Sistem Budaya HTI DIY terkait Liwa dan Rayah

A. Sistem Budaya HTI DIY terkait Liwa dan Rayah

Transfer keilmuan di HT dilakukan melalui forum yang disebut halqoh. Kata ini secara literal berarti „lingkaran‟, sejajar dengan istilah „lingkar studi‟. Aktivitas mingguan ini paling banyak Transfer keilmuan di HT dilakukan melalui forum yang disebut halqoh. Kata ini secara literal berarti „lingkaran‟, sejajar dengan istilah „lingkar studi‟. Aktivitas mingguan ini paling banyak

Forum halqoh harus dilalui seorang daris sebelum menjadi adho (anggota). Sebelum menjadi anggota, seorang daris mesti mempelajari dua hingga empat kitab HT. Waktu yang diperlukan dapat mencapai empat hingga lima tahun. Ketika melamar (bukan ditawari) sebagai anggota HT, seorang calon mesti mengucapkan sumpah untuk menjadi penjaga Islam yang terpecaya dan

mengadopsi pandangan-pandangan HT. 1 Setelah menjadi anggota, selain mengisi halqoh, ia tetap diwajibkan mengikuti halqoh. Dalam lingkungan HT, seorang daris maupun adho disebut sabab yang berarti „pemuda‟.

Pembelajaran di halqoh diawali dengan pembacaan satu atau dua paragraf materi dalam kitab oleh seorang daris, sementara peserta lain menyimak. Selanjutnya mushrif menerangkan, lalu membuka diskusi. Jika mushrif tidak dapat

1 Abu Za‟rur, Seputar Gerakan Islam, terj. Yahya Abdurrahman (Bogor: Al-Azhar Press, 2009), 208.

menjawab pertanyaan, maka jawabannya ditunda dan akan membawa pertanyaan itu ke struktur yang lebih tinggi. Dalam satu kali pertemuan yang berlangsung dua jam, umumnya hanya dapat membahas satu atau dua paragraf.

Materi yang digunakan dalam kajian itu rata-rata dibuat oleh Taqiyuddin an-Nabhani, selebihnya ditulis atas nama Hizbut Tahrir. Di HTI DIY, kajiaan biasanya menggunakan dua buku sekaligus, satu berbahasa Arab sebagai sumber asli dan yang lain berbahasa Indonesia sebagai panduan terjemah.

Landasan konseptual penggunaan liwa dan rayah di HTI DIY sesuai dengan pemikiran HT. Gagasan itu tertuang dalam kitab- kitab resminya (di kalangan HTI DIY term kitab lebih sering digunakan ketimbang buku). HT di manapun menggunakan kitab yang isinya sama. Maka, sebagaimana disampaikan Juru Bicara HTI, alasan penggunaan liwa dan rayah di HTI DIY, HTI, atau HT

di wilayah manapun adalah sama. 2

Di HT terdapat puluhan buku resmi. Buku perdana yang harus dipelajari seorang daris adalah Nizham al-Islam (peraturan hidup dalam Islam). Selain itu juga terdapat kitab Min Muqowimat Nafsiyah Islamiyah (pilar-pilar pengokoh pola sikap Islam), at- Takattul al-Hizbiy (pembentukan partai politik), Mafahim Hizbut

2 Wawancara dengan Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 31 Oktober 2010.

Tahrir (faham HT), Ajizah ad-Dawlah al-Khilafah (struktur negara Khilafah), ad-Daulah al-Islamiyah (Negara Islam), al-Amwal fi Daulah al-Khilafah (sistem keuangan negara Khilafah), an-Nizham al-Ijtimai fi al-Islam (sistem pergaulan dalam Islam), dan asy- Syakhshiyah al-Islamiyah (kepribadian Islam) yang terdiri dari tiga jilid. Paparan berikut tidak akan membahas semua pemikiran yang ada di dalamnya, namun sebatas yang terkait dengan penggunaan liwa dan rayah.

dan pelajarnya mengibarkan liwa dan rayah atau mewajibkan penegakan Khilafah, HTI DIY atau HT membangun konstruksi pemikiran dari dasar. Kajian perdana dimulai dengan keimanan, persoalan selanjutnya terkait dengan penerapan syariah di seluruh aspek kehidupan.

1. Keimanan sebagai Konsep Dasar

Bab paling depan dalam Nizham al-Islam berjudul “Jalan Menuju Iman”. 3 Tiga pertanyaan dasar (uhdah al-kubra) mengawali pembahasan, yaitu: dari mana kehidupan berasal?; untuk apa kehidupan manusia di dunia?; dan ke mana setelah kehidupan

ini?

