commit to user 76
Pada uji komparasi ganda antara kolom 2 dan kolom 3 diperoleh F
2-3
= 92,6049
dan 2F
0,05;2;198
= 6,00, ternyata F
2-3
2F
0,05;2;198
sehingga F
2-3
Î
DK dengan demikian H
ditolak. Hal ini berarti pada tingkat signifikansi
a = 0,05 siswa yang mempunyai
kemampuan awal sedang secara signifikan hasil belajar matematikanya berbeda dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah pada materi
sistem persamaan linear. Berdasarkan hasil rataan marginal dapat dilihat pada Tabel 4.6, diperoleh rerata
hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal
sedang sebesar 67,467
sedang rerata hasil belajar siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah sebesar 49,673.
Ini menunjukkan bahwa rerata hasil belajar matematika pada siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang lebih tinggi dari siswa yang mempunyai
kemampuan awal rendah. Kemampuan awal adalah pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa
sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Semakin tinggi tingkat kemampuan awal yang dimiliki peserta didik semakin baik dalam memahami materi
pelajaran berikutnya, demikian pula semakin rendah kemampuan awal yang dimiliki siswa semakin sulit siswa memahami materi berikutnya. Dengan demikian siswa dengan
kemampuan awal sedang akan lebih baik memahami materi selanjutnya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa siswa dengan kemampuan awal sedang mempunyai hasil belajar matematika yang lebih baik dari siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah pada materi l sistem
persamaan linear.
3. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini mengatakan bahwa “Pada siswa dengan kemampuan awal kategori tinggi yang mendapatkan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD akan mencapai hasil belajar matematika yang lebih baik
commit to user 77
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Sedangkan pada siswa dengan kemampuan awal kategori sedang dan rendah
yang mendapatkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan mencapai hasil belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD”. Berdasarkan hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh harga statistik
uji F
ab
= 1,36 dan F
0,05;2;198
= 3,00, ternyata F
ab
F
0,05;2;198
sehingga F
ab
Ï DK dengan demikian H
0AB
diterima. Hal ini berarti pada tingkat signifikan
a = 0,05 tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan
awal siswa terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X pada materi sistem persamaan linear.
Tampak bahwa pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika
siswa tidak tergantung pada kategori kemampuan awal yang dimiliki siswa. Atau perbedaan hasil belajar matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT konsisten pada tiap-tiap
kategori kemampuan awal siswa dan hasil belajar matematika antara tiap-tiap kategori
kemampuan awal siswa konsisten dengan menggunakan model pembelajaran STAD dan
model pembelajaran NHT. Artinya siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe NHT, baik secara umum maupun
ditinjau dari kategori kemampuan awal. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis ketiga. Faktor penyebabnya adalah para
siswa dengan kemampuan awal sedang atau pun rendah pada saat proses pembelajaran model NHT cenderung diam dan tidak berani bertanya secara aktif. Mereka belum
mampu menguasai materi. Mereka belum bisa mengerjakan tugas yang menjadi
commit to user 78
bagiannya. Rasa takut dan tidak percaya diri masih melekat pada pribadi siswa. Para siswa yang belajar dengan tipe STAD sedikit lebih baik dibanding mereka yang belajar di
kelas NHT. Hal ini disebabkan model pembelajaran STAD lebih sederhana, sehingga mereka bisa mengikuti dengan baik.
E. Keterbatasan Penelitian