Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi dan Perluasan Lahan Garapan

ditambah 0.3 ha maka hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan kinerja ketahanan pangan 2010 lebih tinggi lebih baik dibandingkan perubahan tahun 2007. Peningkatan luas garapan sebesar 0.3 ha, mendorong kecukupan energi FSCUR dan status gizi anggota rumahtangga NUTR pada tahun 2007 meningkat masing-masing hanya sebesar 0.20 persen dan 0.21 persen. Akan tetapi pada tahun 2010, penambahan luas garapan 0.3 ha tersebut mengakibatkan kedua variabel endogen FSCUR dan NUTR mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.33 persen dan 0.23 persen. Padahal dari besaran nilai basis dapat disimak bahwa tingkat kecukupan energi dan status gizi rumahtangga tahun 2010 memiliki nilai basis lebih rendah dibanding tingkat kecukupan energi dan status gizi tahun 2007. 7.2.4. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi dan Diversifikasi Usaha Diversifikasi usaha pada masyarakat petani di perdesaan telah menjadi bagian dari strategi mempertahankan hidup dan kesejahteraan. Dalam simulasi ini diversifikasi usaha diproksi dari penggunaan atau alokasi tenaga kerja pada usahatani lain non padi TKUL dan pada kegiatan non pertanian TKUN. Simulasi kenaikan harga pupuk, harga padi dan diversifikasi usaha dilakukan untuk mengetahui sejauh mana diversifikasi usaha dapat menjadi langkah strategis meningkatkan ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga petani. Jika dibandingkan dengan hasil simulasi I Tabel 34, simulasi kombinasi kenaikan harga pupuk dan harga padi masing-masing 30 persen dengan kenaikan diversifikasi usaha 25 persen secara umum masih meningkatkan kinerja ketahanan pangan menjadi lebih baik. Hampir seluruh variabel endogen mengalami peningkatan. Pada beberapa variabel kenaikan tersebut ditunjukkan dengan perubahan nilai negatif yang makin kecil. Nilai negatif tersebut mengindikasikan masih adanya pengaruh kenaikan harga pupuk dalam simulasi yang belum dapat dikompensasi oleh kenaikan harga padi. Peningkatan alokasi tenaga kerja non pertanian akan mendorong penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk mensubstitusi kekurangan alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Namun, oleh karena insentif kenaikan harga padi memiliki pengaruh yang lebih besar maka tenaga kerja keluarga tetap mempertahankan pengelolaan usahatani sebagai prioritas. Akibatnya, alokasi tenaga kerja pada usahatani TKDP, TKDW tetap meningkat. Peningkatan kedua alokasi tenaga kerja ini disamping menghasilkan kenaikan pendapatan kerja non pertanian YUNTA yang mendorong peningkatan pendapatan rumahtangga YRMH, di sisi lain juga meningkatkan ketersediaan tenaga kerja TKRT yang cenderung mendorong kenaikan lahan garapan. Sejalan dengan hal itu, peningkatan pendapatan melalui kenaikan tabungan akan meningkatkan modal usaha. Sesuai spesifikasi model yang dibangun, modal usaha menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan perluasan lahan garapan ARDI pada rumahtangga petani. Peningkatan luas garapan akan meningkatkan produksi padi pada rumahtangga miskin ditunjukkan oleh perubahan nilai negatif yang makin kecil dibandingkan hasil simulasi I karena penggunaan input juga mengalami kenaikan dengan bertambahnya luas garapan usahatani. Akumulasi pengaruh kenaikan produksi padi dan harga padi menyebabkan total penerimaan usahatani mengalami ekskalasi yang hampir mencapai dua kali lipat. Kenaikan tersebut menyebabkan pendapatan usahatani padi YPDI dan pendapatan rumahtangga YRMH juga meningkat. Peningkatan produksi akhirnya juga berdampak pada peningkatan simpanan pangan SIMP dan surplus produksi PSUR. Peningkatan pendapatan mendorong rumahtangga menambah alokasi pengeluaran pangan EXFO1 lebih banyak. Pengeluaran pangan yang lebih tinggi akan diikuti dengan meningkatnya kecukupan energi rumahtangga. Selanjutnya, peningkatan kecukupan energi FSCUR akan memperbaiki kinerja status gizi anggota rumahtangga NUTR. Di sisi lain, peningkatan pendapatan, khususnya yang berasal dari usahatani padi, juga mendorong peningkatan investasi sumberdaya manusia INHE, INDU lebih besar. Jika dibedakan antara rumahtangga miskin dan tidak miskin terkesan bahwa peningkatan kinerja ketahanan pangan rumahtangga pada simulasi ini lebih nyata pada kelompok rumahtangga miskin. Kondisi ini dimungkinkan karena peningkatan pendapatan rumahtangga miskin tampak lebih besar dibanding peningkatan pada rumahtangga tidak miskin. Secara temporal dapat disimak bahwa simulasi kombinasi ini menimbulkan perubahan kinerja ketahanan pangan rumahtangga yang lebih baik pada tahun 2007. Baik di sisi produksi maupun sisi konsumsi dan pengeluaran, besaran perubahan pada tahun 2007 lebih besar dibandingkan tahun 2010. Oleh karena pola perubahannya terkesan menyeluruh situasi seperti itu diduga terkait dengan kondisi data dasar yang digunakan. Sebagaimana analisis deskriptif sebelumnya, alokasi tenaga kerja keluarga pada kedua titik waktu 2007 dan 2010 memiliki perbedaan nominal yang signifikan. Alokasi tenaga kerja tahun 2010 relatif jauh lebih rendah dibandingkan alokasi tenaga kerja tahun 2007, kecuali untuk tenaga kerja buruh tani wanita. 