dan non pertanian. Dalam penelitian ini perubahan faktor ekonomi diasumsikan terjadi secara bersama-sama dengan kombinasi tertentu sehingga pengaruh
dampak yang ditimbulkan bersifat akumulatif. Alternatif perubahan faktor ekonomi dalam simulasi ditetapkan secara “arbitrary”. Pemilihan faktor-faktor
ekonomi dalam simulasi disesuaikan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan pengaruh yang timbul akibat penetapan suatu kebijakan pemerintah, dinamika
pasar, ataupun perubahan lingkungan terhadap ketahanan pangan rumahtangga petani di perdesaan.
Untuk melihat perbedaan pengaruh perubahan faktor-faktor ekonomi terhadap kinerja ketahanan pangan rumahtangga petani dalam simulasi dilakukan
pengelompokkan rumahtangga menurut kelas pengeluaran. Rumahtangga dibedakan menjadi kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin menggunakan
batas pengeluaran Rp 9000kapitahari atau hampir setara dengan pengeluaran US 1. Sebagai pelengkap analisis, dalam simulasi juga dicoba dilakukan
pengelompok rumahtangga berdasar tahun 2007 dan 2010 guna menangkap isu dinamika pengaruh perubahan faktor-faktor ekonomi antar waktu terhadap
ketahanan pangan rumahtangga petani. Proses simulasi dilakukan berurutan dengan validasi. Keduanya menggunakan perangkat SASETS versi 9.2.
Secara rinci rangkaian simulasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan harga pupuk 30 persen Urea dan SP36 dan harga padi 30
persen. Simulasi ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak jika terjadi pengurangan subsidi pupuk yang bersamaan dengan kenaikan harga padi
di pasar. 2.
Kombinasi simulasi 1 dengan pengurangan satu orang anggota rumahtangga. Simulasi ini memberikan pengetahuan tentang dampak
penurunan ukuran keluarga di saat rumahtangga menghadapi situasi kenaikan harga-harga.
3. Kombinasi simulasi 1 dengan penambahan luas garapan. Pada
pengelompokan menurut kelas pengeluaran rumahtanga, besarnya perubahan luas garapan untuk rumahtangga miskin ditetapkan sebesar 0.3
ha, sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin sebesar 0.2 ha. Hal ini
untuk menghindari senjang situasi ekonomi yang makin lebar antara kedua kelompok. Pada pengelompokan rumahtangga menurut waktu, besaran
perubahan luas garapan ditetapkan sama untuk kedua kelompok, yaitu 0.3 ha. Simulasi ini memberikan pengetahuan tentang peran lahan dalam
meningkatkan ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga. 4.
Kombinasi simulasi 1 dengan peningkatan alokasi tenaga kerja untuk usahatani non padi dan bekerja di luar pertanian 25 persen. Simulasi ini
memberikan pengetahuan tentang dampak peningkatan diversifikasi usaha terhadap ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga.
5. Kombinasi simulasi 2 dengan diversifikasi usaha 25 persen. Simulasi ini
memberi pengetahuan sejauhmana diversifikasi usaha memberi efek pengganda terhadap ekonomi rumahtangga dengan ukuran lebih kecil yang
menghadapi kenaikan harga. 6.
Kombinasi simulasi 1 dengan alokasi tenaga kerja non pertanian dan berburuh tani 25 persen. Simulasi ini memberikan pengetahuan
bagaimana perluasan kesempatan kerja secara akumulatif mendukung ketahanan pangan rumahtangga di perdesaan.
V. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PETANI
5.1. Demografi dan Garapan Usahatani
Secara umum, ukuran rumahtangga petani contoh di daerah penelitian tidak banyak berbeda. Jumlah anggota rumahtangga berkisar antara 5-7 orang. Hal itu
berarti selain kepala keluarga KK dan isteri, dalam rumahtangga terdapat 3-5 orang anggota rumahtangga lain Tabel 2. Dari sisi usia, terkesan petani miskin
lebih tua dibanding petani tidak miskin. Namun perbedaan rata-rata usia diantara keduanya relatif sedikit. Rataan usia petani miskin adalah 45 tahun sedangkan
petani tidak miskin sekitar 43 tahun. Secara umum umur isteri petani tidak miskin relatif lebih muda dibanding usia isteri petani miskin dan perbedaan umur KK
dengan isteri lebih tinggi pada rumahtangga petani tidak miskin. Meski telah berusia relatif tua, akan tetapi beban para petani masih cukup
berat. Pada setiap rumahtangga setidaknya terdapat satu anggota yang masih sekolah. Keberadaan anak sekolah mengindikasikan kesadaran orang tua akan
pentingnya pendidikan relatif tinggi. Tetapi di sisi lain, dengan adanya anak sekolah beban ekonomi petani menjadi makin besar karena harus menanggung
biaya sekolah anak. Kesadaran petani akan pentingnya pendidikan untuk anaka- anaknya patut mendapat apresiasi mengingat latar belakang pendidikan mereka
umumnya hanya sampai tingkat sekolah dasar SD, bahkan sebagian tidak sampai tamat Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Demografi Rumahtangga Petani Contoh Uraian
Miskin Tidak miskin
Total 2007
2010 2007 2010
2007 2010
Jml anggota RT org 5.85
6.91 5.13
5.56 5.67
6.01 Umur KK th
45.36 45.65 42.47 44.04
44.65 44.59
Umur isteri th 37.84 39.17 33.21
36.98 36.71
37.72 Pendidikan KK th
4.26 2.57
5.47 4.18
4.56 3.63
Pendidikan isteri th 4.22
2.57 5.37
3.42 4.50
3.13 Jml anak sekolah org
1.06 1.30
0.95 1.42
1.03 1.38
Jumlah anak yang masih bersekolah dan menjadi tanggungan rumahtangga cenderung meningkat dalam periode 2007-2010, dimana peningkatan pada
rumahtangga tidak miskin lebih besar dibanding rumahtangga miskin. Diduga
anggota rumahtangga tidak miskin yang berada pada usia sekolah cukup banyak hingga dalam kurun waktu 2007-2010 peningkatan partisipasi sekolah mereka
lebih tinggi dibanding rumahtangga miskin. Rataan jumlah anak sekolah rumahtangga miskin relatif lebih kecil dari rataan jumlah anak sekolah pada
rumahtangga tidak miskin. Hal ini bisa jadi terkait dengan kondisi anak pada rumahtangga petani miskin yang mulai beranjak besar. Masih umum dijumpai di
perdesaan bahwa anak-anak hanya bersekolah hanya sampai sekolah dasar, karena keterbatasan faktor ekonomi kemiskinan dan sarana pendidikan. Setelah tamat
dari sekolah dasar, hanya sedikit anak-anak petani di perdesaan yang melanjutkan sekolah.
Sebagaimana telah diungkapkan bahwa salah satu kriteria pemilihan rumahtangga contoh adalah adanya penguasaan usahatani padi. Dalam usahatani
padi, faktor lahan garapan memegang peran strategis karena menjadi basis usahatani. Tabel 3 menunjukkan, secara akumulatif selama kurun 2007-2010
terjadi peningkatan rataan luas garapan antara 30-40 persen. Namun peningkatan tersebut hanya berasal dari kelompok rumahtangga tidak miskin. Pada
rumahtangga miskin, rataan luas garapan justru cenderung menurun.
Tabel 3. Luas Garapan dan Frekuensi Tanam Padi Uraian
Miskin Tidak miskin
Total 2007
2010 2007 2010 2007
2010 Luas garapan ha
0.97 0.86 1.29
1.64 1.04
1.38 indeks pertanaman
1.45 1.48 1.58
1.51 1.48
1.5 Luasmusim ha
0.64 0.62 0.75
1.02 0.66
0.89 Luas garapan dalam hal ini bukanlah luas baku lahan, tetapi luas usahatani
selama setahun yang dihitung dari hasil kali luas persil yang ditanami padi dengan frekuensi tanam musim tanam selama setahun. Jika luas garapan dibagi dengan
jumlah musim, akan diperoleh rataan luas garapan per musim. Rataan luas garapan per musim ini menunjukan rataan penguasaan lahan per rumahtangga.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa tingkat penguasaan lahan rumahtangga tidak miskin 15-70 persen lebih tinggi dari tingkat penguasaan lahan rumahtangga miskin.
Rataan penguasaan lahan petani miskin antara 0.62-0.64 ha, sedangkan rataan penguasaan lahan petani tidak miskin antara 0.75-1.02 ha.