3 Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam (Tanpa kota: Hizbut Tahrir, 2001a), 4-13.

Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama kali dibahas tentang pembuktian keberadaan Pencipta. Cara yang ditempuh adalah dengan memperhatikan alam, kehidupan, dan manusia. Ketiga hal itu memiliki sifat terbatas dan tergantung dengan yang lain. Sesuatu yang bersifat batas dan tergantung dengan yang lain membutuhkan hal yang tidak terbatas dan tidak tergantung dengan yang lain, yaitu Pencipta (al-Khaliq). Dengan demikian, keberadaan Pencipta adalah keniscayaan (wajibul wujud). Karena tidak terbatas, Pencipta tidak diciptakan oleh pencipta lain atau menciptakan dirinya sendiri, tapi bersifat azali atau tidak berawal dan tidak berakhir.

beragama (yang perwujudannya dapat berupa pengagungan atas sesuatu), manusia akan berusaha beribadah kepada Pencipta. Untuk melakukannya, manusia memerlukan pedoman yang berasal dari Pencipta.

lain, an-Nabhani menyatakan bahwa al-Quran merupakan pedoman yang berasal dari Pencipta. Hal ini dibuktikan dengan ayat yang berisi tantangan bagi yang meragukannya. Para peragu diminta untuk membuat surat yang semisal dengan al-Quran. Tantangan semacam itu, antara lain, terdapat dalam surat al-Baqarah ayat

23 , “Dan jika kamu dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami 23 , “Dan jika kamu dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami

Allah, jika kamu orang-orang yang benar. ” 4 Hingga kini tantangan tersebut tidak terjawab . Ayat selanjutnya mempertegas, “Maka jika kamu tidak dapat membuat, dan pasti kamu tidak akan dapat membuat, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya

manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. ” 5 Dengan demikian, HT menegaskan, kemukjizatan bahwa al-Quran dari Pencipta tidak terbantahkan. Muhammad yang membawa al- Quran, sebagai mukjizatnya, mengindikasikan kedudukannya sebagai nabi.

Berdasarkan keterangan tersebut, menurut HT, keimanan pada keberadaan Pencipta atau Allah, kemukjizatan al-Quran, dan kenabian Muhammad dibentuk melalui argumentasi akal atau dalil aqli. Adapun keimanan kepada hal gaib lainnya, seperti malaikat, surga, atau neraka, diperoleh dengan jalan mengutip al- Quran atau hadis; cara seperti ini disebut dalil naql. Alam gaib merupakan hal yang tidak dapat terindera, informasi tentangnya

4 ْمُتْنُك ْنِإ ِهّللا ِنوُد نِمّ مُكءاَدَهُش ْاىُعْداَو ِهِلْثِمّ نِمّ ٍةَرىُسِب ْاىُتْأَف اَنِدْبَع ىَلَع اَنْلَزَّن اَمِّمّ ٍبْيَر يِف ْمُتنُك نِإَو َنيِقِداَص (Wa in kuntum fi raibim mimmaa nazzalnaa ‘alaa ‘abdinaa fa’tuu bi

suuratim mim mislii wad’uu syuhadaa’akum min duunillaahi in kuntum saadiqiin).

5 َنيِرِفاَكْلِل ْتَدِعُأ ُةَراَجِحْلاَو ُساَنلا اَهُدىُقَو يِتَلا َراَنلا ْاىُقَتاَف ْاىُلَعْفَت نَلَو ْاىُلَعْفَت ْمَل نِإَف (Fa il lam taf’aluu wa lan taf’aluu fattaqun-naarallatii wa quuduhan-naasu wal-

hijaaratu u’iddat lil-kaafiriin).

hanya dapat diyakini jika berasal dari sumber yang pasti ( qot’i),

yaitu al-Quran dan hadis mutawatir. 6

Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan uhdah al-kubra di atas adalah: alam, kehidupan, dan manusia berasal dari Allah; kehidupan di dunia untuk beribadah, sesuai dengan al-Quran surat adz-Dzariyat ayat 56; dan setelah kehidupan dunia terdapat hisab atau „perhitungan‟. Setelah dihisab, manusia yang ketika hidup di dunia sesesuai dengan ketentuan Allah akan berada di surga, yang sebaliknya ada di neraka.

