Liwa dan Rayah sebagai Artefak HTI DIY

C. Liwa dan Rayah sebagai Artefak HTI DIY

Liwa dan rayah merupakan benda atau artefak penting di HTI DIY, indikasinya adalah bendera ini digunakan hampir di semua aktifitasnya yang bersifat terbuka. Secara visual, charge maupun ground bendera tersebut menyesuaikan dengan konsep HT, sebagaimana yang tertera di buku Ajhizah ad-Daulah al- Khilafah (struktur negara Khilafah). Dalam buku materi halqoh anggota itu disebutkan, liwa berwarna putih dengan tulisan laa illaaha illaa Allah Muhammad Rasul Allah berwarna hitam; sedangkan rayah adalah kebalikannya, berwarna hitam dengan

tulisan sahadat berwarna putih. 41 Analisa visual lebih lanjut tentang bendera itu ada di subbab “Objek Estetis” dalam bab “Estetika Semiotis Liwa dan Rayah di HTI DIY”.

Subbab ini membicarakan benda atau artefak di lingkungan HTI DIY yang merupakan turunan atau derivasi liwa dan rayah. Keberadaan benda itu semakin memperkokoh peran penting liwa dan rayah di lingkungan HTI DIY. Selain itu, subbab ini juga membahas artefak yang keberadaannya secara tidak langsung terkait liwa dan rayah.

41 Hizbut Tahrir, 2005, 169-171.

1. Artefak Derivasi Liwa dan Rayah

Di antara berbagai artefak yang terinspirasi liwa dan rayah, logo HTI adalah yang paling nyata. Logo yang dibuat tahun 2006 itu memiliki keunikan. Jika digunakan di bidang gelap, gambar bendera pada logo tersebut menjadi liwa (gb. 3.21); sebaliknya, kalau digunakan di bidang terang, gambar itu menjadi rayah (gb. 3.22). Logo yang digunakan HTI di seluruh wilayah Indonesia ini diciptakan oleh anggota HTI DIY, Andika Dwijatmiko, yang juga alumnus Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta dan dosen desain grafis di ADVY Yogyakarta.

Jika dibandingkan dengan logo HTI yang lama, yang juga terdapat liwa dan rayah (gb. 3.23), atau logo Pusat Kantor Media HT, yang hanya terdapat rayah (gb. 3.24), logo HTI memiliki keunggulan, yaitu: simpel, fleksibel, dan unik. Dalam penciptaan

logo, ketiganya menjadi syarat yang mesti diperhatikan. 42 Logo HTI bersifat simpel karena mudah dikenali; unik karena bentuknya mudah dibedakan dengan logo lain; dan fleksibel karena dapat diterapkan di media dan bahan apapun. Logo tersebut digunakan untuk berbagai produk keluaran HTI maupun HTI DIY dan HTI di propinsi lain, seperti spanduk, undangan, maupun buletin jumat al-Islam.

42 Surianto Rustan, Mendesain Logo (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 43.

Gambar 3.21

Gambar 3.22

Logo HTI berlatar belakang warna Logo HTI berlatar belakang warna gelap, bergambar liwa

terang, bergambar rayah

(Desain oleh: Andika Dwijatmiko) (Desain oleh: Andika Dwijatmiko)

Gambar 3.24

Gambar 3.23 Logo Pusat Kantor Media HT,

bergambar rayah menggunakan gambar liwa

Logo HTI lama,

(Sumber: www.hizb-ut- dan rayah

(Sumber: www.myquran.org, tahrir.info, 30/11/2010)

Selain logo, bentuk liwa dan terutama rayah sering mengispirasi desain pakaian yang dikenakan aktivis HTI DIY, misalnya, untuk ikat kepala, topi, jaket, atau kaos. Paling sering, Selain logo, bentuk liwa dan terutama rayah sering mengispirasi desain pakaian yang dikenakan aktivis HTI DIY, misalnya, untuk ikat kepala, topi, jaket, atau kaos. Paling sering,

“Khilafah”. Tanpa tulisan itu, bendera hitam dapat menimbulkan interpretasi lain, misalnya, simbol gerakan Anarchist (gb. 3.29)

yang juga memiliki lambang huruf “A” dalam lingkaran.

Gambar 3.25

Gambar 3.26

Derivasi rayah untuk topi dan Derivasi liwa untuk ikat kepala

ikat kepala

(Foto: Deni Junaedi, 2011) (Foto: Deni Junaedi, 2011)

Gambar 3.27 Derivasi rayah untuk jaket (Foto: Deni Junaedi, 2011)

Gambar 3.29 Kaos bergambar rayah tanpa

Gambar 3.28

Kaos gerakan Anarchist, juga sahadat, terdapat juga tulisan

bergambar bendera hitam

Khilafah (Sumber: (Foto: Deni Junaedi, 2011)

www.profaneexistence.com,

Derivasi rayah juga sering digunakan untuk stiker yang, antara lain, ditempel di mobil (gb. 3.30) atau motor (gb. 3.31). Ketika HTI DIY melakukan kegiatan, motor dengan tempelan stiker rayah mudah ditemui di tempat parkir.

Derivasi lain yang cukup menarik adalah tempat pena yang berbentuk globe dengan liwa dan rayah berukuran kecil (gb. 3.32). Bentuk karya kriya tersebut juga terinspirasi logo HTI yang lama. Karya itu dibuat oleh Eko dari Ahsanta.

Gambar 3.30 Gambar 3.31

Stiker rayah di motor (Foto: Deni Junaedi, 2011)

Stiker rayah di mobil

(Foto: Deni Junaedi, 2010)

Gambar 3.32

Hiasan liwa dan rayah

(Foto: Deni Junaedi, 2010)

Bentuk liwa dan rayah sering digunakan sebagai sumber ide desain visual pada kegiatan HTI DIY, misalnya, untuk desain backdrop kegiatan. Contohnya adalah backdrop pada acara diskusi yang diselenggarakan di UNY tanggal 24 Oktober 2010 (gb. 3.33). Secara umum, liwa dan rayah sering dipakai sebagai elemen desain media yang diluncurkan HTI. Citra bendera itu, misalnya, dimanfaatkan untuk sampul VCD Dari Masjid al-Aqsha Menuju Khilafah: Sejarah Awal Perjuangan Hizbut Tahrir (gb. 3.34) atau laman website resmi HTI (gb. 3.35).

Selain diterapkan untuk desain yang serius seperti di atas, kadang pula rayah digunakan untuk visual yang bersifat parodi.

Foto apropriasi berupa pengibaran rayah pada suatu upacara (gb.

3.36) adalah salah satunya. Gambar itu, pada tanggal 18 Agustus 2010, antara lain disebarkan oleh Zul Fadhli, sabab HTI DIY, lewat jejaring sosial facebook. Di dunia virtual, desain apropriasi menggunakan rayah cukup mudah dijumpai, salah satunya adalah gambar tokoh kartun Naruto membawa rayah (gb. 3.37).

Gambar 3.34 Bentuk liwa pada backdrop diskusi di

Gambar 3.33

Bentuk liwa dan rayah di

UNY tanggal 24 Oktober 2010 VCD keluaran HTI

(Foto: Deni Junaedi, 2010) (Foto: Deni Junaedi, 2010)

Gambar 3.35

Rayah di laman situs resmi HTI (Sumber: www.hizbut-tahrir.or.id, 28/1/2011)

Gambar 3.36

Apropriasi foto upacara bendera dengan rayah

(Sumber: www.facebook.com, 18/8/2010, dikirim oleh Zul Fadhli)

Gambar 3.37

Apropriasi Naruto membawa rayah

(Sumber: www.kartini87.wordpress.com, 15/3/2012)

2. Artefak di Seputar Liwa dan Rayah

Artefak di HTI DIY yang terkait dengan liwa dan rayah adalah benda yang keberadaannya dapat digunakan untuk membantu

Artefak yang keberadaannya hampir selalu berbarengan dengan liwa dan rayah ada lah tulisan “Khilafah” (gb. 3.38) atau “Syariah” (3.39) yang dicetak dalam bentuk poster atau spanduk. Kedua kata itu mengindikasikan cita-cita HTI DIY atau HT untuk menegakkan Khilafah maupun menerapkan syariah Islam. Kedekatan liwa dan rayah dengan dua kata tersebut menandakan bahwa bendera itu merupakan identitas visual HTI DIY untuk penegakan Khilafah dan penerapan syariah Islam.

memaknai

bendera

tersebut.

Gambar 3.39 Kata “Khilafah” dalam poster

Gambar 3.38

Kata “Syariah” dalam poster aksi tanggal 21 Januari 2011

aksi tanggal 21 Januari 2011

(Foto: Deni Junaedi, 2011) (Foto: Deni Junaedi, 2011)

Artefak yang dipakai ketika mengibarkan liwa maupun rayah dan kemungkinan besar hanya ada di HTI DIY adalah surjan. Surjan adalah pakaian Jawa yang bermotif lurik, berlengan panjang, dan berkerah tegak. Paling tidak, terdapat dua kali kegiatan yang melibatkan pengibar liwa dan rayah berpakaian surjan, yaitu saat pentas di Konjab 1432 H tanggal 19 Juni 2011 (gb. 4.33) dan ketika pawai menjelang Ramadhan tanggal 29 Juni 2011 (gb. 3.40). Karena pakaian tersebut identik dengan Yogyakarta, maka pemakaian baju tradisional itu menegaskan bahwa para pengibar bendera itu berasal dari Yogyakarta.

Artefak lain yang perlu diperhatikan adalah simbol bulan sabit. Kendati tidak tampak jelas, HTI, dan dimanfaatkan oleh HTI DIY, menggunakan bentuk bulan sabit. Bahkan, bulan sabit pernah tertera di logo HTI lama (gb. 3.23). Kini, bentuk itu masih dipakai dalam logo penerbitan HTI Pres (gb. 3.41). Simbol itu berdekatan dengan gambar liwa dan rayah. Dengan demikian, HTI tidak melihat simbol bulan sabit sebagai madaniyah (benda) yang memiliki hadlarah (konsep) di luar Islam; atau HTI melihat simbol itu merupakan madaniyah yang bersifat umum. Penempatan simbol bulan sabit berdekatan dengan liwa dan rayah mengindikasikan bahwa kedua visual itu, menurut HTI, tidak saling bertentangan.

Gambar 3.40

Baju lurik pengibar rayah di pawai tanggal 29 Juni 2011 (Foto: Deni Junaedi, 2011)

Gambar 3.41

Bulan sabit maupun liwa dan rayah

di logo HTI Press (An-Nabhani , 2009, sampul deppan)