Pendekatan Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

Oleh karena AKE akan berbeda antar rumahtangga maka derajat kecukupan energi pada persamaan 3.25 dapat dinyatakan kembali sebagai: FSCUR = FSCUR p a , p c , w p , w w , p v , Y, AKE z ........................... 3.28 Persamaan terakhir 3.28 menunjukan, derajat kecukupan energi akan dipengaruhi perubahan harga komoditas usahatani, upah tenaga kerja pertanian, harga input variabel, pendapatan rumahtangga dan angka kecukupan gizi anggota rumah tangga. Kecukupan energi merupakan syarat keharusan tetapi tidak cukup untuk menjamin status gizi anggota rumahtangga. Secara kausalitas masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi status gizi anggota rumahtangga Pinsrup- Anderson, 2009 seperti: faktor infeksipenyakit, kondisi sanitasi, kualitas air, dan akses terhadap sarana kesehatan. Terkait hal itu, status gizi menjadi variabel endogen tersendiri yang tidak menjadi bagian dari perilaku pengambilan keputusan rumahtangga, tetapi lebih sebagai bagian dampak dari proses pengambilan keputusan rumahtangga. Variabel status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel kecukupan energi, infeksipenyakit, dan kualitas air. NUTR = NUTR FSCUR , FDIA, DUAIR2 ............................. 3.29 atau NUTR = NUTR p a , p c , w p , w w , p v , Y, AKE z , FDIA, DUAIR2........ 3.30 Sebagaimana persamaan 3.28, persamaan status gizi dalam model ini juga dipengaruhi oleh harga produk, upah tenaga kerja, harga input variabel, pendapatan, angka kecukupan energi, faktor penyakitinfeksi dan kualitas air.

3.5. Pendekatan Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

Ketahanan pangan rumahtangga menunjukan kemampuan rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggotanya untuk hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Kemampuan tersebut tercermin dari tingkat kecukupan pangan rumahtangga. Kecukupan pangan yang tinggi menunjukan derajat ketahanan pangan yang kuat. Sebaliknya, kecukupan pangan yang rendah mengindikasikan derajat ketahanan pangan yang lemah. Dari sisi dampak, situasi kecukupan pangan akan tercermin dari status gizi anggota rumahtangga. Kondisi gizi kurang, gizi buruk, pendek dan kurus pada anak-anak adalah indikasi status gizi rumahtangga yang tidak baik Kemampuan mencukupi kebutuhan pangan sesungguhnya tidak hanya mencakup keputusan konsumsi, tetapi juga melibatkan keputusan produksi dalam menghasilkan bahan pangan dan pendapatan. Hal ini karena situasi kecukupan pangan menunjukan proses yang kontinyu dari pengadaan hingga pemanfaatan. Terkait faktor stabilitas, distorsi terhadap upaya peningkatan kinerja ketahanan pangan dapat terjadi pada kedua sisi keputusan rumahtangga. Untuk itu penafsiran situasi kecukupan perlu dilihat secara lebih luas, mulai dari proses produksi dan penyediaan sampat pemafaatanya oleh anggota rumahtangga. Analisis ketahanan pangan menjadi lebih komprehensif jika seluruh indikator indikator proses dan indikator dampak dalam versi Maxwell dan Frankenberger, 1992 dapat dievaluasi. Pada rumahtangga petani, produksi pangan diasumsikan menjadi basis usahatani sehingga penguasaan lahan garapan dan sumberdaya produktif lain seperti tenaga kerja dan modal bersifat strategis menentukan perilaku rumahtangga. Menurut Ellis 1988, rumahtangga petani pangan di perdesaan umumnya berperilaku semi komersial, dimana merekamenghasilkan produk untuk di jual dan sebagian dikonsumsi. Peran ganda, sebagai produsen dan sekaligus konsumen, seperti itu membuat mereka tidak sepenuhnya bergantung kepada pasar tetapi juga tidak berperilaku sebagai petani subsisten murni yang tidak berinteraksi dengan pasar.Peran sebagai produsen memungkinkan rumahtangga memiliki akses pangan secara fisik disamping akses ekonomi.Dalam model, perilaku semikomersial didekati dengan merumuskan persamaan perilaku menyimpan pangan,melengkapi persamaan produksi dan pendapatan rumahtangga.Perilaku semikomersial juga digambarkan dalam penggunaan tenaga kerja. Selain dari usahatani, pendapatan rumahtangga petani juga berasal dari beragam sumber dan sektor yang menjadi penampung tenaga kerja, dan sumber lain bukan hasil kerja. Pendapatan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran yang dimasukan dalam model disamping pengeluaran sarana produksi adalah: pengeluaran sarana produksi, pengeluaran pangan, investasi sumberdaya manusia, dan tabungan. Pengeluaran pangan menjadi titik masuk entry point untuk melihat aspek pemanfaatan pangan dalam rumahtangga. Melalui proses transformasi, informasi mengenai pengeluaran pangan akan diubah menjadi informasi konsumsi energi. Oleh karena itu kecukupan energi akan berkorelasi dengan tingkat pengeluaran pangan. Pada langkah selanjutnya, kecukupan energi akan mempengaruhi status gizi anggota rumahtangga, meski hanya sebagai syarat keharusan. Diluar faktor kecukupan energi masih terdapat faktor lain yang turut menentukan kinerja status gizi anggota rumahtangga seperti diungkapkan sebelumnya. Hubungan antar faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga petani dapat disimak pada Gambar 11. Keterangan: modifikasi dari Hardono 2002 Produksi pangan Kecukupan energi Konsumsi pangan Simpanan pangan Pendapatan Usaha lain Pengeluaran lain Tabungan Kebijakanpasarfaktor eksternal lain Status gizi Kesehatan lingkungan Preferensipengetahuan Kualitas SDM Gambar 11. Kerangka Pendekatan Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Perdesaan Sumber daya RT