2. Islam sebagai Ideologi

Masih di dalam Nizham al-Islam, an-Nabhani menyatakan bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Pencipta, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan al-Khaliq tercakup dalam perkara akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan dirinya sendiri terangkum dalam urusan akhlak, makanan, dan pakaian; sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya

6 Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi (penyampai hadis) dengan demikian, secara umum, mereka

mustahil sepakat untuk berdusta. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, cetakan ke-3, 2005), 20.

berada dalam ranah ekonomi, sosial, pendidikan, pemerintahan,

politik luar negeri, dan uqubat (sanksi). 7

Dengan demikian, Islam tidak hanya memerintahkan shalat atau puasa. Islam juga tidak sekedar mengajarkan bagaimana caranya menutup aurat atau menunjukkan makanan yang halal dan haram. Akan tetapi, Islam juga mengatur negara. Dengan kata lain, Islam adalah ideologi atau mabda.

Ideologi, menurut an-Nabhani, memiliki dua aspek, yaitu akidah yang diperoleh berdasarkan akal (aqidah aqliyah) dan peraturan yang terlahir darinya. Dengan kata lain ideologi meliputi aspek pemikiran (fikrah) dan metode (thariqah). Adapun akidah didefinisikan sebagai pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan; serta tentang keberadaan dan

hubungannya dengan sebelum dan setelah kehidupan. 8 Berdasarkan definisi itu, an-Nabhani menulis bahwa di dunia ini hanya terdapat tiga ideologi, yaitu kapitalisme, sosialisme, dan Islam. Ideologi sosialisme, termasuk komunisme, memiliki akidah dialektika materialisme atau berlandaskan pemikiran bahwa kehidupan berasal dari materi. Adapun ideologi kapitalisme yang melahirkan sekulerisme tidak mempedulikan keberadaan Pencipta; Pencipta tidak memiliki hak untuk campur

7 An-Nabhani, 2001a, 79. 8 An-Nabhani, 2001a, 24.

tangan pada kehidupan dunia. An-Nabhani menegaskan, dalam sosialisme maupun kapitalisme terdapat kesalahan, yaitu bertentangan dengan naluri beragama yang dimiliki manusia. Lebih lanjut an-Nabhani menyatakan, berbeda dengan sosialisme dan kapitalisme, akidah Islam, sebagaimana yang telah diuraikan di muka, selaras dengan akal dan tidak bertentangan dengan

naluri maupun fitrah manusia. 9

Demokrasi berasal dari ideologi kapitalisme walaupun disuarakan juga oleh sosialisme. HT menegaskan, ciri demokrasi bukan pada pemilihan pemimpin dengan suara terbanyak, namun pada wewenang rakyat untuk membuat undang-undang. Hal ini, dalam kacamata HT, adalah sebuah kesalahan karena hak untuk membuat hukum hanyalah milik Allah, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat Yusuf ayat 40 , “Menetapkan hukum

hanyalah milik Allah.” 10

HT mengajarkan, ideologi Islam hanya dapat diemban dalam sistem pemerintahan Khilafah. Khilafah adalah Negara Islam yang kekuasaanya menyatukan seluruh dunia. 11 Ciri sistem Khilafah adalah cara pengangkatan pemimpin negeranya, khalifah, melalui

9 An-Nabhani, 2001a, 34-37. 10 ِهّلِل َلاِّإ ُمْكُحْلا ِنِإ (inil-hukmu illaa lillaah), dalam Hizbut Tahrir, Ajhizah

ad-Daulah al-Khilafah (Libanon: Darul Umah, 2005), 17. 11 Hizbut Tahrir, 2009, 3.

baiat. 12 Baiat adalah sumpah setia dan taat yang disampaikan masyarakat kepada khalifah. Potensi kebangkitan Khilafah diakui oleh pemikir di luar Islam. Penelitian Mapping Global Future yang digarap National Intellegence Council (NIC) dari Amerika Serikat menyebutkan bahwa salah satu dari empat kemungkinan yang bakal terjadi pada tahun 2020 adalah kemunculan Khilafah Islam (A New Calipate); kemungkinan lain ialah Davos World atau kebangkitan Cina mupun India, Pax Americana atau dominasi Amerika Serikat yang terus bertahan, dan Cycle of Fear atau penggunaan senjata pemusnah massal oleh teroris. Sumber data penelitian yang diterbitkan Desember 2004 itu adalah hasil diskusi dari berbagai

ahli pemerintahan dan nonpemerintahan di lima benua. 13 Selain itu, survey terhadap 1.200 orang di Jabodetabek yang dilakukan Setara Institute, LSM di bawah pimpinan Hendardi, menyatakan bahwa 34,6 persen responden menyatakan setuju dengan

Khilafah. 14 Demikian pula, Samuel P. Huntington menyatakan

12 Hizbut Tahrir, 2005, 10. 13 National Intelligence Council, Mapping the Global Future, (Pennsylvania: Government Printing Office, 2004), 16.

