Struktur Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumahtangga

antara 65- 70 persen terhadap total pendapatan rumahtangga secara agregat Tabel 6. Selain itu, struktur pendapatan tersebut juga menunjukan bahwa usahatani padi masih berperan penting bagi rumahtangga petani, khususnya petani miskin, karena pangsa pendapatan dari sumber tersebut cukup besar lebih dari 40 dan cenderung meningkat pada periode 2007-2010. Untuk rumahtangga petani tidak miskin, nominal pendapatan dari usahatani padi meningkat dari Rp 8.4 jutatahun menjadi Rp 10.3 jutatahun dalam periode yang sama. Akan tetapi, secara relatif pangsa pendapatan dari usahatani padi mengalami penurunan dari sekitar 37 persen menjadi sekitar 20 persen. Penurunan tersebut terjadi seiring peningkatan pendapatan secara total. Tabel 5. Pendapatan Rumahtangga Menurut Sumber Rp Sumber Miskin Tidak miskin Total Pendapatan 2007 2010 2007 2010 2007 2010 Padi 5069088 7219733 8342560 10435527 5866472 9347832 Pangan non padi 544874 1211552 389211 7003414 506956 5044401 Peternakan 112458 3060046 5758906 85064 4846056 Perkebunan 2262524 7050852 10445667 3428912 6912574 Perikanan 109746 147778 83013 97794 Buruhtani 1381197 1095870 1069842 913422 1305354 975132 Non pertanian 1337564 813657 3065658 13796756 1758510 9405413 Pendpt bukan kerja 429596 1300763 803121 3471648 520583 2737378 Pendpt Kiriman 310568 681304 2024474 910556 728058 833015 Total setahun 11557615 15382925 22745718 52883674 14282922 40199595 Rataanbulan 963134 1281910 1895476 4406973 1190243 3349966 Diversifikasi pendapatan adalah salah satu faktor pendukung penting ketahanan pangan. Dari struktur pendapatan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat diketahui bahwa diversifikasi pendapatan cenderung lebih baik pada rumahtangga tidak miskin. Pada periode 2007-2010, keragaman sumber pendapatan petani miskin cenderung berkurang dari 9 menjadi 7 sumber pendapatan dengan tidak adanya lagi pendapatan dari usaha perkebunan dan perikanan. Sebaliknya pada rumahtangga tidak miskin keragaman sumber pendapatan justru meningkat dari 7 menjadi 9 sumber pendapatan dengan tambahan pendapatan dari usaha peternakan dan perikanan. Di sisi lain, sumber pendapatan yang memberikan pangsa pendapatan cukup berarti lebih dari 15 pada rumahtangga miskin relatif tetap hanya 2 sumber, sedangkan pada rumahtangga tidak miskin cenderung bertambah dari 2 menjadi 3 sumber. Menarik disimak bahwa kegiatan berburuh non pertanian cenderung lebih banyak dilakukan rumahtangga tidak miskin, sedangkan kegiatan berburuhtani lebih banyak dilakukan rumahtangga petani miskin. Dalam hal perubahan struktur pendapatan, peningkatan pangsa pendapatan yang cukup besar rumahtangga miskin terjadi pada sumber usaha peternakan 19 dan pendapatan bukan kerja 5. Adapun pada rumahtangga tidak miskin, peningkatan pangsa yang cukup besar terjadi pada pendapatan dari sumber pangan non padi 11, peternakan 11, dan kerja non pertanian 13. Kondisi berbeda terlihat pada pendapatan dari sumber perkebunan. Pangsa pendapatan dari kegiatan di perkebunan mengalami penurunan sekitar 12 persen untuk rumahtangga tidak miskin dan 100 untuk rumahtanga miskin selama periode 2007-2010. Tabel 6. Struktur Pendapatan Rumahtangga Uraian Miskin Tidak miskin Total 2007 2010 2007 2010 2007 2010 Padi 43.86 46.93 36.68 19.73 41.07 23.25 Pangan non padi 4.71 7.88 1.71 13.24 3.55 12.55 Peternakan 0.97 19.89 0.00 10.89 0.60 12.05 Perkebunan 19.58 0.00 31.00 19.75 24.01 17.20 Perikanan 