perdagangan internasioal. Meskipun kebijakan ini menguntungkan kelompok- kelompok tertentu dalam masyarakat.
Kebijakan menaikkan PE untuk mendorong pertumbuhan industri hilir dilandasai pemikiran bahwa kenaikan PE akan lebih menjamin ketersediaan bahan
baku dengan harga yang lebih rendah. Kenaikan PE akan menghambat ekspor sehingga ketersediaan bahan baku di dalam negeri akan meningkat dengan harga
yang lebih murah.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Sebagai produk berbasis pertanian, maka fluktuasi harga tampaknya tidak akan dapat dihindarkan dan akan menjadi masalah rutinkronis, baik ketika harga
CPO menurun drastis ataupun meningkat tajam seperti saat ini. Kebijakan yang kini dianut oleh pemerintah umumnya belum merupakan kebijakan jangka
panjang dalam pengertian kebijakan belum mantap sehingga sering direvisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi, sosial, bahkan tekanan dari kelompok
berkepentingan interest group yang memiliki lobi kuat ke pemerintah. Pada saat ini pemerintah belum punya kebijakan yang tegas dan jangka panjang untuk
menekan harga minyak goreng, apakah dengan menaikkan pungutan ekspor, kewajiban pasokan ke pasar domestik DMO atau melakukan operasi stabilisasi
harga minyak goreng
13
. Pemerintah akan merumuskan kebijakan baru untuk minyak sawit di tahun
2008 secara menyeluruh, baik dari sisi tarif maupun kebijakan pengembangan industri hilir, menjaga daya saing ekspor, penerapan sustainable palm oil, dan
perumusan kebijakan jangka panjang. Pemerintah akan melakukan evaluasi pada
13
www.ipar.com [4 Desember 2007]
kebijakan yang masih berlaku. Saat ini pemerintah menerapkan pengenaan pajak ekspor secara progresif dengan berpatokan pada harga minyak sawit mentah di
Rotterdam. Besaran harga patokan ekspor dan PE-nya akan ditentukan secara periodik setiap bulan. Sedangkan kebijakan lainnya saat ini ialah pemberian
subsidi bagi PPN minyak goreng
14
. Dana subsidi diambil dari anggaran pemerintah dan belanja negara
APBN yang merupakan hasil pengumpulan PE. Selain subsidi, minyak goreng bagi masyarakat miskin pun diberikan subsidi sebesar Rp 25 miliar yang
penyalurannya dilakukan pemerintah daerah yang dikoordinasikan Departemen Perdagangan. Kebijakan-kebijakan ini akan dilakukan evaluasi apakah akan
dilanjutkan atau dimodifikasi. Pelaksanaan evaluasi termasuk masalah tarif yang saat ini hampir merata antara CPO dengan produk turunannya
15
. Harga CPO dalam negeri sangat ditentukan oleh harga CPO internasional.
Harga CPO dunia yang tinggi merupakan daya tarik yang besar bagi pengusaha dalam negeri untuk mengekspor CPO dan menghindarkan diri dari kewajibannya
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan CPO bagi industri minyak goreng sehingga stabilitas harga minyak
goreng juga akan terganggu. Menurut Menteri Perdagangan 2007, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri disebabkan oleh kenaikan harga minyak
sawit mentah di pasar internasional. Artinya, pasar CPO dunia diduga mempengaruhi pasar CPO dan minyak goreng domestik
16
. Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka
panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental
14
www.media-indonesia.com [4 Desember 2007]
15
Op.cit
16
www.antara.com [4 Desember 2007]
mendasar. Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka
panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayarkan jika masalah fluktuasi harga dan ketidakpastian kebijakan dapat ditekan seminimal mungkin.
Hal ini akan menguntungkan baik bagi industri, konsumen, dan tentunya pemerintah
17
. Dampak kebijakan ini dapat diduga dengan menggunakan metode
ekonometrika, yaitu 2SLS. Alasan dipilihnya metode 2SLS ini karena pendugaan setiap parameternya unik dan penerapannya relatif mudah. Kerangka operasional
kebijakan perdagangan pajak ekspor terhadap industri kelapa sawit terdapat pada Gambar 4.
17
Op.cit
Industri Kelapa Sawit
CPO
• Jumlah Ekspor CPO • Harga Domestik CPO
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja industri:
Luas areal kelapa sawit
Produktivitas
Tingkat Produksi CPO Kebijakan
Pajak Ekspor
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan deret waktu tahunan time series dari tahun 1987 sampai 2007. Data tersebut diperoleh dari Badan
Pusat Statistik BPS, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian, International Financial Statistics database, Pusat Statistik Ekonomi
PSE, skripsi, tesis, website yang relevan, buletin-buletin penelitian dan hal-hal yang mendukung lainnya.
4.2 Metode Analisis
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis melalui metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk
melihat perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, produktivitas CPO, pajak ekspor CPO dan harga CPO domestik. Model kuantitatif menggunakan
model ekonometrika dengan metode Two Stages Least Square 2SLS untuk menganalisis pengaruh pajak ekspor terhadap perkebunan kelapa sawit.
Pengolahan data yang diperoleh dilakukan secara bertahap dimulai dengan pengelompokan data dan perhitungan model analisa dengan bantuan komputer.
Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program E-views 4.1 dan Microsoft Excel 2003.
4.3 Analisis Regresi
Menurut Gujarati 1995, model persamaan melalui pendekatan ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan.