Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi dan Pengurangan Jumlah Anggota Rumahtangga

karena jumlah anggota rumahtangga yang menjadi sumber perubahan shock, merupakan variabel eksogen pada persamaan pengeluaran pangan EXFO1 dan pada persamaan kecukupan energi FSCUR yang masing-masing berperan sebagai entry point dan variabel proksi kecukupan pangan.. Adanya hubungan ganda seperti itu membuat pengaruh perubahan jumlah anggota rumahtangga menjadi sangat signifikan dalam simulasi. Pada akhirnya, pengaruh perubahan jumlah anggota rumahtangga juga ditransmisikan ke persamaan status gizi, karena di dalam persamaan status gizi variabel kecukupan energi menjadi faktor determinan yang berpengaruh. Sebagaimana terlihat pada hasil simulasi, perubahan pengurangan jumlah anggota rumahtangga juga menimbulkan perubahan cukup besar pada persamaan status gizi NUTR. Secara temporal dapat diamati bahwa perubahan sisi produksi dalam simulasi ini tampak lebih besar untuk tahun 2007. Akan tetapi perubahan pendapatan, kecukupan energi dan status gizi lebih besar untuk tahun 2010. Dinamika seperti ini tidak terlepas dari kondisi awal kinerja ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga pada dua titik waktu tersebut. Simulasi ini juga memberikan gambaran bahwa penurunan jumlah anggota ukuran rumahtangga yang bersamaan dengan kenaikan harga input dan output dapat meningkatkan kinerja ketahanan pangan meskipun kinerja usahatani mengalami penurunan. Implikasi hal ini, jika pemerintah ingin meningkatkan kinerja ketahanan pangan petani maka kebijakan terkait aspek demografi termasuk program perencanaan keluarga juga perlu direvitalisasi dan disosialisasikan kepada masyarakat petani di perdesaan. Rumahtangga petani perlu didorong ikut berpartisipasi aktif dalam implementasi program tersebut untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan mereka.

7.2.3. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi dan Perluasan Lahan Garapan