0.95 0.00 0.00 0.28 0.58 0.24 Buruhtani 11.95 7.12 4.70 1.73 9.14 2.43 Non pertanian 11.57 5.29 13.48 26.09 12.31 23.40 Pendpt bukan kerja 3.72 8.46 3.53 6.56 3.64 6.81 Pendpt kiriman 2.69 4.43 8.90 1.72 5.10 2.07 Di sisi pengeluaran, alokasi pendapatan rumahtangga terbesar masih ditujukan untuk pengeluaran pangan. Secara agregat pengeluaran pangan rumahtangga berkisar antara 50-61 persen. Dalam periode 2007-2010 pengeluaran pangan secara agregat cenderung menurun. Jika dikaitkan dengan tabel pendapatan sebelumnya Tabel 6, kecenderungan penurunan pangsa pengeluaran pangan mengindikasikan berlakunya hukum Engel. Sesuai kaidah hukum tersebut, kenaikan pendapatan akan diikuti dengan penurunan pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan. Oleh karena pangsa tersebut masih cukup besar maka secara umum menggambarkan kondisi kesejahteraan rumahtangga petani yang belum memadai, khususnya pada rumahtangga miskin. Pengeluaran untuk pengembangan sumberdaya manusia SDM dalam rumahtangga antara lain berupa pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Secara umum pangsa pengeluaran untuk pengembangan SDM dalam rumahtangga petani masih relatif kecil, khususnya pengeluaran kesehatan yang hanya berkisar 1-2 persen saja dari total pengeluaran rumahtangga. Untuk pangsa pengeluaran pendidikan secara agregat mencapai 6-12 persen dari total pengeluaran rumahtangga. Kecenderungan secara umum, baik pengeluaran untuk kesehatan maupun pendidikan mengalami peningkatan selama periode 2007-2010 Tabel 7. Pengeluaran tembakau rokok dalam struktur pengeluaran rumahtangga petani di daerah penelitian relatif masih kecil. Pada semua strata rumahtangga dan semua tahun, pangsa pengeluaran tembakau tidak lebih dari satu persen belanja rumahtangga. Oleh sebab itu, hasil ini menunjukan pada kasus rumahtangga petani di daerah penelitian tidak perlu ada kekhawatiran terhadap pengeluaran tembakau rokok yang akan mengganggu upaya peningkatan kinerja ketahanan pangan rumahtangga. Tabel 7. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Tahun Jenis pengeluaran Miskin Tidak miskin Total 2007 2010 2007 2010 2007 2010 Pangan 70.04 62.07 47.82 46.71 60.74 50.16 Tembakau 0.49 0.42 0.49 0.30 0.49 0.33 Non pangan 22.63 28.08 44.13 36.07 31.64 34.28 Kesehatan 1.28 1.33 0.88 2.85 1.11 2.51 Pendidikan 5.56 8.10 6.67 14.06 6.03 12.73 Usahatani padi yang dikelola rumahtangga petani adalah salah satu usahatani berbasis lahan yang sangat bergantung pada ketersediaan air irigasi. Oleh sebab itu, petani yang mengusahakan tanaman tersebut menghadapi resiko ketidakpastian pendapatan karena faktor musim. Sebagai antisipasi terhadap munculnya resiko seperti itu, maka petani atau rumahtangga petani menyiapkan simpanan pangan dan tabungan sebagai bentuk strategi coping. Simpanan pangan dalam konteks ini adalah nilai volume padi yang ditangguhkan penggunaannya untuk penjualan maupun konsumsi dalam jangka waktu tertentu. Nilai simpanan pangan rumahtangga petani secara agregat cukup besar, mencapai lebih dari Rp 3 jutatahun. Adapun nilai tabungan rumahtangga berkisar antara Rp 1.1 juta hingga Rp 3.6 juta dalam setahun Tabel 8. Nilai simpanan pangan dan tabungan rumahtangga menjadi modal rumahtangga, yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan termasuk kepentingan usahatani. Tabel 8. Simpanan Pangan, Tabungan, dan Modal Usaha Rumahtangga Rp000 Uraian Miskin Tidak miskin Total 2007 2010 2007 2010 2007 2010 Simpanan pangan 3728.8 3497.9 3763.8 3170.9 3737.3 3281.5 Tabungan RT 315.4 355.2 3919.3 5309.0 1193.3 3633.4 Modal RT 4044.2 3853.1 7683.1 8479.9 4930.6 6915.0