14 Mujiyanto, “Fajar Khilfah Mulai Menyingsing”, Media Umat, (Edisi 50, 7-12 Januari 2011), 4.

bahwa Islam adalah salah satu peradaban besar yang berpotensi

bangkit dan mesti diwaspadai peradaban Barat. 15

Kendati bertujuan mendirikan negara, dalam perjuangannya HT melarang penggunaan senjata atau perlawanan fisik. 16 Menurut HT, penggunaan kekerasan atau peperangan untuk mendirikan negara merupakan cara yang salah, karena: pertama, tidak sesuai dengan metode yang digunakan Nabi Muhammad; kedua, salah strategi, sebab negara bukanlah bangunan fisik, tapi konstruksi pemahaman, maka harus diubah dari segi pemikiran; ketiga, kekerasan akan menimbulkan perpecahan dan disintegrasi

sosial di masyarakat. 17 Metode yang digunakan HT untuk mendirikan Khilafah adalah thalabun-nushrah, yaitu mencari dukungan dari pemiliki kekuatan (militer) agar mau menyerahkan kekuasaan. Cara ini mencontoh Nabi Muhammad ketika akan

mendirikan negara Islam di Madinah. 18 Berlandaskan konsepsi ini, meskipun HT menerjunkan ribuan sabab dalam aksi turun ke jalan, dan perserta aksi itu lantang meneriakkan protes sambil

15 Samuel P. Huntington, Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia, Terj. M. Sadat Ismail (Yogyakarta: Qalam, 1996,

cetakan ke-11 2010), passim. 16 Redaksi Al- Wa‟ie, 2011, 20.

17 Redaksi Al- Wa‟ie, “Bolehkah Menegakkan Daulah Islam dengan Kekerasan?”, dalam majalah Al-Wa’ie (Jakarta: HTI, No.110 ,Tahun X, 1- 31 Oktober 2009), 29-31.

18 Shidiq al- Jawi, “Thalabul-Nushrah: Kunci Perubahan Haqiqi”, dalam majalah Al- Wa’ie (Jakarta: HTI, No. 129 ,Tahun XI, 1-31 Mei 2011), 17-21.

mengibarkan liwa dan rayah penuh semangat, tetap tidak melakukan pengrusakan.

3. Liwa dan Rayah dalam Pemerintahan Khilafah

An-Nabhani menulis, pasukan militer dalam pemerintahan Khilafah harus (wajib) memiliki liwa (bendera) dan rayah (panji). 19 HT menjelaskan, liwa berwarna putih bertuliskan la illaha illa Allah Muhammad Rasul Allah dengan warna hitam. Bendera ini menjadi tanda posisi amir atau komandan pasukan. Pada ketentuan asal, liwa diikatkan di ujung tombak dan tidak dikibarkan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan keamanan bahwa kemah atau markas komandan akan diketahui musuh. Dalam keadaan aman bendera itu dapat dikibarkan. Adapun rayah berwarna hitam dengan tulisan sahadat berwarna putih. Panji ini untuk menandai komandan bagian pasukan (sekuadron,

detasemen, dan satuan pasukan lainnya). 20

Di luar peperangan, liwa dikibarkan di Gedung Khilafah (Dar al-Khilafah); rayah juga boleh dikibarkan di kompleks perkantoran itu. Adapun instansi kekhilafahan yang lain, seperti: Muawin Tafwidl (pembantu Khalifah dalam segala urusan), Muawin Tanfidl (pembantu Khalifah dalam urusan administrasi),

19 Taqiyuddin an-Nabhani, Kepribadian Islam (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah), Jilid II (Jakarta: HTI Press, 2011), 310.