7.2.5. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi, Diversifikasi Usaha dan Penurunan Jumlah Anggota Rumahtangga Pada simulasi ini ingin diketahui apakah diversifikasi usaha dapat memberikan efek positif terhadap situasi ekonomi rumahtangga yang menghadapi kenaikan harga pupuk, harga padi dan penurunan anggota rumahtangga. Untuk menguji hal itu maka hasil simulasi ini perlu dibandingkan dengan hasil simulasi II yang telah dibahas sebelumnya. Simulasi II telah menunjukkan bahwa pengurangan junlah anggota rumahtangga berdampak langsung pada peningkatan pengeluaran pangan EXFO1. Peningkatan pengeluaran pangan tersebut juga karena ditunjang peningkatan pendapatan rumahtangga YRMH yang terjadi sebagai efek kenaikan harga padi PPDI. Seiring peningkatan pengeluaran pangan maka kecukupan energi FSCUR juga meningkat dan mendorong pencapaian status gizi NUTR yang lebih baik lebih tinggi. Pengaruh variabel jumlah anggota yang kuat dalam model mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam persamaan kecukupan energi dan status gizi sebagaimana pada simulasi II. Pada Tabel 34 dapat disimak bahwa dengan menambahkan pengaruh diversifikasi dalam simulasi II ternyata kinerja ketahanan pangan menjadi semakin baik, bahkan paling baik dibandingkan simulasi lain sebagaimana ditunjukkan oleh persentase perubahan variabel endogen kecukupan energi dan status gizi yang paling besar. Sebagaimana hasil simulasi sebelumnya, peningkatan diversifikasi usaha akan mendorong penggunaan tenaga kerja luar keluarga TKLP,TKLW yang makin banyak. Sesuai model pendugaan, penambahan tenaga kerja luar keluarga dapat mensubstitusi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani TKDP, TKDW. Akan tetapi dengan insentif kenaikan harga padi yang memiliki pengaruh lebih besar, tenaga kerja keluarga tetap terdorong untuk mengutamakan usahatani dan menambah alokasi tenaga kerjaya untuk usahatani. Peningkatan kedua alokasi tenaga kerja ini menghasilkan kenaikan pendapatan kerja non pertanian YUNTA yang mendorong peningkatan pendapatan rumahtangga YRMH dan meningkatkan ketersediaan tenaga kerja TKRT yang cenderung mendorong kenaikan lahan garapan. Adanya kenaikan tabungan dan modal usaha yang dipicu kenaikan pendapatan rumahtangga juga akan mendorong peningkatan luas lahan garapan ARDI. Selanjutnya, peningkatan luas garapan akan meningkatkan produksi padi pada rumahtangga miskin ditunjukkan oleh perubahan nilai negatif yang makin kecil dibandingkan hasil simulasi II karena penggunaan input juga mengalami kenaikan dengan bertambahnya luas garapan usahatani. Akumulasi pengaruh kenaikan produksi padi dan harga padi menyebabkan total penerimaan usahatani mengalami ekskalasi cukup besar. Akibat kenaikan tersebut maka pendapatan usahatani padi YPDI dan pendapatan rumahtangga YRMH juga meningkat. Peningkatan pendapatan akan menjadi akselerator bagi perubahan variabel- variabel di sisi konsumsi. Dalam konteks ketahanan pangan, perubahan yang utama adalah pada pengeluaran pangan EXFO1. Seiring peningkatan pengeluaran pangan akan berdampak langsung pada semakin tingginya kecukupan energi FSCUR. Selanjutnya, dengan kecukupan energi yang makin tinggi maka status gizi anggota rumahtangga NUTR juga makin baik. Hasil simulasi menunjukkan, penambahan pengaruh peningkatan diversifikasi usaha terhadap simulasi II lebih meningkatkan kinerja ketahanan pangan rumahtangga petani di perdesaan. Peningkatan kinerja tersebut terlihat lebih nyata pada rumahtangga petani tidak miskin. Secara temporal, peningkatan diversifikasi usaha pada simulasi ini meningkatkan kinerja ketahanan pangan pada tahun 2007 maupun 2010. Akan tetapi jika dibandingkan antara kedua titik waktu tersebut terlihat bahwa peningkatan diversifikasi usaha mendorong perubahan sisi produksi dan pendapatan lebih besar pada tahun 2007. Jika dibandingkan pada sisi outcome, peningkatan diversifikasi menghasilkan perubahan yang lebih besar pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2007.

