EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN
commit to user
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD)
DAN
NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT)
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA
KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN WONOGIRI
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA
TAHUN PELAJARAN 2010 – 2011
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
THERESIA ARI DWI UTAMI
S 850809219
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(2)
commit to user
ii
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA
KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN WONOGIRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA
TAHUN PELAJARAN 2010 – 2011
Disusun oleh:
Theresia Ari Dwi Utami
S 850809219
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal ...
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Tri Atmojo K, M. Sc., Ph. D. Drs. Budi Usodo, M. Pd. NIP. 19630826 198803 1002 NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Dr. Mardiyana, M. Si. NIP. 19660225 199302 1002
(3)
commit to user
iii
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA
KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN WONOGIRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA
TAHUN PELAJARAN 2010 – 2011
Disusun oleh :
Theresia Ari Dwi Utami
S 850809219
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Mardiyana, M. Si. ... NIP. 19660225 199302 1002
Sekretaris Dr. Riyadi, M. Si. ... NIP. 196701161994021001
Anggota Penguji :
1. Drs. Tri Atmojo K., M. Sc., Ph. D ... NIP. 19630826 198803 1002
2. Drs. Budi Usodo, M. Pd. ... NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui:
Direktur PPs UNS, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph. D. Dr. Mardiyana, M. Si. NIP.19570820 198503 1004 NIP.19660225 199302 1002
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Theresia Ari Dwi Utami
NIM : S850809219
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN WONOGIRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA TAHUN PELAJARAN 2010-2011
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, ... 2011 Yang membuat pernyataan,
(5)
commit to user
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Di samping bahasa dan musik, matematika merupakan salah satu perwujudan utama daya kreatif bebas yang dimiliki akal manusia
(Hermann Weyl)
Tesis ini kupersembahkan untuk: 1. Yesus Kristus dan Bunda Maria 2. Orang tua dan saudara-saudaraku
3. Teman-temanku mahasiswa Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS 4. Keluarga besar SMA Pangudi Luhur St. Vincentius Giriwoyo
(6)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat dan kasihNya semata penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN WONOGIRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA TAHUN PELAJARAN 2010-2011
Dalam penyusunan tesis ini telah banyak melibatkan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur dan Asisten Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan belajar yang seluas-luasnya untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan dorongan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
3. Drs. Tri Atmojo K., M.Sc. Ph.D, pembimbing I dalam penyusunan tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini, sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
4. Drs. Budi Usodo, M.Pd., pembimbing II dalam penyusunan tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini, sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
(7)
commit to user
vii
5. Para Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bruder Kepala Yayasan Pangudi Luhur Pusat dan Bruder Kepala SMA Pangudi Luhur Giriwoyo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Baturetno dan Kepala SMA Kanisius Harapan Tirtomoyo yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
8. Rekan guru SMA Pangudi Luhur Giriwoyo, SMA Negeri 1 Baturetno, dan SMA Kanisius Harapan Tirtomoyo yang telah membantu dalam penelitian ini.
9. Teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2009 Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Surakarta, Juni 2011
(8)
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pemilihan Masalah ... 8
D. Pembatasan Masalah ... 9
E. Perumusan Masalah ... 9
F. Tujuan Penelitian ... 10
G. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 12
(9)
commit to user
ix
1. Pengertian Belajar ... 12
2. Pembelajaran Matematika ... 15
3. Prestasi Belajar Matematika ... 16
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... . 17
5. Pembelajaran Kooperatif ... 19
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 24
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 28
8. Kemampuan Awal Siswa ... 31
B. Penelitian yang Relevan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 34
D. Hipotesis Penelitian ... 36
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat, Subjek, Waktu dan Jenis Penelitian ... 37
1. Tempat dan Subjek Penelitian ... 37
2. Waktu Penelitian ... 37
3. Jenis Penelitian ... 38
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 38
1. Populasi ... ... 38
2. Sampel ... 39
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 39
C. Variabel Penelitian ... 41
1. Variabel Bebas ... ... 41
2. Variabel Terikat ... 42
D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Uji Instrumen ... 43
(10)
commit to user
x
2. Instrumen Penelitian ... 43
3. Uji Coba Instrumen ... 44
E. Teknik Analisa Data ... 48
1. Uji Prasyarat Analisis ... 48
2. Uji Keseimbangan ... 50
3. Uji Hipotesis Penelitian ... 51
4. Uji Komparasi Ganda ... 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………. 59
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ... 59
2. Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika ... 61
B. Deskripsi Data ... 62
1. Data Kemampuan Awal Siswa ... 63
2. Data Hasil Belajar Matematika ... 64
C. Hasil Analisis Data ... 65
1. Uji Keseimbangan ... 65
2. Uji Prasyarat Analisis Variansi ... 67
3. Uji Hipotesis Penelitian ... 69
4. Uji Lanjut Pasca Anava ... 71
D. Pembahasan Hasil Analisa Data ... 73
1. Hipotesis Pertama ... 73
2. Hipotesis Kedua ... 74
3. Hipotesis Ketiga ... 76
(11)
commit to user
xi
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ... ... . 79
B. Implikasi ... . 79
1. Implikasi Teoritis ... . 80
2. Implikasi Praktis ... . 81
C. Saran ... . 81
(12)
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok
Belajar Konvensional ... 3
Tabel 1.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran ... 6
Tabel 3.1. Desain Faktorial Penelitian ... 38
Tabel 3.2. Daftar SMA di Kabupaten Wonogiri Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika Tahun Pelajaran 2009-2010 ... 40
Tabel 3.3. Interpretasi Indeks Kesukaran Soal (P) ... 46
Tabel 3.4. Interpretasi Daya Beda Soal (D)... 47
Tabel 3.5. Notasi dan Tata Letak Data pada Anava... 53
Tabel 3.6. Rataan dan Jumlah Rataan ... 54
Tabel 3.7. Rangkuman Analisis Variansi ... 50
Tabel 4.1. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika... 65
Tabel 4.2. Rangkuman Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 66
Tabel 4.3. Rangkuman Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika ... 68
Tabel 4.4. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi ... 69
Tabel 4.5. Rangkuman Analisis Variansi ... 70
Tabel 4.6. Rangkuman Rataan antar Sel dan Rataan Marginal ... 71
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1. Grafik Distribusi Chi Kuadrat ... 50 Gambar 3.2. Grafik Distribusi Student’s-t ... 51
(14)
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 87
Lampiran 2: Kisi-kisi Uji Coba Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ... 164
Lampiran 3: Butir Soal Uji Coba Tes Kemampuan Awal Siswa ... 167
Lampiran 4: Lembar Validasi Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ... 174
Lampiran 5: Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa .. 177
Lampiran 6: Daya Beda Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ... 179