20 Hizbut Tahrir, 2005, 169-171.

Amirul Jihad (angkatan bersenjata), Wali (gubernur), Qadli (pengadilan), maupun Majelis Umat (perwakilan Umat) hanya

mengibarkan rayah. 21

Pembahasan tentang liwa dan rayah dalam buku-buku HT mencantumkan hadis sebagai sumber pijakan, meskipun hadis yang disebutkan relatif sedikit. Misalnya, pada bab Bendera dan Panji dalam kitab Ajizah ad-Dawlah al-Khilafah (struktur negara Khilafah) hanya terdapat empat hadis. Salah satunya adalah hadis tentang kematian Zaid, Jafar, dan Abdullah bin Rawahah saat

mempertahankan rayah di medan pertempuran. 22 Kemudian, dalam Syakhshiyah al-Islamiyah (kepribadian Islam) an-Nabhani mencantumkan delapan hadis terkait dengan bendera itu, termasuk hadis mengenai warna bendera dan tulisan yang

tertera. 23 Dalam kitab yang tidak lagi digunakan sebagai materi halqoh, Nidhamul Hukmi fil Islam (sistem pemerintahan dalam Islam) karya Abdul Qadim Zallum, tidak hanya disebutkan tentang liwa dan rayah. Amir Hizbut Tahrir kedua itu menulis, selain liwa yang diserahkan kepada Abdullah bin Jahsy, diserahkan juga panji hitam bergambar bulan sabit putih kepada Saad bin Malik al-Azdi. Akan tetapi Zallum tidak mengomentari lebih jauh tentang

21 Hizbut Tahrir, 2005, 171. 22 Hizbut Tahrir, 2005, 170. 23 An-Nabhani, 2011, 310-314.

bendera itu, ia hanya menyampaikan bahwa tiap pasukan

mempunya bendera dan panji. 24

atau HT, memasukkan pembahasan liwa dan rayah ke dalam Rancangan Undang-Undang Dasar (Dustur) Negara Islam. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, penggunaan bendera dan panji dicantumkan dalam Bab Angkatan Bersenjata Pasal 60 yang berbunyi , “Dalam

Lebih jauh,

an-Nabhani,

angkatan bersenjata ditentukan keberadaan liwa dan rayah .” 25 Dalam buku ad-Daulah al-Islamiyah (Negara Islam), an-Nabhani

mengubah letak pasal itu menjadi Pasal 64. 26

4. Hukum tentang Benda

HTI DIY, atau HT, memiliki konsep khusus tentang benda atau artefak, dengan demikian liwa dan rayah termasuk di dalamnya. Terkait dengan hal itu, An-Nabhani merumuskan perbedaan antara madaniyah dan hadlarah. Madaniyah adalah benda yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, sedangkan

atau ide yang diimplementasikan ke dalam kehidupan. Berbeda dengan hadlarah yang bersifat khas karena terkait dengan pandangan hidup tertentu; madaniyah dapat bersifat khas dapat pula bersifat

24 Zallum, 2002, 194. 25 An-Nabhani, 2001, 102. 26 An-Nabhani, 2009, 310.

umum. Madaniyah yang bersifat khas adalah benda yang oleh masyarakat dipersepsikan memiliki hadlarah tertentu; adapun madaniyah yang bersifat umum tidak terkait dengan hadlarah

tertentu atau merupakan hasil produksi sains dan teknologi. 27 Umat Islam, menurut HT, boleh menggunakan benda atau madaniyah yang bersifat umum dari manapun asal pembuatan benda itu; tapi dilarang memanfaatkan madaniyah yang berlandaskan hadlarah di luar Islam. Sebagai contoh, telepon genggam boleh dipakai kendati tidak diciptakan oleh umat Islam karena termasuk madaniyah umum; sedangkan patung Ganesa tidak boleh digunakan karena tergolong madaniyah khas dari Hindu; adapun liwa dan rayah boleh dimanfaatkan karena termasuk madaniyah khas dari Islam.

Salah satu contoh pemanfaatan madaniyah umum pada masa Nabi Muhammad adalah penggunaan baju besi untuk pasukan Islam. Padahal baju besi tidak dibuat oleh umat Islam,

bahkan Rasulullah pernah menyewanya dari orang musyrik. 28 Adapun amsal tentang madaniyah khusus terlihat dalam peristiwa penolakan Nabi Muhammad terhadap penggunaan terompet dan lonceng sebagai panggilan sholat, karena lonceng identik dengan

27 An-Nabhani, 2001, 23. 28 Al-Muafiri, 2008, 410.

Yahudi dan lonceng telah digunakan Nasrani; 29 demikian juga, Rasulullah merusak bentuk salib yang ada di rumahnya. 30