7.2.6. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Harga Padi, dan Alokasi Waktu Berburuh

Pengembangan sektor non pertanian di perdesaan sangat diharapkan sebagai strategi keluar bagi penduduk perdesaan dari belenggu kehidupan yang kurang sejahtera. Keberadaan sektor non pertanian diperlukan sebagai penampung tenaga kerja perdesaan. Oleh sebab itu kebijakan penciptaan lapangan kerja di perdesaan menjadi penting. Menurut Saliem 2002, pentingnya kebijakan tersebut adalah untuk mendorong peningkatan pendapatan yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan di perdesaan. Untuk itu dalam simulasi ini ingin diketahui bagaimana perubahan kinerja ketahanan pangan rumahtangga dengan adanya peningkatan kesempatan kerja, baik di pertanian maupun non pertanian. Hasil analisis menunjukan, kombinasi simulasi kenaikan harga pupuk dan harga padi yang proporsional 30 persen dengan alokasi kerja buruh non pertanian TKUN dan kerja buruhtani TNUB masing-masing 25 persen secara langsung akan meningkatkan pendapatan hasil kerja YUNTA, YUNTB, mengurangi penggunaan pupuk QREA, QSP6, penggunaan tenaga kerja luar keluarga pria TKLP, dan meningkatkan penerimaan atau revenu usahatani padi REVP. Peningkatan pendapatan hasil kerja akan secara langsung meningkatkan pendapatan rumahtangga. Demikian pula peningkatan penerimaan usahatani padi juga langsung mendorong kenaikan pendapatan rumahtangga. Akumulasi kedua pengaruh mengakibatkan pendapatan rumahtangga meningkat dengan persentase cukup tinggi 22.6. Meskipun dengan persentase perubahan alokasi tenaga kerja yang sama peningkatan pendapatan hasil kerja dari bekerja non pertanian dan berburuh tani menghasilkan perubahan yang berbeda antar kelompok rumahtangga. Dapat disimak bahwa pada rumahtangga miskin, persentase peningkatan pendapatan berburuh tani YUNTB lebih besar 45.2 dibandingkan persentase peningkatan pendapatan bekerja non pertanian 18.0. Pada rumahtangga tidak miskin terjadi hal sebaliknya. Persentase perubahan pendapatan bekerja non pertanian YUNTA lebih besar 40.9 lebih besar dibandingkan persentase peningkatan pendapatan berburuh tani 19.1. Pada pengelompokan menurut waktu tahun, perubahan pendapatan hasil kerja pada tahun 2007 mengikuti pola perubahan yang terjadi pada rumahtangga tidak miskin. Akan tetapi perubahan pendapatan hasil kerja pada tahun 2010, mengikuti pola perubahan yang terjadi pada rumahtangga miskin. Secara implisit hasil ini menunjukkan adanya beda preferensi dalam pilihan alokasi tenaga kerja antar kelompok rumahtangga. Rumahtangga miskin cenderung memilih buruh tani sebagai alternatif sumber peningkatan pendapatan. Sebaliknya rumahtangga tidak miskin cenderung memilih bekerja non pertanian sebagai alternatif sumber peningkatan pendapatan. Bekerja non pertanian banyak diminati pada tahun 2007, sedangkan bekerja sebagai buruh tani lebih banyak diminati pada tahun 2010. Pada simulasi ini, penggunaan pupuk dan tenaga kerja luar keluarga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan nilai basisnya oleh sebab itu perubahannya dengan tanda negatif. Akan tetapi jika dibandingkan dengan hasil simulasi I, penggunaan pupuk dan tenaga kerja luar keluarga sesungguhnya masih meningkat nilai negatifnya lebih kecil. Situasi ini berpengaruh terhadap pencapaian produksi QPDI. Seiring luas garapan ARDI dan penggunaan input yang meningkat maka perolehan produksi sesungguhnya juga meningkat. Sekali lagi, tanda