Alokasi Tenaga Kerja Non Pertanian dan Berburuh Tani

informasi pekerjaan non pertanian. Secara spasial alokasi tenaga kerja non pertanian lebih tinggi di Jawa. Sementara secara intertemporal, alokasi tenaga kerja non pertanian tahun 2010 lebih rendah dibanding tahun 2007. Terkait kualitas SDM rumahtangga petani, derajat sehat yang tinggi merupakan modal utama untuk bekerja lebih produktif. Dalam persamaan alokasi tenaga kerja non pertanian, semakin sehat anggota rumahtangga diharapkan dapat bekerja lebih lama dan memperoleh pendapatan lebih banyak. Hasil pendugaan menunjukan parameter investasi kesehatan INHE bertanda positif tetapi tidak berpengaruh nyata. Oleh sebab itu semakin tinggi investasi kesehatan cenderung mendorong alokasi tenaga kerja non pertanian lebih banyak karena derajat sehat tenaga kerja keluarga cenderung meningkat. Tetapi hasil analisis menunjukkan, keputusan rumahtangga untuk bekerja pada kegiatan non pertanian tidak berhubungan dengan investasi kesehatan rumahtangga. Kegiatan produktif lain yang dapat dilakukan rumahtangga di luar usahatani padi antara lain adalah menjual jasa tenaga kerja di sektor pertanian sebagai buruhtani. Hasil pendugaan model menunjukan alokasi tenaga kerja keluarga berburuhtani TNUB dipengaruhi oleh variabel tingkat upah tenaga kerja pria, alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani non padi TKUL, dummy pulau, dan dummy tahun Tabel 23. Di sisi lain, variabel alokasi tenaga kerja non pertanian TKUN dalam persamaan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap alokasi tenaga kerja berburuh tani. Namun demikian variabel TKUN memiliki tanda parameter sesuai harapan. Tanda negatif dapat diartikan semakin tinggi alokasi waktu untuk berburuh non pertanian akan mengurangi alokasi waktu berburuh tani. Parameter dugaan variabel TKUL juga memiliki tanda negatif, sehingga antara variabel tersebut dengan dengan alokasi waktu berburuh tani TNUB saling bersubstitusi, tetapi tidak menimbulkan respon elastis. Dari variabel dummy pulau dapat ditunjukan bahwa alokasi tenaga kerja untuk berburuh tani lebih tinggi di Jawa dibandingkan di Luar Jawa. Secara intertemporal alokasi tenaga berburuh tani pada tahun 2010 relatif lebih rendah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007. Meskipun tidak berpengaruh nyata, parameter dugaan variabel UPAP bertanda positif sehingga mengindikasikan semakin tinggi upah semakin besar pula alokasi waktu untuk berburuhtani, sebagaimana mekanisme fungsi penawaran tenaga kerja. Di sisi lain, parameter dugaan variabel TKUN bertanda negatif sehingga menunjukan perilaku substitusi variabel tersebut terhadap alokasi waktu berburuhtani TNUB, sebagai implikasi berlakunya kendala waktu. Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Berburuh Tani Variabel Parameter Standar Pr |t| Elasti- Dugaan Error sitas Intersep 44.56298 18.36031 0.0080 Upah t-kerja pria UPAP 0.000855 0.000649 0.0949 0.4514 Alokasi TK kelg non pert TKUN -0.08006 0.080377 0.1602 Alokasi TK kelg ustani lain TKUL -0.02646 0.019066 0.0834 -0.0763 Dummy pulau, Jawa=1 DUPRO 39.84729 19.62287 0.0218 Dummy tahun, 2010=1 DUTHN -44.5915 14.19572 0.0010 F-hitung= 2.75; Prob F= 0.0198; R 2 = 0.05901 6.4. Blok Akses Pangan 6.4.1. Pendapatan Rumahtangga Faktor pendapatan merupakan variabel strategis dalam ketahanan pangan rumahtangga karena tingkat pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan. Oleh sebab itu jika terjadi kenaikan pendapatan rumahtangga, dampak yang diharapkan adalah meningkatnya kinerja ketahanan pangan rumahtangga. Sumber perolehan pendapatan pada rumahtangga petani tidak hanya berasal dari usahatani padi, tetapi juga dari sumber-sumber produktif lain. Untuk mengungkap fenomena tersebut dalam model perilaku rumahtangga variabel pendapatan dibentuk sebagai persamaan identitas. Pendapatan rumahtangga YRMH adalah penjumlahan dari pendapatan pertanian YGRI, pendapatan hasil kerja YUNT dan pendapatan lainnya YLAI. Pendapatan pertanian terdiri dari pendapatan usahatani padi YPDI dan semua pendapatan usahatani lain non padi YOTH. Pendapatan hasil kerja YUNT adalah penjumlahan dari pendapatan hasil kerja non pertanian YUNTA dan pendapatan berburuh tani YUNTB. Adapun pendapatan lainnya mencakup pendapatan transfer, pendapatan bunga dan sumber lain-lain. Pendapatan hasil kerja non pertanian merupakan hasil kali alokasi tenaga kerja keluarga di non pertanian TKUN dengan upah tenaga kerja pria non pertanian WAGP1, sedangkan pendapatan kerja berburuh tani adalah hasil kali alokasi waktu tenaga kerja berburuh tani TNUB dengan upah tenaga kerja pria pertanian UPAP. Dinamika pendapatan rumahtangga akan ditentukan oleh dinamika sumber pendapatan penyusunnya. Demikian pula, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga akan sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sumber pendapatan penyusunnya.

