selama pembelajaran dan diskusi, terjadi tanggapan aktif dari siswa atas pertanyaan guru. Meski demikian tidak menjamin
semua siswa aktif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Numbered Heads Together merupakan teknik pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan tanggapan
atau keaktifan dan prestasi siswa. Model pembelajaran kooperatif melibatkan siswa secara aktif dan juga
mempertimbangkan keberadaan siswa, sehingga akan menghasilkan hasil pembelajaran
commit to user 5
yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Orhan and Ruhan 2006 dalam artikel yang berjudul The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on
Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa :
The Active Learning method are more effective than the classic method by relying on the findings of their research conducted on the basis of problem-based learning,
brain storming and cooperative learning.
yang artinya metode belajar aktif lebih effektif dari pada metode tradisional karena percaya pada hasil penelitian mereka yang berdasarkan pada pembelajaran berdasar
permasalahan, daya kerja otak dan pembelajaran kooperatif. Hal serupa juga disampaikan oleh Garry Hornby 2009 dalam Journal of
Education for Teaching melalui artikel yang berjudul The effectiveness of cooperative learning with trainee teachers. Dia menyatakan bahwa:
A plethora of research studies has found cooperative learning to be effective in promoting academic achievement with students of all ages. It has been suggested
that key elements of cooperative learning are individual accountability and positive interdependence. Results indicate that academic learning was greater in the
experimental group, in which individual accountability and positive interdependence were structured into the activity.
Kebanyakan penelitian telah menyatakan bahwa Cooperative Learning merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa untuk segala usia. Unsur-
unsur kunci dari Cooperative Learning adalah akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa hasil belajar
akademik lebih baik pada kelompok eksperimen, di mana akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif terstruktur dalam kegiatan.
Trianto dalam bukunya yang berjudul Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik 2007:49 menyatakan bahwa terdapat empat pendekatan
yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
commit to user 6
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD Student Teams Achievement Division, JIGSAW, Investigasi Kelompok Teams Games Tournaments atau TGT, dan Pendekatan
Struktural yang meliputi Think Pair Share TPS dan Numbered Head Together NHT. Pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
STAD JIGSAW
Investigasi Kelompok
TGT Pendekatan
Struktural
TPS dan NHT
Tujuan Kognitif
Informasi akademik
sederhana Informasi
akademik sederhana
Informasi akademik tingkat
tinggi dan keterampilan
inkuiri Informasi
akademik sederhana
Tujuan Sosial
Kerja kelompok dan
kerjasama Kerja kelompok
dan kerjasama Kerja dalam
kelompok kompleks
Ketrampilan kelompok dan
ketrampilan sosial
Struktur Tim
Kelompok belajar
heterogen dengan
anggota 4-5 orang anggota
Kelompok belajar
heterogen dengan 5-6
orang anggota menggunakan
pola kelompok asal dan
kelompok ahli Kelompok belajar
heterogen dengan 5-6 anggota
homogen Bervariasi,
berdua, bertiga, kelompok
dengan 4-5 orang anggota
Pemilihan Topik
Biasanya guru Biasanya guru
Biasanya guru Biasanya guru
Tugas Utama
Siswa dapat menggunakan
lembar kegiatan dan
saling membantu
untuk menuntaskan
materi belajarnya
Siswa mempelajari
materi dalam kelompok ahli
kemudian membantu
anggota kelompok asal
mempelajari materi itu
Siswa menyelesaikan
inkuiri kompleks Siswa
mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan secara sosial dan
kognitif
Penilaian Tes mingguan
Bervariasi dapat berupa tes
mingguan Menyelesaikan
proyek dan menulis laporan,
dapat menggunakan tes
Bervariasi
commit to user 7
essay Pengakuan Lembar
pengakuan dan publikasi lain
Publikasi lain Lembar
pengakuan dan publikasi lain
Bervariasi
Sumber: Ibrahim dalam Trianto 2007:50
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa langkah atau tahapan yang sama, yaitu membentuk
kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, diskusi dalam kelompok, berpikir bersama, dan menyampaikan jawaban.
Latar belakang siswa yang sangat beragam dimungkinkan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Salah satu keberagaman yang dimiliki siswa adalah kemampuan
awal. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik sehingga akan mencapai prestasi belajar yang baik pula.
B. Identifikasi Masalah