Lampiran 7: Indeks Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ... 184
Lampiran 8: Kisi-kisi Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Siswa ... 191
Lampiran 9: Butir Soal Uji Coba Tes Tes Hasil Belajar Siswa ... 194
Lampiran 10: Lembar Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa ... 200
Lampiran 11: Tingkat Kesukaran Uji Coba Soal Tes Hasil Belajar Siswa .... 203
Lampiran 12: Daya Beda Uji Coba Soal Tes Hasil Belajar Siswa ... 205
Lampiran 13: Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Uji Coba Soal Tes Hasil Belajar Siswa ... 208
Lampiran 14: Indeks Reliabilitas Soal Tes Hasil Belajar Siswa ... 210
Lampiran 15: Data Induk Penelitian ... 216
Lampiran 16: Data Amatan Hasil Belajar ... ... 219
Lampiran 17: Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen 1 ... 221
Lampiran 18: Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen 2 .. 222
Lampiran 19: Uji Homogenitas Variansi Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen Eksperimen 2 ... 223
(15)
commit to user
xv
Lampiran 20: Uji Keseimbangan Antara Kelompok Eksperimen 1 dan
Kelompok Eksperimen 2 ... ... 224
Lampiran 21: Uji Normalitas Hasil Belajar Kelompok Eksperimen 1 ... ... 225
Lampiran 22: Uji Normalitas Hasil Belajar Kelompok Eksperimen 2 ... ... 226
Lampiran 23: Uji Normalitas Kategori Tinggi ... 227
Lampiran 24: Uji Normalitas Kategori Sedang ... 228
Lampiran 25: Uji Normalitas Kategori Rendah ... 229
Lampiran 26: Uji Homogenitas Variansi Kedua Model Pembelajaran ... 230
Lampiran 27: Uji Homogenitas Variansi Ketiga Kategori Kemampuan Awal Siswa ... 231
Lampiran 28 : Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 232
Lampiran 29: Uji Komparasi Ganda dengan Metode Schefee ... 234
Lampiran 30: Tabel Distribusi Normal Baku ... 235
Lampiran 31: Tabel Nilai tα;v ... 236
Lampiran 32: Tabel Nilai
c
2a;v ... 237Lampiran 33: Tabel Nilai F0.05;v1, v2 ... 238
Lampiran 34: Tabel Nilai Kritik Uji Lilliefors ... 240
Lampiran 35: Daftar SMA Berdasarkan Jumlah Nilai Ujian Nasional Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2009-2010 ... 241
Lampiran 36: Surat Keterangan Penelitian dari SMA Negeri 1 Baturetno .... 242
Lampiran 37: Surat Keterangan Penelitian dari SMA Pangudi Luhur ... 243
(16)
commit to user
xvi
ABSTRAK
Theresia Ari Dwi Utami. S850809219. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) pada Pembelajaran Matematika Siswa SMA Kelas X Semester I di Kabupaten Wonogiri Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Tahun Pelajaran 2010-2011. Komisi Pembimbing I Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D dan Pembimbing II Drs. Budi Usodo, M.Pd. Tesis. Surakarta : Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menghasilkan hasil belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT, (2) apakah hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang lebih tinggi, lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah, (3) manakah di antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT yang memberikan hasil belajar yang lebih baik ditinjau dari tingkat kemampuan awal tinggi, sedang maupun rendah.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain faktorial 2×3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA di Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2010-2011. Jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah 204 siswa diperoleh dengan cara stratified cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tes awal dan tes hasil belajar. Untuk menguji validitas instrumen dilakukan oleh validator, sedangkan untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus Kuder-Richardson 20. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai Mei 2011. Analisis data dengan analisis variansi dua jalan sel tak sama.
Hasil analisis variansi dua jalan dengan taraf signifikansi a = 5%, menunjukkan (1) penggunaan pendekatan pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada siswa kelas X untuk materi sistem persamaan linear (Fa = 9,15 > 3,84 = F(0,05;1;198)), (2) kemampuan awal siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada siswa kelas X untuk materi sistem persamaan linear (Fb = 138,56 > 3,00 = F(0,05;2;198)) dan (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar pada siswa kelas X untuk materi sistem persamaan linear (Fab=1,36 < 3,00 = F(0,05;2;198)).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran tipe STAD lebih baik dari model pembelajaran tipe NHT pada siswa kelas X pada materi sistem persamaan linear (2) hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal yang sedang dan rendah, dan hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang sedang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal yang rendah (3) untuk setiap kategori kemampuan awal tinggi, sedang maupun rendah, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
(17)
commit to user
xvii
ABSTRACT
Theresia Ari Dwi Utami. S850809219. 2011. The Experimentation of Cooperative Learning Model using Student Teams Achievement Division (STAD) and Numbered Heads Together (NHT) on Subject Linear Equation System Viewed from Students Prior Competence of Senior High School Students Grade X at Wonogiri Regency Academic Year 2010-2011. The First Commision of Supervision is Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D and Second Supervision is Drs. Budi Usodo, M.Pd. Thesis. Surakarta: Study Program of Mathematics Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. The aims of this research are to know: (1) whether cooperative learning model using STAD type can give better result than cooperative learning model using NHT type on subject of linear equality system. (2) whether the result of student learning achievement in mathematics who have a high prior competence better than those who have a middle or low prior competence. (3) which one of both cooperative learning model using STAD type and NHT type, that achieves better result for students viewed from student’s prior competence that have a high prior, middle prior or low prior competence.
The research uses a quasi experiment with 2×3 factorial design. The population of research is senior high school student grade X at Wonogiri Regency of academic year 2010-2011. The number of participants in this research was 204 students and it was obtained by stratified random sampling. The data was collected by using pre test and the evaluation’s result. The validity of test instrument was done by validator and realibity of test used Kuder-Richardson 20. A study was conducted in April 2010 to May 2011. The technique used to analyze data in this study was two ways variance analysis with different cells.
The results of two ways variance analysis at significance level a =5% show that (1) there is an effect of learning approach usage on the mathematics students’ learning achievement of students grade X in the subject matter of linear equation system (Fa = 9.15 > 3.84 = F(0.05;1;198)), (2) there is an effect of prior competence usage on the mathematics learning achievement of students grade X in the subject matter of linear equality system (Fb = 138.56 > 3.00 = F(0.05;2;198)) and (3) there is no interaction between the cooperative learning model and the students prior competence in the learning achievement of grade X in the subject matter of linear equation system (Fab = 1.36 < 3.00 = F(0.05;2;198))
The conclusion of this research are: (1) Students learning achievement using cooperative learning model STAD type is better than cooperative learning model using NHT type. (2) the mathematics student`s learning achievement who have high prior competence better than the student who have middle and low prior competence and the students who have middle prior competence better than the student who have low prior competence (3) The cooperative learning model using STAD type gives better result than cooperative learning using NHT type on each student prior competence.