5.4. Status Ketahanan Pangan dan Gizi

Konsumsi energi rumahtangga petani mengalami penurunan pada periode 2007-2010, yaitu dari 2064 KkalAEUhari menjadi 1659 KkalAEUhari. Sebagaimana kaidah ekonomi yang berlaku, sampai level tertentu semakin tinggi pendapatan akan diikuti dengan konsumsi energi yang semakin tinggi. Kecenderungan seperti itu dapat disimak pada Tabel 9. Konsumsi energi rumahtangga petani miskin lebih rendah dibanding rumahtangga petani tidak miskin. Perubahan antar waktu 2007-2010 konsumsi energi menunjukan bahwa penurunan konsumsi energi pada kelompok rumahtangga miskin juga lebih tajam dibanding rumahtangga tidak miskin. Pola perubahan yang relatif sama terlihat pada tingkat kecukupan energi rumahtangga petani Tabel 9. Secara agregat tingkat kecukupan energi rumahtangga petani dalam periode 2007-2010, menurun dari 0.88 menjadi 0.71. Akan tetapi secara parsial kecukupan energi rumahtangga petani miskin lebih rendah dari petani tidak miskin. Jika penurunan konsumsi energi dapat dianggap terjadi sebagai akibat peningkatan harga-harga pangan, maka secara implisit situasi ini mengindikasikan bahwa rumahhtangga miskin lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding rumahtangga tidak miskin. Jika dikaitkan dengan data demografi rumahtangga Tabel 2, boleh jadi penurunan konsumsi dan kecukupan energi yang lebih besar pada rumahtangga miskin terkait dengan jumlah anggota ukuran rumahtangga miskin yang lebih besar dibanding rumahtangga tidak miskin, khususnya pada tahun 2010. Tabel 9. Konsumsi, Tingkat Kecukupan dan Proporsi Rawan Pangan Uraian Miskin Tidak miskin Total 2007 2010 2007 2010 2007 2010 Konsumsi energi KkalAEUhr 1978 1356 2332 1815 2064 1659 Kecukupan Energi 0.84 0.58 0.99 0.77 0.88 0.71 Rawan pangan 31.36 91.3 18.42 44.44 28.21 60.29 Tingkat konsumsi yang rendah dan kecenderungannya yang menurun mengakibatkan prevalensi rumahtangga rawan pangan mengalami kenaikan pada periode yang sama. Sebagaimana terlihat pada Tabel 9, secara agregat sekitar 28 persen rumahtangga petani mengalami rawan pangan pada tahun 2007. Jumlah tersebut meningkat menjadi 60 persen pada tahun 2010. Secara parsial, rumahtangga miskin mengalami peningkatan rawan pangan yang sangat tinggi hampir 300, yaitu dari sekitar 31 persen menjadi 91persen selama periode 2007-2010. Adapun rawan pangan pada rumahtangga tidak miskin meningkat dari sekitar 18 persen menjadi 44 persen dalam periode yang sama. Hasil analisis status gizi data antropometri indikator BBU pada Tabel 10 menunjukkan prevalensi rawan gizi gizi kurang dan gizi buruk meningkat sekitar 12 persen selama kurun waktu 2007-2010, yaitu dari 23 persen menjadi 35 persen. Lonjakan prevalensi rawan gizi terutama terjadi pada kelompok rumahtangga petani tidak miskin yang hampir mencapai 100 persen pada periode tersebut. Adapun pada rumahtangga petani miskin lonjakan prevalensi kurang dari 50 persen untuk periode yang sama. Indikator tinggi badan per umur TBU dan berat badan per tinggi badan BBTB secara agregat menunjukan adanya peningkatan status gizi menjadi lebih baik selama periode 2007-2010. Prevalensi anggota rumahtangga petani yang memiliki tinggi badan tidak normal pendek, stunting turun dari 48 persen menjadi 42 persen. Di sisi lain, prevalensi anggota rumahtangga yang kurus wasting berkurang dari 12 persen menjadi 10 persen. Khusus pada rumahtangga