efektifitas pemanfaatan sumberdaya internal sekaligus sebagai upaya meningkatkan pendapatan.
3.2. Dampak Perubahan Harga Terhadap Keseimbangan Subyektif
Terdapat banyak faktor ekonomi yang dampak perubahannya dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga. Salah satu yang memiliki spektrum dampak
luas adalah perubahan harga. Pada Gambar 10 disajikan ilustrasi dampak kenaikan harga output P
Y
terhadap keseimbangan subyektif dalam rumahtangga. Dari persamaan maksimisasi utilitas rumahtangga yang telah diulas pada bagian
sebelumnya dapat dipahami bahwa perubahan harga output P
Y
akan mempengaruhi fungsi produksi tenaga kerja, yang juga menunjukan besarnya
uang pendapatan rumahtangga TVP=M=P
Y
FA,
B
. Kenaikan harga output akan menambah kemiringan kurva TVP tanpa mengubah titik asal. Akibatnya
kurva TVP berubah menjadi TVP
1
. Perubahan kurva TVP menggeser kurva turunannya, yaitu kurva NPM yang menjadi NPM
1
dan kurva penilaian marginal tenaga kerja keluarga VM
L
menjadi kurva VM
L1
. Keseimbangan baru terjadi di titik B bergeser dari keseimbangan awal di titik A, dimana kurva TVP
1
bersinggungan dengan kurva indiferen I
1
. Pada keseimbangan yang baru, alokasi tenaga kerja rumahtangga berubah
dari OT
2
menjadi OT
3
. Sebagai konsekuensinya, waktu untuk santai berkurang menjadi T
3
T. Sementara itu pada keseimbangan subyektif yang merupakan kurva turunan dari kurva produksi dan kurva indiferen, kenaikan harga output
menggeser keseimbangan dari titik potong antara kurva NPM dengan kurva VM
L
menjadi titik potong antara kurva NPM
1
dengan kurva VM
L1
. Menurut Nakajima 1986 perubahan harga output pada model ini juga
memberikan efek substitusi dan pendapatan, seperti efek perubahan harga pada model neoklasik. Secara grafis, efek pendapatan akibat kenaikan harga output
ditunjukan dengan pergeseran kurva TVP sejajar ke atas tanpa mengubah sudut kurva, dan digambarkan dalam bentuk kurva TVP’ dengan garis terputus-putus.
Pergeseran tersebut terjadi sampai kurva TVP’ menyentuh kurva indeferen baru I
1
sehingga keseimbangan baru terjadi pada titik C. Dalam konsep Nakajima, pergeseran kurva TVP’ juga dapat terjadi akibat peningkatan pendapatan dari
α
Gambar 10. Keseimbangan Subyektif dan Perubahan Harga Output
hasil aset E, dimana pendapatan aset yang dianggap sebagai konstanta tersebut adalah bagian dari total pendapatan rumahtangga TVP=M=P
Y
FA,
B
+E. Oleh karena itu efek pendapatan dalam konsep Nakajima juga disebut sebagai efek
pendapatan aset asset income effect. Besarnya efek pendapatan ditunjukan oleh jarak perubahan keseimbangan
dari titik A ke titik C. Terkait dengan alokasi tenaga kerja rumahtangga, besarnya efek pendapatan tersebut ditunjukan oleh perubahan alokasi penggunaan tenaga
kerja dari T
2
ke T
4
. Dapat dikatakan bahwa efek pendapatan dalam model rumahtangga Nakajima akan mengurangi alokasi penggunaan tenaga kerja untuk
usahatani. Penurunan alokasi ini disebabkan rumahtangga cenderung memilih menambah waktu santai mereka ketika terjadi kenaikan harga output.
TVP
1
TVP’
Y M
O
Alokasi Tenaga Kerja Sumber: Nakajima 1986
O T
1
T C
I
T
1
T
2
T VM
L
VM
L1
B
A I
1
TVP
M
o
’
NPM
1
NPM
T
4
T
3
P enda
pa tan
M
P enda
pa tan
M
Alokasi Tenaga Kerja
T
4
T
2
T
3
Efek substitusi dapat ditentukan dengan menganggap tidak ada perubahan utilitas ketika terjadi perubahan alokasi tenaga kerja karena perubahan harga
produk. Secara grafis itu perubahan alokasi tenaga kerja tersebut ditunjukan oleh pergeseran titik keseimbangan ke titik B, dimana kurva TVP baru TVP
1
menyinggung kurva indiferen I
1
. Dalam model Nakajima, kenaikan harga produk meningkatkan nilai produk marjinal tenaga kerja keluarga sehingga
mendorong rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja lebih banyak pada kegiatan usahatani. Konsekuensinya rumahtangga harus mengurangi alokasi waktu untuk
bersantai. Oleh karena antara efek pendapatan dengan efek substitusi memiliki arah
pergerakan yang berlawanan, maka efek total dari perubahan harga terhadap alokasi tenaga kerja menjadi sulit dipastikan. Pada kasus kenaikan harga produk,
jika efek pendapatan lebih dominan dibandingkan efek substitusi maka efek total peningkatan harga produk akan menyebabkan penurunan alokasi tenaga kerja di
usahatani. Di sisi lain, jika efek substitusi lebih dominan dari efek pendapatan maka adanya kenaikan harga produk akan meningkatkan alokasi tenaga kerja
dalam kegiatan usahatani. Pada Gambar 10, titik B terletak di sebelah kanan dari titik A. Secara implisit hal ini menggambarkan bahwa pada kasus tersebut efek
substitusi lebih dominan dibandingkan efek pendapatan.
3.3. Model Perilaku Rumahtangga Pertanian