(18)
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahSekolah-sekolah negeri menjadi incaran masyarakat dari berbagai tempat, sedangkan ada beberapa sekolah swasta yang semakin lama siswanya semakin berkurang. Sebagai contoh di SMA Negeri 1 Baturetno pada tahun pelajaran 2010-2011 menerima 320 siswa dengan menolak 63 siswa karena kuota sudah tercukupi. Sedangkan SMA Pancasila Baturetno hanya mendapatkan 12 siswa. Berkurang 8 siswa dari tahun pelajaran sebelumnya.
Keberagaman latar belakang pasti terjadi di setiap sekolah, seperti latar belakang sosial, budaya, ekonomi, kemampuan akademis, asal daerah, agama dan lain sebagainya. Sering menjadi pemikiran masyarakat dan para guru, bahwa latar belakang yang berbeda-beda akan mempengaruhi atau membawa dampak terhadap keefektifan belajar dan prestasi belajar mereka.
Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit menurut para siswa, hal ini nampak pada hasil ujian nasional tahun 2009-2010. Nilai rata-rata ujian nasional matematika kelas XII IPA di Kabupaten Wonogiri pada tahun pelajaran 2009-2010 lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai mata pelajaran ujian nasional yang lain. Mata pelajaran yang setara dengan Matematika adalah Fisika, Kimia dan Biologi. Rata-rata nilai Matematika 6,21; Fisika 6,73; Kimia 7,84; dan Biologi 6,67.
Isjoni dalam Anik Lestari (2009:2) menyatakan bahwa guru merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab di dalam mencerdaskan anak bangsa. Guru membentuk karakteristik anak didik yang mumpuni dengan memiliki karakter seperti beriman dan bertaqwa, cerdas, terampil, mandiri, berkepribadian serta bertanggung jawab. Guru
(19)
commit to user
adalah orang yang berdiri di depan kelas dan di garis terdepan dalam memberikan pengetahuan, perubahan sikap dan memiliki ketrampilan terhadap anak didiknya, sehingga mereka memiliki wawasan global di dalam era dan daya saing yang penuh kompetitif masa kini maupun masa datang.
Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan guru. Proses ini dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Dalam proses belajar mengajar matematika selalu melibatkan siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir rasional, kritis, dan kreatif.
Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa. Aksiomatik yang dimaksud adalah pembenaran pernyataan P1 dengan menggunakan pernyataan P2 yang sebelumnya telah diterima benar. Sedangkan pembenaran pernyataan P2 dengan menggunakan pernyataan P3 yang sebelumnya telah diterima benar pula. Demikian seterusnya sehingga sampai pada suatu pernyataan P0 yang tidak lagi perlu pembuktian. Pernyataan P0 inilah yang disebut aksioma. Oleh karena aksioma digunakan selalu mempunyai sifat umum dan kemudian dapat diturunkan hingga memperoleh sifat-sifat khusus, maka struktur ini disebut pula berpola deduktif. Dan ini merupakan satu-satunya pola pikir yang diterima dalam matematika. Konsep matematika tersusun secara hierarkis, yang berarti bahwa
(20)
commit to user
dalam mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya.
Salah satu cara yang dilakukan oleh banyak pihak untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas adalah dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak dalam Trianto, 2007:42). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian model pembelajaran kooperatif lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.
Trianto dalam bukunya yang berjudul Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (2007:43) mencoba membandingkan kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar konvensional, yang disajikan pada Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para
anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok
sedangkan anggota lainnya hanya ”mendompleng” keberhasilan ”pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
(21)
commit to user
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melaui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Sumber: Killen dalam Trianto (2007:43)
Selanjutnya Anik Lestari dalam penelitian yang berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS pada Pembelajaran Matematika pada Siswa MTs Negeri se-Kabupaten Klaten ditinjau dari Tipe Kecerdasan Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009 menyimpulkan bahwa kedua tipe tersebut sama-sama efektif.
Larry Maheady, Jean Michielli-Pendl, Gregory F. Harper dan Barbara Mallette (2006) dalam jurnal internasional menulis artikel yang berjudul The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders. Dalam artikel tersebut dituliskan:
A clear and consistent finding of educational research has been the importance of active student responding. During lectures and discussions, active responding most often takes the form of student responses to teacher questions. This whole group responding to questions, however, does not permit every student to respond and does not assure that all students are actively engaged. Previous research has shown that Numbered Heads Together is an efficient and effective instructional technique to increase student responding and to improve achievement.
Arti tulisan dalam artkel tersebut adalah sebagai berikut: sebuah penemuan yang jelas dan konsisten dari sebuah riset pendidikan mengemukakan mengenai pentingnya tanggapan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Selama pembelajaran dan diskusi, terjadi tanggapan aktif dari siswa atas pertanyaan guru. Meski demikian tidak menjamin semua siswa aktif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Numbered Heads Together merupakan teknik pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan tanggapan atau keaktifan dan prestasi siswa.
Model pembelajaran kooperatif melibatkan siswa secara aktif dan juga mempertimbangkan keberadaan siswa, sehingga akan menghasilkan hasil pembelajaran
(22)
commit to user
yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Orhan and Ruhan (2006) dalam artikel yang berjudul The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning.
Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa :
The Active Learning method are more effective than the classic method by relying on the findings of their research conducted on the basis of problem-based learning, brain storming and cooperative learning.
yang artinya metode belajar aktif lebih effektif dari pada metode tradisional karena percaya pada hasil penelitian mereka yang berdasarkan pada pembelajaran berdasar permasalahan, daya kerja otak dan pembelajaran kooperatif.
Hal serupa juga disampaikan oleh Garry Hornby (2009) dalam Journal of Education for Teaching melalui artikel yang berjudul The effectiveness of cooperative learning with trainee teachers. Dia menyatakan bahwa:
A plethora of research studies has found cooperative learning to be effective in promoting academic achievement with students of all ages. It has been suggested that key elements of cooperative learning are individual accountability and positive interdependence. Results indicate that academic learning was greater in the experimental group, in which individual accountability and positive interdependence were structured into the activity.
Kebanyakan penelitian telah menyatakan bahwa Cooperative Learning merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa untuk segala usia. Unsur- unsur kunci dari Cooperative Learning adalah akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa hasil belajar akademik lebih baik pada kelompok eksperimen, di mana akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif terstruktur dalam kegiatan.
