rumahtangga.Analisis status gizi hanya untuk mereka yang berumur tidak lebih dari 12 tahun.
Faktor pengaruh perbedaan musim terhadap ketahanan pangan tidak dapat ditangkap sepenuhnya dalam penelitian ini karena keterbatasan informasi. Dalam
rancangan kuesioner aslinya, perbedaan musim hanya digunakan untuk untuk menggali informasi produksi. Pada sisi konsumsi pembedaan musim tidak
dilakukan.Periode waktu yang menjadi acuan penggalian data adalah satu minggu, satu bulan atau satu tahun, tergantung jenis konsumsi rumahtangga.
1.5. Kebaruan dalam Penelitian
Selain sumber data, kebaruan penelitian ini terdapat pada pendekatan analisis yang digunakan. Penggunaan model ekonomi rumahtangga sebagai
basisanalisis ketahanan pangan masih jarang dilakukan. Sebagaimana telah diungkapkan, pada umumnya analisis ketahanan pangan dilakukan pada sisi
konsumsi pengeluaranrumahtangga saja.Faktor – faktor pembentuk pendapatan
pendapatan sebagai variabel endogen belum banyak di perhatikan.Selain itu, pendapatan diasumsikan sudah tertentu. Pada penelitian ini, analisis dilakukan
mengikuti alur pendekatan perilaku ekonomi economic behaviour. Ketahanan pangan rumahtangga dianggap sebagai resultante berbagai keputusan ekonomi
rumahtangga lihat Hardono, 2002, termasuk keputusan alokasi tenaga kerja keluarga. Hal ini mengingat ketahanan pangan rumahtangga merefleksikan
keseimbangan produksi dan konsumsi pangan di tingkat rumahtangga pada berbagai kendala yang ada.Keseimbangan menunjukkan tingkat kecukupan
pangan, yaitu situasi dimana konsumsi pangan telah memenuhi kebutuhan kuantitas kandungan dan keragaman zat gizi sesuai kebutuhan tubuh untuk hidup
sehat Soehardjo, 1996. Kebaruan yang lain adalah dimasukannya variabel status gizi dalam model
perilaku rumahtangga sebagai pelengkap analisis. Pengukuran status gizi dalam analisis ketahanan pangan bukanlah hal baru, tetapi menggunakanstatus gizi
sebagai variabel endogen dalam model ekonomi rumahtangga untuk menganalisis kinerja ketahanan pangan belum pernah dilakukan. Status gizi dalam hal ini tidak
diposisikan sebagai bagian dari perilaku pengambilan keputusan rumahtangga, tetapi lebih sebagai variabel dampak dari proses pengambilan keputusan
rumahtangga. Status gizi menjadi bagian indikator dampak outcome ketahanan pangan. Penelitian terdahulu Hardono 2002 hanya menggunakan kecukupan
energi sebagai indikator ketahanan pangan rumahtangga. Melalui penambahan variabel status gizi dalam model rumahtangga petani diharapkan perspektif
hubungan kausalitas dalam analisis ketahanan pangan rumahtangga menjadi lebih jelas dan lebih bermanfaat bagi perumusan kebijakan peningkatan ketahanan
pangan rumahtangga di perdesaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA