Penggunaan Liwa dan Rayah

2. Penggunaan Liwa dan Rayah

Umumnya, liwa dan rayah pada zaman Nabi Muhammad digunakan dalam peperangan. Liwa berada di dekat pemimpin tertinggi atau wakilnya; rayah digunakan untuk komandan bagian. Dalam bahasa militer modern, Abdul Qadim Zallum menyatakan, liwa untuk menandakan komandan resimen,

sedangkan rayah dibawa komandan batalion. 28

Dengan demikian, pada sebuah peperangan hanya terdapat sebuah liwa dan dimungkinkan ada beberapa rayah. 29 Ini sesuai dengan hadis yang disampaikan oleh Harits bin Hasan al-Bakri ketika Amir bin Ash baru datang dari peperangan, “… saat itu

terdapat rayah-rayah berwarna hitam…”. 30

Membawa panji Islam adalah kebanggaan para sahabat Nabi. Menjelang perang Khaibar, Rasulullah berkata, “Sungguh,

aku akan menyerahkan panji ini besok, kepada laki-laki yang dicintai Allah dan Rasul- Nya.” Malam itu, para sahabat tidak dapat tidur, memikirkan siapa di antara mereka yang akan

mendapatkannya. 31

Sahabat Nabi mempertahankan panji Islam hingga titik darah penghabisan. Semangat itu tergambarkan dalam peristiwa

28 Zallum, 2002, 191. 29 Al-Hujaili, 2002, 32-36.

30 Hizbut Tahrir, Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah (Libanon: Darul Umah, 2005), 169-170.

31 Al-Hujaili, 2002, 9.

perang Muktah, perang melawan Romawi. Awalnya, liwa dipegang oleh Zaid bin Haritsah hingga ia tewas tertikam tombak musuh. Lalu, bendera itu diambil Ja‟far bin Abu Thalib. Sejurus kemudian, prajurit Romawi mampu memenggal tangan kanannya yang digunakan untuk mengibarkan liwa. Karena tidak ingin bendera itu terjatuh, Ja‟far memindahnya di tangan kiri. Naas, prajurit Romawi kembali menebasnya. Ia tetap saja tidak mau melepaskan bendera Islam, mendekapnya dengan lengan yang berlumuran darah. Melihat hal itu, musuh membelah tubuh pemuda Arab berusia tiga puluh tahun itu. Sahabat Nabi yang lain tidak membiarkan liwa tumbang . Setelah Ja‟far gugur bendera dikibarkan oleh Abdullah bin Ruwahah. Malang, dia juga terbunuh. Akhirnya, bendera perang diambil Tsabit bin Arqam lalu diserahkan kepada Khalid bin Walid yang diangkat sebagai

komandan pasukan baru. 32 Dengan gesit panglima baru ini melompat

bendera itu dan

mencondongkan ke depan. 33

Di kesempatan lain, dalam peristiwa Fathul Makkah Rasulullah membawa liwa; peristiwa ini terekam dalam hadis Ibnu

32 Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Jilid 2, Terj. Fadhli Bahri (Jakarta: Darul

Falah, cetakan ke-7, 2008), 348-350. 33 Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Enam Puluh

Shahabat Rasulullah, terj. Mahyuddun Syaf (Bandung: Diponegoro, cetakan ke-20, 2006), 345.

Majah yang diperoleh dari Jabir. 34 Fathul Makkah berarti „pembukaan kota Mekah‟, terjadi setelah bertahun-tahun umat Muslim terusir dari Mekah, lalu kembali lagi secara damai; 35

prajurit Islam ketika itu berjumlah sepuluh ribu orang. 36 Selain itu, bendera Islam tidak selalu digunakan untuk perang, kadang digunakan saat Rasulullah memerintahkan sahabatnya menghukum orang yang melanggar syariah. Ini sebagaimana hadis yang disampaikan Bara bin Azab. Suatu ketika, dia bertemu pamannya yang tengah membawa bendera dan bertanya tentang tujuannya. Pamannya menjawa b, “Aku diutus Rasulullah saw untuk memenggal leher seorang pria dan

mengambil hartanya karena telah berzina dengan ibu tirinya.” 37 Dari keterangan di muka dapat disimpulkan bahwa liwa dan

rayah digunakan terutama dalam peperangan. Selain itu, ketika memimpin rombongan pasukan dalam gerakan damai, misalnya pada fathul Makkah, Nabi Muhammad juga membawa bendera tersebut. Demikian pula, bendera Islam juga dipakai ketika utusan Nabi Muhammad bertugas melaksanakan hukuman.

34 Hizbut Tahrir, 2005, 169. 35 Muhammad al-Ghazaliy, Fiqhus Sirah, terj. Abu Laila dan

Muhammad Tohir (Bandung: PT. Alma‟arif, 1985), 629. 36 Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam sejak Zaman Nabi Adam hingga

Abad XX, Terj. Samson Rahman, (Jakarta: Akbar Media, 2003, cetakan kedelapan 2010), 129.

37 Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Jangan Dekati Zina (Bogor: Pustaka atau-Taqwa, cetakan ke-3, 2010), 47.