Trianto dalam bukunya yang berjudul Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (2007:49) menyatakan bahwa terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
(23)
commit to user
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD (Student Teams Achievement Division), JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT). Pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
STAD JIGSAW Investigasi
Kelompok (TGT)
Pendekatan Struktural (TPS dan NHT) Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri Informasi akademik sederhana Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerjasama Kerja kelompok dan kerjasama Kerja dalam kelompok kompleks Ketrampilan kelompok dan ketrampilan sosial Struktur Tim Kelompok belajar heterogen dengan anggota 4-5 orang anggota Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 orang anggota menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota homogen Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota Pemilihan Topik
Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru Tugas Utama Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya Siswa mempelajari materi dalam kelompok ahli kemudian membantu anggota kelompok asal mempelajari materi itu Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif
Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat berupa tes mingguan Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes Bervariasi
(24)
commit to user
essay Pengakuan Lembar
pengakuan dan publikasi lain
Publikasi lain Lembar
pengakuan dan publikasi lain
Bervariasi
Sumber: Ibrahim dalam Trianto (2007:50)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa langkah atau tahapan yang sama, yaitu membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, diskusi dalam kelompok, berpikir bersama, dan menyampaikan jawaban.
Latar belakang siswa yang sangat beragam dimungkinkan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Salah satu keberagaman yang dimiliki siswa adalah kemampuan awal. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik sehingga akan mencapai prestasi belajar yang baik pula.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1. Secara umum para siswa merasa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. Nilai matematika cenderung lebih rendah dibandingkan mata pelajaran yang lain. Ada kemungkinan hasil belajar siswa yang belum memuaskan ini disebabkan siswa cenderung pasif, hanya menjadi pendengar dan hanya belajar secara individu. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan bekerja sama dalam kelompok dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin disebabkan oleh model pembelajaran yang kurang mengena terhadap siswa. Sehingga perlu diadakan
(25)
commit to user
penelitian dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariatif dan lebih mengena.
3. Rendahnya prestasi belajar siswa mungkin disebabkan guru kurang memperhatikan karakteristik siswa, seperti kemampuan awal yang dimiliki siswa. Sehingga perlu diteliti apakah dengan memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa guru dapat menemukan model pembelajaran yang tepat guna meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Ada kemungkinan bahwa kebiasaan siswa belajar secara individu atau secara pribadi juga merupakan salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu diteliti apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang mengajak siswa untuk belajar secara berkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
C. Pemilihan Masalah
Dari beberapa masalah yang sudah diidentifikasi di atas, maka permasalahan yang diteliti adalah permasalahan nomor tiga dan empat, yang dikhususkan pada eksperimentasi model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat untuk siswa kelas X ditinjau dari kemampuan awal siswa.
Penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk dibandingkan karena model STAD merupakan model pembelajaran yang sederhana, yang dimungkinkan sesuai dengan kultur dan budaya siswa di Kabupaten Wonogiri. Mereka berpikir secara sederhana, belum mampu berpikir kompleks. Para siswa terbiasa dengan menerima penjelasan dari guru. Sedangkan model NHT merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk
(26)
commit to user
berdiskusi dan menentukan jawaban yang paling tepat di dalam kelompok. Hal ini akan melatih keberanian para siswa.
Kemampuan awal dan model pembelajaran merupakan dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh guru sebelum memulai proses kegiatan belajar mengajar. Melalui penelitian ini akan dilihat, apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang belajar dengan penerapan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) dan NHT (Numbered Head Together) jika ditinjau dari kemampuan awal siswa.
Penulis memilih model pembelajaran STAD dan NHT karena kedua model pembelajaran ini mempunyai kesamaan, yaitu membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, diskusi dalam kelompok, berpikir bersama, dan menyampaikan jawaban.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Model pembelajaran yang dipakai adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) pada kelas eksperimen 1 dan Numbered Head Together (NHT) pada kelas eksperimen 2.
2. Hasil belajar yang dimaksud adalah prestasi siswa kelas X reguler semester I SMA di Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010-2011, pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.
3. Kemampuan awal siswa yang peneliti gunakan adalah nilai hasil tes kompetensi dasar persamaan linear dan sistem persamaan linear dua variabel yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran sistem persamaan linear dan kuadrat. Dalam penelitian ini, kemampuan awal siswa dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah.
(27)
commit to user
4. Hasil belajar matematika siswa dibatasi pada hasil belajar siswa setelah dilakukan eksperimen untuk materi sistem persamaan linear dan kuadrat pada siswa SMA kelas X di Kabupaten Wonogiri.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dirumuskan masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menghasilkan hasil belajar matematika yang lebih baik dari pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang dan rendah? Apakah hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang sedang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah?
3. Manakah di antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT yang memberikan hasil belajar yang lebih baik ditinjau dari tingkat kemampuan awal kategori tinggi, sedang maupun rendah?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menghasilkan hasil belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan tipe NHT.
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal yang tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang atau rendah. Apakah hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal sedang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah.
(28)
commit to user
3. Manakah di antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT yang memberikan hasil belajar yang lebih baik ditinjau dari tingkat kemampuan awal kategori tinggi, sedang maupun rendah.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi pada proses pembelajaran matematika terutama yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT serta kemampuan awal siswa. Dengan mengetahui kadar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan dapat menunjukkan seberapa penting variabel tersebut mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dirasakan oleh beberapa pihak, antara lain
siswa, guru, maupun sekolah. a. Siswa
Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika yaitu dengan cara berdiskusi dengan teman, tidak takut mencoba dan menyampaikan pendapat, sehingga materi yang dipelajari lebih mudah diingat. Siswa juga dapat berlatih untuk bertanggung jawab dalam kelompok, belajar berinteraksi, bekerja sama dalam kelompok dan berkomunikasi.
b. Guru dan Calon Guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih baik tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT ditinjau dari kemampuan awal siswa dan termotivasi untuk berani melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
(29)
commit to user
Melalui penelitian ini diharapkan kepala sekolah dan pemegang otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan kebijakan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Dengan prestasi belajar siswa yang tinggi otomatis prestasi sekolah tersebut juga menjadi lebih baik.
(30)
commit to user
12
BAB II
KAJIAN TEORI dan HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Belajar
Pengetahuan atau ilmu merupakan suatu hal yang selalu dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan akan pengetahuan selalu meningkat, karena manusia selalu ingin meningkatkan harga diri dan kemampuannya. Dengan demikian, manusia perlu belajar. Ada berbagai teori belajar, beberapa teori belajar itu antara lain:
a. Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku manusia (Skinner dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni 2007:67). Dalam teori ini, reinforcement merupakan faktor utama dalam belajar. Reinforcement
merupakan suatu hal yang dapat digunakan untuk menguatkan tingkah laku. Dari segi bentuknya, reinforcement dibagi menjadi dua bentuk yaitu reinforcement positif dan
reinforcement negatif. Reinforcement positif adalah penguatan yang dapat meningkatkan perilaku, sedangkan reinforcement negatif adalah penguatan yang membuat suatu individu menarik diri dari suatu situasi yang kurang menyenangkan untuk menguatkan tingkah lakunya.
Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (1985:80) mengemukakan bahwa belajar berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesat seseorang. Dalam teori ini belajar dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan yang berulang-ulang, sehingga
(31)
commit to user
akan terjadi perubahan tingkah laku manusia, tanpa mengetahui perubahan yang terjadi itu menuju arah yang positif atau menuju arah negatif.
Teori-teori belajar behavioristik menganggap bahwa belajar merupakan proses hubungan langsung antara stimulus dan respons. Respon akan muncul jika diberi stimulus dari luar. Dengan kondisi ini yang selalu berulang – ulang maka akan terjadi perubahan tingkah laku individu.
Syah dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007:85) berpendapat bahwa teori behaviorisme memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah
1. Proses belajar dipandang sebagai kegiatan yang diamati secara langsung, padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem saraf manusia yang tidak terlihat, kecuali melalui gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis mekanis sehingga terkesan seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self regulation dan
self control yang bersifat kognitif. Sehingga, dengan kemampuan ini, manusia bisa menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
3. Proses belajar dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang mencolok antara hewan dan manusia.
b. Teori Kognitivisme
Dalam teori kognitivisme, belajar dipandang sebagai suatu proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan. Teori ini bertentangan dengan teori behaviorisme karena dalam kognitivisme, perubahan perilaku manusia tidak dapat diukur dan diamati secara langsung tanpa melibatkan proses mental.
(32)
commit to user
Gestalt memandang belajar sebagai proses yang didasarkan pada pemahaman (Baharuddin dan Esa Nur Wahyudi, 2007: 88). Pada saat belajar, keterlibatan individu secara langsung akan menghasilkan pemahaman. Dalam proses belajar, hal yang paling utama adalah dimengertinya apa yang dipelajari.
Belajar menurut teori ini tidak hanya sekedar proses hubungan antara stimulus-respon yang berulang-ulang. Belajar menurut teori kognitivisme terjadi jika ada pengertian atau pemahaman. Pemahaman akan muncul jika individu mencoba memahami masalah, jika mendapatkan penjelasan, kemudian mengaitkan antara komponen yang satu dengan komponen-komponen yang lain, kemudian dimengerti hubungannya dan dipahami maknanya.
c. Teori Konstruktivisme
Dalam teori konstruktivisme, hal utama dalam belajar adalah keaktifan individu dalam membangun pengetahuannya. Belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Piaget (dalam Paul Suparno, 1997:35) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan konsep. Dalam proses tersebut, si pebelajar setiap kali membangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh karena itu, belajar merupakan proses terus-menerus, tidak berkesudahan.
Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian (dalam Paul Suparno,1997:53), belajar yang bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur
(33)
commit to user
konsep yang telah dipunyai si pebelajar.
2. Pembelajaran Matematika
Dalam proses belajar dan pembelajaran, siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas (Slavin,1994 dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007:116). Walaupun demikian, guru menjadi faktor yang cukup menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, terdapat interaksi antara guru dan siswa, dimana guru membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Proses pembelajaran matematika meliputi pemahaman konsep, penalaran, pelambangan dan pengkomunikasian matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Andrew M Tyminski, Sue Ellen Richardson, Elizabeth Winarski (2010) yang ditulis dalam Journal of Teaching Children Mathematics. Mereka menyatakan bahwa:
The vision of NCTM's Standards includes students conjecturing, reasoning, representing, and communicating mathematics
yang artinya visi standar NCTM tentang pembelajaran matematika meliputi pemahaman konsep, penalaran, pelambangan dan pengkomunikasian matematika.
Menurut Marpaung (dalam Anna Yulia, 2005:5), pembelajaran adalah kegiatan membimbing siswa mengikuti jalur belajarnya (track) menuju tujuan, mendorong mereka aktif mengolah dan memproses informasi, mendorong mereka berani mengutarakan ide – idenya, mau belajar dari kesalahan, berdiskusi dengan siswa dengan guru. Dengan proses ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan kepercayaan dirinya dan lebih dapat berpikir kritis.
Menurut Silberman (dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007:134), proses belajar diungkapkan sebagai berikut :
Cara belajar dengan cara mendengarkan akan lupa. Dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit. Dengan cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan
(34)
commit to user
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dan cara terbaik untuk menguasai pelajaran adalah dengan cara mengajarkan kepada orang lain
Cara belajar seperti yang diungkapkan Silberman juga berlaku dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan jika mereka mau mencoba suatu kegiatan, berdiskusi dengan teman dan guru, serta mengerjakan latihan soal.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM 2000 dalam Popy Yaniawati, 2007) merumuskan bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan kata lain, siswa diharapkan aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dari pengetahuan – pengetahuan yang telah dia miliki.
Roxo (1937) dalam Joao (2006) menyatakan bahwa
Predominance of the psychological viewpoint in the teaching of mathematics, one should always start with the living and concrete intuition, and only very slowly bring forward the logical side of mathematics. One should adopt the genetic method, which allows for a slow introduction of the new notions.
Dalam pembelajaran matematika, harus diawali dengan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupannya dan sesuatu yang nyata. Setelah itu, siswa secara perlahan-lahan dibawa menuju ke bentuk matematika. Proses ini akan membuat siswa mudah memahami matematika dan pemahaman mereka akan lebih lama terekam dalam pikirannya.
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah proses membantu siswa dalam membangun pengetahuannya melalui proses mengkonstruksi dari pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya.
3. Prestasi Belajar Matematika
Belajar merupakan suatu proses. Proses itu dikatakan berhasil jika tujuan belajar telah dicapai. Tercapainya tujuan belajar dapat diketahui dari hasil tes yang diberikan
(35)
commit to user
guru setelah proses belajar berakhir. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalamannya (Nana Sujana,1990:22). Hasil belajar dapat diukur dengan tes.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:787) “Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru”.
