diperlukan sebagai prasyarat meningkatkan kesehatan masyarakat umum, situasi ini mengindikasikan perlunya pengembangan bantuan penyediaan sumber-sumber
air bersih di perdesaan untuk mengantisipasi kemungkinan situasi kekeringan dan kesulitan air, khususnya untuk lingkungan rumahtangga kelompok miskin.
Tabel 11. Partisipasi rumahtangga dalam penggunaan sumber air bersih Musim
Miskin Tidak miskin
Total 2007
2010 2007
2010 2007
2010 Kemarau
83.05 73.91
84.21 91.11
83.34 86.07
Penghujan 83.90
73.91 86.84
91.11 84.64
86.07
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU RUMAHTANGGA 6.1. Kinerja Umum Model
Kebaikan goodness of fit suatu model dapat diamati dari besaran koefisien determinasi R
2
yang diperoleh pada tahap pendugaan. Koefisien determinasi merupakan ukuran yang menunjukan kemampuan variabel-variabel
eksogen menerangkan keragaman peubah endogen Koutsoyianis, 1977. Selain koefisien determinasi, dalam menilai kebaikan model juga perlu memperhatikan
nilai F. Nilai F menurut Koutsoyianis 1977 menunjukan bagaimana variabel eksogen secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogen. Selanjutnya,
untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam setiap persamaan model dapat dilihat hasil uji statistik t.
Batas penerimaan atau penolakan hipotesis penelitian ini ditentukan pada nilai α=0.1 berdasarkan hasil uji satu arah one tail test. Respon variabel endogen
terhadap perubahan variabel eksogen ditunjukkan oleh hasil perhitungan elastisitas setiap variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen pada masing-masing persamaan. Dari 32 persamaan dalam model, 18 diantaranya merupakan persamaan struktural sehingga pendugaan model hanya
diberlakukan terhadap 18 persamaan tersebut. Hasil pendugaan parameter seluruh variable dalam model menunjukkan,
nilai koefisien determinasi R
2
bervariasi antara 0.02733 – 0.61739, sedangkan
nilai statistik F berkisar antara 1.55-58.63. Sebanyak 14 dari 18 persamaan dalam model memiliki nilai F yang
nyata pada taraf α= 1 persen. Adapun 4 persamaan yang lain TKDW, TNUB, INHE, dan NUTR memiliki nilai F yang nyata pada
taraf α antara 10-20 persen. Besaran probabilitas nilai F mengindikasikan bahwa secara bersama-sama seluruh variabel eksogen dalam setiap persamaan
berpengaruh nyata terhadap peubah endogen, tetapi dengan taraf nyata berbeda- beda. Keempat persamaan TKDW, TNUB, INHE, dan NUTR juga memiliki
nilai koefisien determinasi kurang dari 0.1 10. Secara umum hasil tersebut memberikan gambaran bahwa variabel-variabel eksogen dalam model perilaku
rumahtangga petani hanya mampu menerangkan variasi keragaman variabel endogen antara 2.7-61.7 persen. Variasi sisanya ditentukan variabel lain yang
belum masuk dalam model. Menurut Pyndick dan Rubinfield 1998, pada
penggunaan data cross section perolehan nilai koefisien determinasi yang rendah tidak dapat dihindarkan. Selain faktor data, koefisien determinasi rendah juga bisa
diakibatkan oleh spesifikasi model yang belum optimal. Terkait tanda parameter, tidak semua parameter dugaan variabel eksogen dalam model memiliki tanda
sesuai harapan. Akan tetapi ketidaksesuaian tersebut masih dapat dijelaskan dengan logika ekonomi sesuai fenomena.
6.2. Blok Ketersediaan Pangan
6.2.1. Lahan Garapan dan Produksi Padi
Pada usahatani berbasis lahan landbase agriculture, skala penguasaan atau pemilikan lahan sangat menentukan tingkat produksi dan pendapatan yang dapat
diperoleh rumahtangga petani. Oleh sebab itu, faktor lahan menjadi penting dalam analisis ketahanan pangan di tingkat rumahtangga. Semakin luas lahan garapan
akan mendorong peningkatan produksi dan ketersediaan pangan dalam rumahtangga. Lahan garapan yang dimaksud dalam analisis ini bukan luas baku
sawah, akan tetapi total penjumlahan luas usahatani padi selama setahun kalender pertanian. Hasil pendugaan model persamaan lahan garapan dan produksi
disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Garapan
Variabel Parameter
Standar Pr |t|
Elasti- Dugaan
Error sitas
Intersep 0.241778
0.303494 0.2133
Ketersediaan TK kelg TKRT 0.001165
0.000711 0.0514
0.3335 Modal usaha RT MDAL
7.85E-08 1.03E-08
.0001 0.3798
Dummy pulau, Jawa=1 DUPRO
-0.73059 0.348462
0.0186 Dummy
tahun, 2010=1 DUTHN 0.483053
0.268481 0.0367
F-hitung=16.47; Prob F= 0.0001; R
2
= 0.23047
Ketersediaan potensi tenaga kerja keluarga TKRT dan modal usaha rumahtangga MDAL berpengaruh positif dan nyata terhadap kemampuan
rumahtangga menggarap lahan usahatani. Pada hasil pendugaan pengaruh tersebut ditunjukan oleh tanda positif dan nyata dari parameter kedua variabel terhadap
luas garapan ARDI. Sebagai interpretasi, semakin tinggi ketersediaan tenaga kerja dan modal yang dimiliki menjadi faktor pendorong keputusan rumahtangga
untuk meningkatkan skala usahatani. Akan tetapi dari perhitungan lanjutan diketahui, nilai elastisitas kedua variabel relatif kecil sehingga untuk dapat
meningkatkan luas garapan secara signifikan diperlukan ketersediaan tenaga kerja keluarga dan modal usaha yang besar. Pada kondisi saat ini, kenaikan satu persen
ketersediaan tenaga kerja keluarga dan modal usaha, masing-masing hanya akan memberikan kontribusi peningkatan luas garapan kurang dari 0.4 persen.
Parameter dugaan variabel dummy pulau DUPRO berpengaruh nyata terhadap luas garapan dengan tanda negatif, sedangkan dummy tahun DUTHN
berpengaruh nyata dengan tanda positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rataan luas garapan usahatani padi di Jawa lebih rendah dibanding di Luar Jawa. Akan
tetapi secara intertemporal, rataan garapan usahatani pada tahun 2010 relatif lebih luas dibanding rataan garapan tahun 2007 sebagaimana indikasi deskriptif pada
bab sebelumnya. Perbedaan rataan luas garapan antar tahun ini dimungkinkan seiring perubahan pola penguasaan lahan. Beberapa alternatif pola penguasaan
lahan yang umum di perdesaan adalah: membeli lahan, menyewa, atau bagi hasil. Nilai elastisitas modal yang lebih besar dibanding elastisitas potensi tenaga kerja
mengindikasikan bahwa luas garapan lebih responsif terhadap perubahan kemampuan finansial rumahtangga daripada potensi tenaga kerja. Pemilikan
modal usaha yang tinggi membuka peluang lebih besar rumahtangga meningkatkan luas garapan melalui transaksi sewa, menyakap atau pembelian
lahan. Kinerja produksi padi dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi dan
lingkungan fisik usahatani. Tingkat penerapan teknologi dapat dilihat dari penggunaan sarana produksi input seperti : benih, pupuk, atau obat-obatan atau
mekanisasi. Petani padi termasuk kelompok yang responsif terhadap perubahan teknologi. Kesadaran terhadap kegunaan teknologi sudah cukup tinggi, bahkan di
wilayah-wilayah tertentu kesadaran tersebut telah cenderung menjadi sikap fanatik. Para petani berani mengorbankan berapapun biaya atau harga yang harus
ditanggung untuk dapat memperoleh dan menggunakan faktor teknologi tertentu pada usahataninya. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh kecenderungan penggunaan
pupuk Urea yang berlebihan. Hasil penelitian Susilowati et al., 2010 di lima provinsi menyebutkan, tingkat partisipasi penggunaan pupuk Urea mencapai 100