25 yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut
diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar.
2.1.5 Karakteristik Perkembangan Anak Usia SD
Dalam rentang kehidupannya, setiap individu menjalani tahap-tahap perkembangan secara berurutan, meskipun dengan kecepatan yang berbeda.
Setiap tahap atau periode ditandai oleh ciri-ciri perilaku atau perkembangan tertentu. Pada tahap perkembangan anak usia SD pada umumnya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain. Karakteristik anak di usia SD perlu diketahui para guru untuk menentukan model pembelajaran yang sesuai
dengan keadaan siswa. Perkembangan anak usia SD berada pada rentang usia 6-12 tahun.
Permulaan awal usia SD ditandai dengan masuknya anak ke sekolah formal di SD kelas satu. Masuk SD kelas 1 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan setiap
anak, sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap dan perilakunya. Ketika anak menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan sosial di sekolah, di
saat itulah sebagian besar anak berada dalam keadaan tidak seimbang. Karakteristik anak usia SD yaitu masih memperhatikan sebutan atau label
yang digunakan orang tua, pendidik maupun psikolog perkembangan anak. Didasarkan pada pendapat Soeparwoto, Hendriyani dan Liftiah 2007: 60-61,
terdapat berbagai label yang digunakan untuk anak usia SD. Pertama, label yang digunakan orang tua, meliputi: 1 usia yang menyulitkan, yaitu masa dimana anak
tidak lagi menuruti perintah dan lebih banyak dipengaruhi teman sebaya dari pada
26 orang tua atau anggota keluarga yang lain; 2 usia tidak rapi, yaitu masa di mana
anak cenderung tidak memperdulikan penampilan dan acuh terhadap kerapian; dan 3 usia bertengkar, yaitu masa di mana banyak terjadi pertengkaran antar
keluarga dan suasana rumah menjadi tidak menyenangkan. Kedua, label yang digunakan para pendidik, meliputi: 1 usia sekolah dasar, di mana anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu; 2 periode
kritis dalam dorongan berprestasi , masa dimana anak membentuk kebiasaan
untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses. Ketiga, label yang digunakan ahli psikologi, meliputi: 1 usia berkelompok, masa dimana perhatian
utama anak tertuju pada keinginan diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok; 2 usia penyesuaian diri, masa di mana anak menyesuaikan diri
dengan standar yang disetujui kelompok. Selain itu, Kurnia dkk 2007: 1.22 menjelaskan bahwa, “anak pada usia
SD senang bermain dalam kelompoknya dengan melakukan permainan yang konstruktif dan olahraga”. Mereka senang permainan olahraga, menjelajah
daerah-daerah baru, mengumpulkan benda-benda tertentu dan menikmati hiburan. Minat dan kegiatan bermain anak yang memposisikan kedudukan anak dan
penerimaan serta pengakuan dari teman-teman sebaya, ikut berperan dalam menciptakan kebahagian anak pada usia SD. Kegiatan dan kepuasan berprestasi di
sekolah, baik secara akademik maupun non akademik dapat menjadi sumber kepuasan dan kebahagiaan pada anak.
27 Berdasarkan uraian di atas mengenai karakteristik perkembangan anak usia
SD, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia SD berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses
berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Melalui usia perkembangan kognitif, siswa
SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu
berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru, sehingga lebih cepat dipahami oleh siswa.
Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan
yang dilakukan anak yaitu untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret, anak sudah tidak
perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak
pada tahap semi abstrak yaitu memanipulasi atau melihat tanda sebagai pengganti gambar agar anak dapat berpikir abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak, anak
sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang simbol atau membaca mendengar secara verbal tanpa berkaitan dengan objek-objek konkret.
2.1.6 Hakikat Mengajar