Dalam penelitian ini, prestasi belajar merupakan hasil tes yang diberikan kepada siswa di akhir pelajaran dimana tes itu diberikan setelah materi yang akan diukur sudah selesai diberikan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Winkel (1986), ada 4 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu dari pihak murid, dari pihak guru, sekolah sebagai sistem sosial dan sekolah sebagai institusi. Pada pihak murid ada 5 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu
a. Taraf Intelegensi (Kemampuan Belajar)
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, taraf intelegensi memiliki peranan yang sangat besar dan memberikan pengaruh yang kuat terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar.
b. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan faktor psikologis yang tidak bersifat intelektual. Peranannya dalam belajar adalah menumbuhkan semangat belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar dan akan berpengaruh kuat terhadap prestasi belajarnya.
c. Perasaan, Sikap, Minat
Perasaan merupakan faktor psikis yang dapat menumbuhkan semangat belajar. Perasaan yang senang akan menimbulkan minat dan sikap yang positif. Perasaan yang
(36)
commit to user
tidak senang akan menghambat belajar. Dengan demikian, perasaan, sikap dan minat sangat erat kaitannya dengan prestasi belajar siswa.
d. Keadaan Sosio Ekonomis dan Sosio Kultural
Keadaan sosio ekonomis maupun keadaan sosio kultural siswa dapat mengakibatkan siswa berada dalam kondisi tertentu. Kondisi siswa ini dapat mempengaruhi belajar siswa, dapat berpengaruh positif atau negatif, sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
e. Keadaan Fisik dan Keadaan Psikis
Keadaan fisik dan keadaan psikis siswa menyebabkan kondisi psikologis berada dalam kondisi tertentu. Kondisi inilah yang mempengaruhi belajar siswa dan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada pihak guru adalah sikap dan sifat guru. Sifat dan sikap yang dapat diterima siswa dengan baik, akan dapat meningkatkan semangat belajar sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Selain itu, gaya mengajar juga memiliki peranan kuat dalam prestasi belajar siswa.
Pada pihak sekolah, ada peranan sekolah. Dalam peranan sekolah dalam sistem sosial, perlu diperhatikan interaksi sosial antara guru dengan siswa maupun interaksi sosial antar siswa sendiri. Dalam peranannya sebagai institusi, sekolah menerapkan peraturan-peraturan sekolah. Adanya interaksi sosial dan peraturan-peraturan di sekolah akan mempengaruhi belajar siswa, sehingga berpengaruh pula terhadap prestasi belajarnya.
Menurut Ngalim Purwanto (1986:101), ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor individual dan faktor sosial. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor individual adalah kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, kecerdasan dan faktor pribadi. Sedangkan faktor sosial antara lain adalah faktor keluarga, guru, cara mengajar,
(37)
commit to user
alat yang digunakan untuk mengajar, lingkungan, kesempatan dan motivasi sosial.
Berdasarkan uraian di atas, ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari siswa dan faktor dari luar. Faktor internal siswa berupa kemampuan siswa dan motivasi belajar siswa. Faktor eksternal siswa berupa interaksi guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Demikian pula dalam pembelajaran matematika, prestasi belajar matematika juga dipengaruhi kedua faktor tersebut.
5. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2010:15) cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin dalam Isjoni (2010:15) mengemukakan “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson dalam Isjoni (2010:17)
cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
(38)
commit to user
Penerapan pembelajaran kooperatif di kelas mampu meningkatkan prestasi siswa. Di lain pihak, penerapan model pembelajaran ini pun mengalami beberapa kesulitan. Hal ini sesuai pendapat Robyn M. Gillies dan Michael Boyle (2010) dalam Journal of Teaching & Teacher Education. Pendapat yang ditulis dalam artikel yang berjudul
Teachers' reflections on cooperative Learning adalah sebagai berikut:
Cooperative learning (CL) is a well documented pedagogical practice that promotes academic achievement and socialization, yet many teachers struggle with implementing it in their classes. Data from the interviews indicated that while the teachers had positive experiences with CL, a number encountered difficulties with implementing it in their classrooms. Issues identified included students socializing during group activities and not working, managing time effectively, and the preparation required. Other issues that the teachers identified as being important for successful group work included the composition of the groups, the task the group was to undertake, the social skills training needed, and the assessment of the learning that occurred in the group.
Artinya, pembelajaran kooperatif (CL) adalah praktik pedagogis yang terdokumentasikan dengan baik untuk meningkatkan prestasi akademik dan sekaligus proses sosialisasi, dan banyak guru berusaha menerapkan dalam kelas mereka. Data dari wawancara menunjukkan bahwa para guru memiliki pengalaman positif dengan CL, meski beberapa menemui kesulitan-kesulitan dalam menerapkannya di dalam kelas. Masalah-masalah yang teridentifikasi diantaranya sosialisasi siswa selama kegiatan kelompok dan tidak bekerja, mengelola waktu secara efektif, dan persiapan yang diperlukan. Masalah lain yang diidentifikasi dalam CL adalah pentingnya keberhasilan kerja kelompok, termasuk di dalamnya komposisi kelompok, tugas yang harus dilaksanakan, latihan keterampilan sosial yang diperlukan, dan penilaian atas kelompok.
Junko Shimazoe and Howard Aldrich (2010) dalam Journal of College Teaching. menulis sebuah artikel yang berjudul Understanding & Overcoming Resistance to Cooperative Learning. Dalam artikel dia menyatakan:
In Cooperative Learning, instruction focuses on coordinating, stimulating and encouraging interactions among students, with students expected to learn from
(39)
commit to user their own activities and interaction with their peers.
Hal ini berarti dalam pembelajaran kooperatif, pengajaran berfokus pada mengkoordinasikan, merangsang dan mendorong interaksi antara siswa dengan harapan siswa belajar dari kegiatan-kegiatan dan interaksi dengan teman-temannya.
Walaupun pembelajaran berpusat pada siswa, namun guru tetap memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran kooperatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Noorchaya Yahya dan Kathleen Huie (2002), dalam Internet TESL Journal mereka menulis artikel yang berjudul Reaching English Language Learners Through Cooperative Learning.
Dalam artikel tersebut mereka menyatakan bahwa:
In planning cooperative learning, teachers take several roles. First, teachers make pre-instructional decisions about grouping students and assigning appropriate tasks. Teachers have to be able to explain both the academic task and the cooperative structure to students and then must monitor and intervene when necessary. Finally, the teacher is also the one who is responsible for evaluating student learning and the effectiveness of each group's work.
Dalam merencanakan pembelajaran kooperatif, guru memegang beberapa peran. Pertama membuat rencana pra-pembelajaran tentang pengelompokan siswa dan pemberian tugas yang sesuai. Guru harus dapat menjelaskan tugas akademis dan struktur kooperatif kepada siswa dan kemudian harus memonitor dan turun tangan bila perlu. Akhirnya, guru juga harus bertanggungjawab mengevaluasi pembelajaran siswa dan keefektifan kerja masing-masing kelompok.
Slavin dalam Isjoni (2010:21) mengemukakan bahwa tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
a. Penghargaan kelompok
(40)
commit to user
penghargaan kelompok. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b. Pertanggungjawaban individu
Pertanggungjawaban ini menitikberatkan pada aktivitas aanggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil.
Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif pada siswa berarti sekolah:
a. mengembangkan dan menggunakan keterampilan kooperatif berpikir kritis dan kerja sama kelompok;
b. menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif di antara siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda;
c. menerapkan bimbingan oleh teman (peer coaching);
d. menciptakan lingkungan yang menghargai, menghormati nilai-nilai ilmiah; e. membangun sekolah dalam suasana belajar.
Hasil penelitian Carlan, Rubin dan Morgan (2003) yang dipublikasikan dalam artikel berjudul Cooperative Learning, Mathematical Problem Solving, and Latinos pada jurnal internasional adalah sebagai berikut:
1) Student became more actively engaged in mathematical problem solving through cooperative learning. Reluctant leaners, who previously did not do their work, began to participate in the problem solving process.
2) Students moved from a competitive to a cooperative stance. Rather than competing for the correct answer, they began to share their problem solving ideas and answers.
(41)
commit to user
3) At first, students asked each other for their answers. However, they soon began to work with each other on the mathematical problem solving process rather than seeking the correct answers.They discovered that there are often several correct ways of finding a solution.
4) After observing the researchers implementing cooperative learning as well
5) Teacher also became more aware of students’ abilities when they worked in small groups. Some students who did not normally participate in whole group activitie were actively involved in small grop work.
Hal ini dapat diartikan sebagai :
1) Siswa menjadi lebih aktif dalam mengusahakan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran kooperatif. Siswa yang malas mengerjakan pekerjaan rumahnya mulai ikut berpartisipasi dalam proses pemecahan masalah.
2) Siswa mengubah sikap kompetisi menjadi sikap kerja sama. Kompetisi dalam menjawab soal dengan benar mereka mulai dengan berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah beserta gagasan dan jawabannya.
3) Pertama kali siswa menanyakan masing-masing jawaban. Tetapi mereka segera mulai mengerjakan dengan yang lain tentang proses pemecahan masalah matematika daripada hanya mencari jawaban saja. Mereka telah menemukan bahwa ada beberapa cara yang benar dalam menentukan penyelesaian.
4) Setelah mengobservasi pemakaian pembelajaran kooperatif dalam matematika, guru dapat mengubah meja dari bentuk berbaris menjadi bentuk kelompok sehingga pembelajaran kooperatif menjadi lebih baik.
5) Guru menjadi lebih peduli dengan kemampuan siswa ketika mereka bekerja dalam kelompok kecil. Bererapa siswa yang tidak berpartisipasi dengan baik dalam kelompok besar menjadi terlibat aktif dalam kelompok kecil.
Sedangkan hasil penelitian Katsap (2003) dari Kaye College of Education yang dipublikasikan pada jurnal internasional yang berjudul Active Learning in the College Mathematics Classroom adalah :
(42)
commit to user 1) Learning was cooperative
2) Demonstrating the implementation of the learning unit colleagues influenced decisions to adopt the method and the topic
3) Learning and preparing the unit taught, which is to be included in the course book, required that the teacher take responsibility,
4) Learning in group was characterized by organization.
yang artinya :
1) Pembelajaran adalah bekerja sama.
2) Penerapan pembelajaran di tingkat unit dengan rekan sejawat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penentuan metode dan topik.
3) Pembelajaran dan persiapan mengajar yang ada di buku kursus harus dapat dipertanggungjawabkan oleh guru.
4) Pembelajaran dalam kelompok ditandai dengan adanya pengorganisasian.
Tujuan utama penerapan model pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2010:21) adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions. Seperti pendapat Zakaria dan Iksan dalam jurnal yang berjudul Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective, menyebutkan Results indicated a positive attitude toward Mathematics, most student also have positive perception towards STAD, yang artinya dari hasil penelitian mereka terdapat indikasi adanya sikap positif terhadap matematika, sebagian besar peserta didik memiliki pandangan positif terhadap STAD.
(43)
commit to user
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) merupakan salah satu tipe pembelajaran yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Robert E. Slavin dalam bukunya Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik mengemukakan bahwa STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
Dalam buku yang sama, Slavin menyatakan STAD terdiri atas lima komponen utama: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Presentasi Kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Diharapkan para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar member perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. c. Kuis
Setelah guru melakukan presentasi dan siswa berdiskusi dalam tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu
(44)
commit to user
dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.
d. Skor Kemajuan Individual
Tahap ini diberikan untuk memberikan pengertian kepada siswa tentang tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Selanjutnya siswa akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal yang mereka miliki. e. Rekognisi tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Dalam bahasa yang senada, Slavin dalam Isjoni (2010:51) mengemukakan bahwa pada proses pembelajarannya, model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes individual, 4) tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Presentasi kelas dilakukan guru. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data, pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
b. Guru membentuk tim, tiap-tiap tim terdiri dari 4 siswa. Anggota-anggota tim dibuat heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal matematika, motivasi
(45)
commit to user
belajar, jenis kelamin, atau pun latar belakang etnis yang berbeda.
c. Guru memberikan soal kepada siswa, cara menyelesaikan soal tersebut dengan cara diskusi dengan kelompok timnya. Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut.
d. Guru memberikan kuis kepada setiap siswa dan dikerjakan secara individual. Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.
e. Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok. Nilai tes inilah yang nantinya akan digunakan dalam penghargaan tim. f. Guru memberikan pernghargaan kepada kelompok yang terbaik prestasinya atau
yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain. Anggota tim terbaik adalah anggota yang memperoleh peningkatan nilai paling tinggi pada masing-masing tim.
Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan
(46)
commit to user
yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk melihat kembali fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992 (dalam Anita Lie 2002: 58). Metode pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe ini siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi: satu kemampuan tinggi, dua kemampuan sedang dan satu kemampuan rendah. Di sini ketergantungan positif dikembangkan, yang kemampuan kurang terbantu kemampuan yang lebih. Interaksi sosial terjadi dalam kelompok ini, ada saling
(47)
commit to user
komunikasi, tatap muka, diskusi dan tanggung jawab.
Menurut Anita Lie (2002: 59) ada 4 langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT: a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Menurut David Jonson (dalam Anita Lie 2002: 29-34), pembelajaran kooperatif meliputi lima prinsip yang harus diterapkan, yaitu: a) Saling ketergantungan yang positif, b) Tanggung jawab individu, c) Tatap muka, d) Komunikasi antar anggota, dan e) Evaluasi proses kelompok
Agus Suprijono dalam bukunya yang berjudul Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem (2009: 92) menyatakan:
Pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together
diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah pesertra didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang diberi nomor 1-8.
Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan member jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
(48)
commit to user
Guru merancang metode pembelajaran ini disesuaikan dengan kemampuan siswa dan kebutuhan siswa agar berkembang secara optimal. Dengan demikian proses pembelajaran berlangsung efektif. Sehingga setelah selesai pembelajaran diharapkan ada perubahan tingkah laku.
Dari uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. 2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi tugas yang berbeda untuk dikerjakan. 3. Siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan teman satu kelompok.
4. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
5. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
6. Siswa dari kelompok lain yang berbeda pendapat menyampaikan pendapatnya. 7. Guru dan siswa mengadakan evaluasi kelompok.
8. Mengadakan kuis dan memberikan tugas. 9. Menutup pelajaran.
Dari uraian di atas pada prinsipnya kedua model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, perbedaannya pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD setiap siswa mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengerjakan semua soal/tugas. Setiap siswa mengerjakan semua soal dan berdiskusi dalam kelompok. Mereka berorientasi bahwa mereka harus mendapat nilai kuis yang maksimal. Dan akhirnya tim mereka akan menjadi tim super.
Sedangkan model pembelajaran tipe NHT mempunyai ciri khas bahwa guru hanya menunjuk seorang siswa dengan nomor tertentu untuk mewakili kelompoknya.
(1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
bagiannya. Rasa takut dan tidak percaya diri masih melekat pada pribadi siswa. Para siswa yang belajar dengan tipe STAD sedikit lebih baik dibanding mereka yang belajar di kelas NHT. Hal ini disebabkan model pembelajaran STAD lebih sederhana, sehingga mereka bisa mengikuti dengan baik.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan yang perlu peneliti kemukakan, agar dalam penggunaan hasil penelitian tidak terdapat persepsi yang salah. Antara lain:
1. Populasi dalam penelitian ini terbatas pada SMA negeri maupun swasta kelas X di
Kabupaten Wonogiri untuk siswa reguler saja tidak termasuk SMA negeri maupun swasta yang termasuk kategori RSBI maupun SBI. Walaupun sampel sudah diambil dari sekolah dengan predikat tinggi, sedang dan rendah.
2. Model pembelajaran dalam penelitian ini terbatas pada penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan NHT, sehingga mengabaikan model pembelajaran yang lain. Ada kemungkinan model pembelajaran lain dapat lebih meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear.
3. Pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini mengalami keterbatasan, peneliti hanya dapat
mengajar pada dua sekolah sampel, sedang satu sekolah sampel yang lain, meminta bantuan rekan guru untuk mengajar. Dalam hal ini peneliti menjelaskan dan memberikan semua perangkat pembelajaran kepada guru yang membantu mengajar. Peneliti hanya dapat mengontrol dan memantau pelaksanaan pembelajaran di kelas tersebut beberapa kali karena keterbatasan waktu.
(2)
commit to user
79
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah pelaksanaan penelitian di SMA se-Kabupaten Wonogiri baik sekolah negeri ataupun swasta yang bukan sekolah dengan kategori RSBI ataupun SBI dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X reguler semester 1 tahun pelajaran 2010-2011, maka penulis melakukan analisis data dan pembahasan.
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan hasil belajar
matematika siswa yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat.
2. Hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi lebih baik dari
siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang atau rendah, demikian pula hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang lebih baik dari siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan hasil belajar yang lebih baik dari
pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT jika ditinjau dari tingkat kemampuan awal kategori tinggi, sedang maupun rendah pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat.
B. Implikasi
Berdasarkan kajian teori dan mengacu pada hasil penelitian ini maka penulis menyampaikan implikasi yang berguna dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika.
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
1. Implikasi Teoritis
Berdasarkan kesimpulan di atas tampak bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X pada materi sistem persamaan linear. Rerata nilai hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari rerata nilai hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Ini berarti hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Hasil ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk pengembangan model pembelajaran pada materi sistem persamaan linear, di samping itu hasil penelitian ini dapat juga digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada materi sistem persamaan linear. Penggunaan model pembelajaran tipe STAD yang merangsang daya kreatifitas siswa secara individual dan dikombinasikan dengan pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa secara aktif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada materi sistem persamaan linear pada siswa kelas X semester I tahun pelajaran 2010-2011. Hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang atau rendah, demikian pula hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang lebih baik dari siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah. Hasil ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
(4)
commit to user
memperhatikan aspek kemampuan awal siswa dalam melakukan proses pembelajaran, khususya pembelajaran matematika.
Semakin baik kemampuan matematika yang dikuasai siswa sewaktu di SMP baik kemampuan komputasi maupun kemampuan penguasaan konsep akan semakin baik penguasaan belajar matematika di SMA, apalagi matematika adalah suatu ilmu yang menganut sistem hierarki sehingga proses belajar selanjutnya akan tergantung kemampuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian sebaiknya dalam pembelajaran matematika seorang guru memperhatikan kemampuan awal siswa sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih optimal.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat dan efektif dengan memperhatikan kemampuan awal siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Kepada Guru Mata Pelajaran Matematika
a. Guru matematika dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat.
b. Guru dalam proses pembelajaran hendaknya lebih banyak melibatkan siswa, guru
sebatas fasilitator dan motivator, guru tidak mendominasi seluruh proses pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
siswa diajak terlibat aktif dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah.
c. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah kemampuan awal siswa.
Guru dapat melibatkan siswa dengan kemampuan tinggi untuk menjadi tutor sebaya bagi siswa berkemampuan sedang dan rendah. Dengan adanya keterlibatan siswa berinteraksi dengan temannya diharapkan hasil belajar yang dicapai akan lebih optimal.
2. Kepada Kepala Sekolah
Guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memerlukan beberapa sarana, hendaknya kepala sekolah menyediakan sarana tersebut agar siswa dapat bekerja dalam kelompok lebih efektif, menyesuaikan antara banyaknya siswa dengan ruangan kelas, khususnya dalam pembentukan kelompok, sehingga waktu menjadi lebih efisien.
3. Kepada Kepala Dinas Pendidikan
Hendaknya kepala Dinas Pendidikan menyediakan sarana dan prasarana bagi guru-guru agar lebih professional dalam pembelajarannya, misalnya dengan mengirim guru matematika untuk mengikuti seminar, lokakarya dan pelatihan tentang model-model pembelajaran, maupun penyediaan beasiswa bagi guru-guru yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
4. Saran bagi para peneliti/calon peneliti
Bagi para peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi untuk penelitian yang relevan. Diharapkan para peneliti dapat mengembangkan penelitian untuk variabel lain yang sejenis atau model-model pembelajaran lain, sehingga dapat menambah wawasan dan kualitas pendidikan yang lebih baik, khususnya pendidikan matematika.
(6)