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Data dan Sumber Data

Studi ini menggunakan data sekunder dari penelitian berjudul Pencapaian Sasaran Milenia Di Indonesia: Studi Pengaruh Pembangunan Infrastuktur Fisik Terhadap Penanggulangan Kemiskinan dan Pembentukan Modal Insani di Indonesia. Penelitian tersebut dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PSEKP, Kementerian Pertanian, tahun 2007 dan 2010 sebagai hasil kolaborasi dengan lembaga International Food and Policy Research Institute IFPRI dan Japan International Cooperation Agency JICA. Penelitian tahun 2010 dilakukan di lokasi desa yang sama dengan penelitian tahun 2007. Cakupan penggalian data dan informasi pada penelitian Pencapaian Sasaran Milenia di Indonesia sangat luas. Selain aspek usahatani lengkap, terdapat beberapa aspek yang digali infomasinya melalui kuesioner rumahtangga. Untuk tahun 2010 aspek-aspek tersebut meliputi: 1 daftar anggota rumahtangga, 2 pendidikan, 3 kesehatan, 4 kesempatan kerja, 5 aset rumahtangga dan pinjaman,6 pendapatan rumahtangga dari non pekerjaan dan kiriman, 7 guncangan ekonomi, 8 pemerintah dan partisipasi masyarakat, 9 kondisi rumah, infrastruktur dan lingkungan, 10 konsumsi dan pengeluaran rumahtangga, serta 11 riwayat kehamilan, antropometri. Untuk tahun 2007, data dan informasi yang dikumpulkan relatif sama hanya sedikit berbeda dalam fokus dan penekanan atau pengelompokan saja. Data tentang aspek infrastruktur dan lingkungan, misalnya, masing-masing menjadi aspek tersendiri yang digali secara terpisah. Demikian pula informasi tentang riwayat kehamilan dan antropometri digali secara terpisah. Perbedaan fokus penelitian antara tahun 2007 dengan 2010 dapat terlihat dari kedalaman pertanyaan terkait aspek-aspek di atas. Akan tetapi terlepas dari perbedaan tersebut, kompleksitas struktur dan format pertanyaan yang digunakan menggali data dan informasi menuntut kerja keras peneliti yang memanfaatkan sumber data tersebut. Lokasi penelitian tersebar di tujuh provinsi, yaitu: Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tengga Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Jumlah desa contoh sebanyak 98 desa. Sebagian merupakan desa lokasi penelitian PATANAS Panel Petani Nasional, yaitu desa-desa yang secara berkala menjadi lokasi penelitian tim PSEKP sejak era 80an. Sebagian yang lain merupakan desa-desa baru yang dipilih bersama tim PSEKP dan IFPRI. Desa- desa tersebut merupakan lokasi proyek pengembangan infrastruktur desa yang memiliki sebaran dan tipologi tidak berbeda jauh dari desa-desa PATANAS. Di setiap desa lokasi penelitian, jumlah rumahtangga contoh yang diambil adalah 20 unit rumahtangga inti. Akan tetapi, jika terdapat anggota rumahtangga inti yang sudah membentuk keluarga baru dan tidak serumah namun lokasi tempat tinggalnya masih dalam desa yang sama juga diambil sebagai rumahtangga contoh dan ikut diwawancara. Oleh sebab itu jumlah rumahtangga contoh per desa pada akhirnya dapat lebih dari 20 unit. Secara keseluruhan jumlah rumahtangga contoh tahun 2007 adalah 2261 rumahtangga, sedangkan untuk tahun 2010 adalah 2461 rumahtangga sehingga total jumlah rumahtangga penelitian adalah 4722 rumahtangga. Studi ini menggunakan teknik pooled data, dengan menggabungkan data penelitian tahun 2007 dengan data tahun 2010. Selain memberikan gambaran dinamika, cara ini juga menambah jumlah observasi menjadi lebih banyak. Namun sesuai topik dan tujuan penelitian, tidak semua aspek data dan informasi digunakan dalam studi ini. Data utama yang menjadi basis analisis adalah data mengenai anggota rumahtangga, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, pendapatan, konsumsi dan pengeluaran rumahtangga, antropometri, dan usahatani. Sesuai arah penelitian yang menggunakan variabel kecukupan energi dan variabel status gizi dari data antropometri sebagai bagian dari variabel yang akan dianalisis dalam model ekonometrik, sebelum dilakukan pemilihan rumahtangga contoh terlebih dahulu dilakukan perhitungan konsumsi energi rumahtangga dan perhitungan nilai z-skor data antropometri. Perhitungan konsumsi energi rumahtangga dilakukan dengan mengkonversi data konsumsi pangan dari satuan fisik kg, ons, liter, ikat, biji, dan sebagianya menjadi satuan energi kkal. Tahap ini juga cukup rumit karena dilakukan secara manual, dengan menggunakan acuan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Kesulitan dialami terutama jika satuan fisik pangan dalam jawaban responden bukan satuan baku standar yang umum berlaku. Dalam hal seperti itu maka beberapa perhitungan konversi awal harus