Masalah keterbatasan lahan dalam peningkatan produksi pangan saat ini menjadi isu yang makin penting. Pertambahan populasi yang terus berjalan dan gencarnya derap pembangunan membawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan lahan untuk berbagai kepentingan. Lahan pertanian menjadi makin berkurang karena banyak mengalami alih fungsi. Di sisi lain, penambahan atau perluasan lahan tidak mudah dilakukan karena sejumlah faktor kendala lihat Maulana et al ., 2006. Pada simulasi ini ingin diketahui bagaimana pengaruh kenaikan luas garapan jika terjadi ketika harga input dan output juga meningkat. Berbeda dari simulasi yang lain, pada simulasi perubahan lahan garapan ini dilakukan pembedaan besaran perubahan antara rumahtangga miskin dan tidak miskin. Perubahan luas garapan petani miskin lebih besar dari rumahtangga petani tidak miskin masing-masing berubah 0.3 ha dan 0.2 ha. Untuk simulasi berdasar tahun besaran perubahan luas garapan ditetapkan sama, yaitu sebesar 0.3 ha. Pada hasil simulasi I telah diketahui bahwa peningkatan harga pupuk dan padi berdampak pada penurunan penggunaan input dan produksi padi, tetapi masih meningkatkan pendapatan, pengeluaran pangan, kecukupan energi dan status gizi anggota rumahtangga. Apabila pada simulasi tersebut ditambahkan perubahan luas lahan sebagai sumber shock maka ternyata produksi tidak lagi menurun. Peningkatan luas lahan garapan mendorong penggunaan input usahatani kecuali pupuk SP36 dan kemudian berdampak pada kenaikan produksi padi. Dalam simulasi ini penggunaan pupuk SP36 mengalami penurunan sebagai respon naiknya harga pupuk tersebut yang cukup besar. Akan tetapi, penurunan penggunaan pupuk tidak menyebabkan biaya usahatani menjadi berkurang. Biaya usahatani padi masih meningkat, bahkan lebih besar dari peningkatan biaya pada simulasi I, tetapi masih dapat ditanggulangi dengan penerimaan usahatani REVP yang meningkat lebih besar lagi sehingga perolehan pendapatan usahatani padi YPDI juga terdorong meningkat. Peningkatan pendapatan usahatani padi mendorong kenaikan pendapatan rumahtangga petani yang kemudian dialokasikan pada berbagai pengeluaran. Pengeluaran pangan per kapita EXFO1 meningkat seiring kenaikan pendapatan rumahtangga. Di dalam model, pengeluaran pangan mempengaruhi tingkat kecukupan energi, sehingga ketika pengeluaran pangan meningkat maka kecukupan energi rumahtangga juga akan meningkat. Sebagai dampak dari peningkatan kecukupan energi rumahtangga status gizi anggota rumahtangga mengalami peningkatan. Alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani padi TKDP, TKDW meningkat seiring peningkatan luas lahan garapan ARDI dan kenaikan harga padi PPDI. Akan tetapi dengan adanya kendala waktu maka peningkatan alokasi tenaga kerja untuk usahatani mengurangi alokasi tenaga kerja keluarga untuk berburuh non pertanian TKUN. Selanjutnya, sebagaimana dalam model, pengurangan alokasi tenaga kerja untuk berburuh non pertanian akan mendorong penambahan alokasi tenaga kerja berburuh pertanian TNUB. Dari sisi penerimaan hasil kerja, peningkatan alokasi tenaga kerja keluarga untuk usahatani padi mengakibatkan penurunan pendapatan kerja berburuh non pertanian tetapi di sisi lain mendorong peningkatan pendapatan kerja berburuh tani. Oleh karena peningkatan pendapatan kerja berburuh tani relatif kecil dibandingkan penurunan pendapatan kerja berburuh non pertanian maka secara kumulatif pendapatan hasil kerja total masih mengalami penurunan. Dalam perhitungan pendapatan rumahtangga, penurunan pendapatan hasil kerja juga jauh lebih kecil dibandingkan kenaikan pendapatan usahatani padi. Oleh karena itu secara neto pendapatan rumahtangga YRMH masih tetap meningkat. Meskipun skenario perubahan luas garapan pada rumahtangga miskin telah ditetapkan lebih tinggi dari rumahtangga tidak miskin, akan tetapi hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan kinerja ketahanan pangan rumahtangga miskin tetap lebih rendah dari perubahan pada rumahtangga tidak miskin. Oleh sebab itu jika pemerintah berkeinginan ketahanan pangan rumahtangga miskin dapat meningkat seperti peningkatan ketahanan pangan pada rumahtangga tidak miskin maka paket kebijakan antara kedua kelompok perlu dibedakan affirmative policy . Disamping paket kebijakan yang telah ditetapkan besaran dan prosedur implementasinya, untuk rumahtangga miskin masih perlu ditambah dengan komponen kebijakan lain yang mendukung percepatan peningkatan ketahanan pangan rumahtangga. Sebagaimana ditunjukan pada hasil simulasi, perbedaan peningkatan luas garapan sebesar 0.1 ha saja belum mampu menyamakan peningkatan ketahanan pangan rumahtangga miskin dari rumahtangga tidak miskin. Jika simulasi dilakukan berdasarkan tahun dan perubahan luas garapan ditetapkan dengan besaran yang sama di masing-masing tahun luas garapan ditambah 0.3 ha maka hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan kinerja ketahanan pangan 2010 lebih tinggi lebih baik dibandingkan perubahan tahun 2007. Peningkatan luas garapan sebesar 0.3 ha, mendorong kecukupan energi FSCUR dan status gizi anggota rumahtangga NUTR pada tahun 2007 meningkat masing-masing hanya sebesar 0.20 persen dan 0.21 persen. Akan tetapi pada tahun 2010, penambahan luas garapan 0.3 ha tersebut mengakibatkan kedua variabel endogen FSCUR dan NUTR mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.33 persen dan 0.23 persen. Padahal dari besaran nilai basis dapat disimak bahwa tingkat kecukupan energi dan status gizi rumahtangga tahun 2010 memiliki nilai basis lebih rendah dibanding tingkat kecukupan energi dan status gizi tahun 2007. 7.2.4. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi dan Diversifikasi Usaha Diversifikasi usaha pada masyarakat petani di perdesaan telah menjadi bagian dari strategi mempertahankan hidup dan kesejahteraan. Dalam simulasi ini diversifikasi usaha diproksi dari penggunaan atau alokasi tenaga kerja pada usahatani lain non padi TKUL dan pada kegiatan non pertanian TKUN. Simulasi kenaikan harga pupuk, harga padi dan diversifikasi usaha dilakukan untuk mengetahui sejauh mana diversifikasi usaha dapat menjadi langkah strategis meningkatkan ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga petani. Jika dibandingkan dengan hasil simulasi I Tabel 34, simulasi kombinasi kenaikan harga pupuk dan harga padi masing-masing 30 persen dengan kenaikan diversifikasi usaha 25 persen secara umum masih meningkatkan kinerja ketahanan pangan menjadi lebih baik. Hampir seluruh variabel endogen mengalami peningkatan. Pada beberapa variabel kenaikan tersebut ditunjukkan dengan perubahan nilai negatif yang makin kecil. Nilai negatif tersebut mengindikasikan masih adanya pengaruh kenaikan harga pupuk dalam simulasi yang belum dapat dikompensasi oleh kenaikan harga padi. Peningkatan alokasi tenaga kerja non pertanian akan mendorong penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk mensubstitusi kekurangan alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Namun, oleh karena insentif kenaikan harga padi memiliki pengaruh yang lebih besar maka tenaga kerja keluarga tetap