6.4.2. Pengeluaran Pangan Rumahtangga

Menurut Maxwell dan Frankenberger 1992, pengeluaran pangan rumahtangga termasuk outcome indicator ketahanan pangan yang bersifat langsung. Pengeluaran pangan merupakan titik masuk entry point penentuan kecukupan energi yang menjadi proksi kecukupan ketahanan pangan. Dalam model, pengeluaran pangan yang dihitung adalah pengeluaran per kapita anggota rumahtangga selama setahun. Dari pendugaan model diketahui, pengeluaran pangan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan isteri, dummy pekerjaan non pertanian, dan dummy tahun yang nyata pada taraf 10 persen Tabel 24. Semakin tinggi pendapatan maka pengeluaran pangan akan semakin besar sebagaimana berlaku dalam teori ekonomi. Pengeluaran pangan juga meningkat seiring peningkatan pendidikan isteri, dan lebih tinggi pada rumahtangga yang bekerja non pertanian. Secara temporal pengeluaran pangan tahun 2010 lebih tinggi dari tahun 2007. Jumlah anggota rumahtangga berpengaruh negatif dan nyata sehingga semakin besar jumlah anggota rumahtangga akan berdampak pada penurunan pengeluaran pangan per kapita rumahtangga petani. Penurunan ini terkait status variabel jumlah anggota rumahtangga yang menjadi faktor pembagi denominator dari variabel pengeluaran pangan per kapita. Pengeluaran pangan merupakan cerminan preferensi pangan rumahtangga yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan kesukaan. Oleh karena kesukaan bersifat relatif antar tempat antar waktu maka tingkat pendidikan sebagai proksi pengetahuan menjadi salah satu faktor pengaruh yang penting dalam pengeluaran pangan. Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan Variabel Parameter Standar Pr |t| Elasti- Dugaan Error sitas Intersep 2104278 155158.7 .0001 Pendapatn RT YRMH 0.004297 0.001219 0.0003 0.0453 Jml anggota RT JART -134116 22586.69 .0001 -0.4221 Pendidikan isteri EDUI 28273.01 16314.67 0.0423 0.0627 Dummy k erja non pert, ya=1 DNOAG 140281.5 100951.8 0.0831 Dummy tahun, 2010=1 DUTHN 886830.9 101485 .0001 F-hitung= 25.06; ProbF= 0.0001; R 2 = 0.36390 Tanda dan besaran variabel dummy pekerjaan non pertanian menunjukan, rumahtangga petani yang juga bekerja di sektor non pertanian memiliki pengeluaran lebih tinggi dibanding rumahtangga lainnya. Selisih nilai pengeluaran pangan kedua kelompok ditunjukan oleh besaran parameter dugaan variabel tersebut. Pengeluaran pangan yang lebih tinggi pada rumahtangga pekerja sektor non pertanian diduga terkait dengan pendapatan mereka yang lebih tinggi dibandingkan rumahtangga lain. Oleh karena nilai pengeluaran pangan dinyatakan dalam nominal rupiah bukan proporsi atau persentase, nilai pengeluaran pangan yang lebih besar mencerminkan pendapatan yang lebih besar, tetapi tidak dapat menyatakan situasi kesejahteraan rumah tangga. Dari tanda dan besaran variabel dummy pekerjaan tersebut terindikasi bahwa rumahtangga petani yang juga bekerja di sektor non pertanian relatif lebih sejahtera dibandingkan rumahtangga lain. Secara intertemporal variabel dummy tahun menunjukan bahwa pengeluaran pangan tahun 2010 lebih besar dibanding tahun 2007. Jika dikaitkan dengan analisis deskriptif sebelumnya, pengeluaran pangan yang lebih tinggi pada tahun 2010 terjadi mengikuti pola kenaikan pendapatan rumahtangga petani pada periode yang sama. Namun tidak tertutup kemungkinan peningkatan pengeluaran pangan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga-harga pangan dan peningkatan ukuran jumlah anggota rumahtangga yang terjadi selama tahun 2010. Pengetahuan tentang pangan yang baik untuk dikonsumsi sangat penting dalam peningkatan ketahanan pangan dan kesehatan. Di dalam rumahtangga peran