negatif menunjukkan perbandingan terhadap nilai basis. Secara faktual, jika dibandingkan dengan hasil sumulasi I, produksi tersebut masih meningkat. Peningkatan produksi terjadi pada semua kelompok rumahtangga petani menurut kelas pengeluaran maupun antar waktu. Kenaikan harga pupuk mendorong naiknya biaya usahatani BIAY. Akan tetapi akibat didorong oleh kenaikan produksi dan kenaikan harga padi, total penerimaan usahatani padi REVP mengalami peningkatan lebih besar sehingga perubahan pendapatan usahatani padi YPDI masih bernilai positif meningkat. Pada gilirannya, peningkatan pendapatan usahatani menambah nilai pendapatan rumahtangga YRMH menjadi lebih besar lagi. Pada Tabel 34 dan Tabel 35 dapat disimak, peningkatan pendapatan rumahtangga pada kelompok tidak miskin lebih rendah dibandingkan rumahtangga miskin. Adapun secara temporal, peningkatan pendapatan rumahtangga tahun 2010 lebih rendah daripada tahun 2007. Jika dikaitkan dengan besaran nilai basis Lampiran 7 - Lampiran 10 terlihat peningkatan pendapatan rumahtangga yang lebih tinggi terjadi pada rumahtangga dengan nilai basis yang lebih rendah. Secara implisit hasil ini menunjukkan, kebijakan perluasan kesempatan kerja di perdesaan akan berpengaruh lebih besar terhadap rumahtangga berpendapatan rendah dan pada tahun 2010. Semakin besar pendapatan mendorong peningkatan pengeluaran pangan rumahtanggga EXFO1 lebih tinggi. Akan tetapi, besaran perubahan pengeluaran pangan jauh lebih kecil dibandingkan perubahan pendapatan. Jika dibandingkan antar kelompok rumahtangga terlihat bahwa, perubahan pengeluaran pangan menurut kelas pengeluaran lebih besar dibandingkan perubahan antar waktu. Selanjutnya, dengan tingkat pengeluaran pangan yang lebih tinggi kecukupan energi FSCUR terdorong meningkat. Di sisi dampak, meningkatnya kecukupan energi menjadi pendorong peningkatan status gizi anggota rumahtangga NUTR menuju kondisi yang lebih baik. Secara komparatif, dengan berpegang pada hasil simulasi dari variabel FSCUR dan NUTR, dapat dikemukakan bahwa pengaruh peningkatan kesempatan kerja simulasi VI terhadap indikator utama ketahanan pangan rumahtangga tampak lebih nyata pada rumahtangga miskin. Hal ini berbeda dengan pengaruh peningkatan diversifikasi usaha simulasi IV yang lebih nyata pada rumahtangga tidak miskin. Perbedaan perilaku ini diduga terkait dengan ketersediaan sumberdaya yang dikuasai rumahtangga. Rumahtangga miskin menguasai lahan garapan lebih sempit, tetapi memiliki ketersediaan tenaga kerja lebih tinggi, sedangkan rumahtangga tidak miskin menguasai lahan garapan lebih luas tetapi memiliki ketersediaan tenaga kerja lebih rendah lihat nilai basis pada Lampiran 7-Lampiran10. Peningkatan kesempatan kerja simulasi VI dan diversifikasi usaha simulasi IV menimbulkan pengaruh berbeda antar waktu 2007 dan 2010. Peningkatan kesempatan kerja tidak menimbulkan perbedaan pengaruh terhadap kecukupan energi antara tahun 2007 dengan 2010. Akan tetapi terhadap status gizi anggota rumahtangga pengaruh pada tahun 2007 masih lebih besar dibandingkan pengaruh pada tahun 2010. Pengaruh peningkatan diversifikasi usaha, baik terhadap kecukupan energi maupun status gizi anggota rumahtangga, lebih besar pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2010. Namun demikian jika dilihat secara tunggal, perubahan pengaruh pada kecukupan energi lebih kecil dibandingkan perubahan pengaruh pada status gizi selama kurun waktu tersebut 2007-2010.