Merkantilisme Teori Perdagangan Internasional

adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa memperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah, harga barang-barang luar negeri lebih mahal dan harga barang-barang domestik akan relatif lebih murah. Apabila kurs riil tinggi maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal, sebagai akibatnya penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor dan orang asing akan sedikit membeli barang kita.

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang lanjut jika dibandingkan dengan teori perdagangan internasional pada mulanya, yaitu yang sering disebut sebagai Merkantilisme. Pada bagian di bawah ini disampaikan perkembangan teori perdagangan internasional tersebut, uraian perkembangan teori ini berasal dari tulisan Wild et al., 2008.

A. Merkantilisme

Teori perdagangan ini menyatakan bahwa negara-negara harus mengumpulkan kekayaan finansial, biasanya dalam bentuk emas dengan mendorong ekspor dan menghambat impor. Negara-negara yang menganut paham ini adalah Inggris, Perancis, Belanda, Portugal dan Spanyol. Penganjur merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich. Kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide pokok dalam bidang perdagangan luar negeri: 1. Penumpukan logam mulia 2. Surplus perdagangan, hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan nilai ekspor atas nilai impor. Perkembangan ide tersebut tidak dapat dilepaskan dari perkembangan usaha-usaha untuk mendirikan negara-negara nasional yang kuat di Eropa pada waktu itu. Mereka melakukan pelayaran dan eksploitasi seperti ke Afrika, Asia, Amerika Utara, Selatan dan Latin. Kolonisasi ini sangat menguntungkan negara- negara kolonial, dan setiba di negara yang menjadi koloninya dieksploitasi sumberdayanya. Tujuan utama kebijakan merkantilisme adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu. Perdagangan luar negeri adalah alat utama untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana yang dikatakan Josiah Child, seorang pendukung merkantilisme 1630-1699 bahwa perdagangan luar negeri menghasilkan kekayaan, kekayaan menghasilkan kekuasaan, kekuasaan melindungi atau mempertahankan perdagangan. Negara mengimplementasikan merkantilisme dengan cara: pertama, negara meningkatkan kesejahteraannya dengan memelihara surplus perdagangan, yaitu suatu kondisi dimana nilai ekspor suatu negara lebih besar dari nilai impornya. Karena itu setiap negara wajib berusaha untuk memperoleh suatu neraca perdagangan yang menguntungkan dalam bentuk surplus perdagangan. Surplus perdagangan dalam merkantilisme berarti bahwa suatu negara mendapatkan lebih banyak emas atas penjualan produk ekspornya daripada mengeluarkannya untuk produk impor. Suatu defisit perdagangan adalah kondisi dimana nilai impor suatu negara lebih besar dari nilai ekspornya. Defisit perdagangan dalam merkantilisme merupakan hal yang harus dihindari pada setiap biaya-biaya. Kedua, pemerintah suatu negara mengintervensi perdagangan internasional, dengan memelihara surplus perdagangan. Menurut merkantilisme surplus perdagangan, timbunan kekayaan tergantung atas kenaikan surplus perdagangan suatu bangsa, bukan dengan memaksa menambah nilai atau volume perdagangan. Pemerintah merkantilis melakukan surplus perdagangan dengan melarang impor secara resmi atau menciptakan berbagai macam pembatasan- pembatasan impor seperti tarif atau kuota. Pada saat yang sama mereka mensubsidi industri-industri di negaranya untuk memperluas ekspor. Ketiga, negara-negara merkantilis akan melakukan kolonialisasi ke seluruh dunia dengan mengeksploitasi bahan baku dan perluasan pasar sehingga harga produk akhirnya menjadi lebih tinggi. Sumber bahan baku yang esensial meliputi teh, gula, tembakau, karet dan katun. Saat ini banyak negara mencoba untuk memelihara surplus perdagangan melalui praktek neo-merkantilisme atau nasionalisme ekonomi. Jepang sering dipandang mempraktekkan neo-merkantilisme, karena secara konsisten memelihara surplus perdagangan yang tinggi dengan beberapa negara industri, khususnya USA. Perancis dipandang juga sebagai negara yang menerapkan neo- merkantilisme dengan mitra dagangnya mendorong team ekspor dimasa ekonomi yang sulit di masa lalu. Masalah utama dengan merkantilisme adalah bahwa aliran ini memandang perdagangan internasional sebagai zero–sum game, dimana memandang sebuah negara hanya mendapatkan keuntungan bila mengorbankan negara lain. Namun, bila semua negara membentengi pasarnya dari impor dan memaksakan ekspornya kepada negara lain, maka perdagangan internasional akan sangat terbatas. Juga kebijakan kolonial membuat pasar-pasar potensial tetap miskin karena pasar-pasar tersebut hanya menerima sedikit uang bagi bahan bakumentah, namun dikenakan harga yang tinggi untuk barang jadi. Usaha untuk memupuk logam mulia melalui surplus ekspor tidak akan berhasil. Surplus ekspor yang harus dibayar dengan logam mulia menimbulkan kenaikan dalam jumlah uang yang beredar yang langsung akan mendorong ke arah naiknya harga barang-barang dan jasa.

B. Keunggulan Absolut