Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Kelapa Sawit

Tantangan bagi pengembangan industri hilir minyak sawit lainnya adalah masih lemahnya dukungan lembaga penelitian termasuk pembangunan riset yang kuat secara nasional, serta kurangnya penggalian informasi untuk memperkokoh strategi pengembangan industri kelapa sawit baik dari hulu mapun ke hilir. Tantangan yang dihadapi pengembangan industri hilir juga terdapat pada kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah menyangkut kelapa sawit belum terorganisasi dengan baik dan belum mendorong ke arah pengembangan lebih jauh dari industri sawit yang kompetitif. Malaysia membebaskan pajak ekspor CPO ke Belanda, sementara Indonesia menerapkan pajak ekspor US 5.5 per ton CPO pada Desember 2005. Malaysia juga memiliki safety net fund untuk mengendalikan harga minyak goreng dalam negeri, sementara di Indonesia tidak ada. Efek lanjutan dari kebijakan larangan ekspor sawit pada tahun 1998 juga membuat ekspor kelapa sawit Indonesia belum sebaik Malaysia Media Indonesia, 2004. Beberapa peraturan pemerintah masih membebankan industri minyak sawit, maupun menghambat investasi di industri minyak sawit. Menurut Direktur Eksekutif KPPOD, dari 1.600 peraturan daerah Perda yang diteliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah KPPOD, sebanyak 500 atau 31 persen diusulkan untuk dicabut karena masih menghambat masuknya investasi di daerah dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

6.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Kelapa Sawit

Berdasarkan hasil regresi model luas areal kelapa sawit Lampiran 4 nilai koefisien determinasi Adjusted R-squared yang diperoleh sebesar 98.10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 98.10 persen keragaman luas areal kelapa sawit dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas lainnya yang terdapat dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 1.9 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model yang diduga. Kondisi yang dapat menyatakan adanya hubungan linear antar variabel independen adalah multikolinearitas. Uji multikolinear dapat dilihat dari nilai R 2 , yaitu sebesar 0.98. Nilai ini berada pada batas ambang, yaitu antara 0.7-1. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan dengan melihat nilai dari probabilitas yang dihasilkan, yaitu sebesar 0.06 untuk setiap variabel bebas sudah menyebar normal. Hal ini menunjukkan nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata lima persen. Berdasarkan hasil pengujian, asumsi normalitas sudah terpenuhi. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitasnya, yaitu sebesar 0.75. Nilai ini lebih besar dari hasil pengujian pada taraf nyata lima persen, yang mengindikasikan bahwa data tidak mengandung masalah autokorelasi. Uji heteroskedastisitas dilihat dari nilai ObsR-squared, yaitu sebesar 11.54 dan nilai probabilitasnya adalah 0.24 lebih besar dari taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam data. Berdasarkan Tabel 3 di bawah ini, luas areal kelapa sawit Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh harga CPO domestik pada tingkat kepercayaan 80 persen. Luas areal kelapa sawit tahun sebelumnya pun berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Harga CPO secara ekonomi memiliki hubungan positif terhadap luas areal kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan, bahwa harga CPO mempengaruhi pertumbuhan luas areal kelapa sawit. Dimana, harga CPO domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga CPO di pasar internasional yang secara langsung dapat menarik minat para pengusaha kelapa sawit untuk memperluas areal perkebunannya. Luas areal kelapa sawit tahun sebelumnya memiliki hubungan positif terhadap luas areal kelapa sawit tahun berikutnya. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal, yaitu jika luas areal kelapa sawit tahun sebelumnya meningkat maka luas areal kelapa sawit tahun berikutnya akan mengalami peningkatan pula. Tabel 3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1987-2007 Variabel Koefisien t-stasistik Prob. Intersep 236024.0 1.893413 0.0765 HCPO 163.4501 1.474729 0.1597 HK 0.061407 0.531737 0.6022 LA-1 0.854073 6.900773 0.0000 R-square = 98.40 ; DW-stat = 2.07 ; F-stat = 328.15 ; Prob F-stat = 0.00 Keterangan : nyata pada taraf nyata 5 nyata pada taraf nyata 20 Variabel yang tidak sesuai dengan hipotesis awal adalah harga karet. Hal ini disebabkan oleh karena kelapa sawit merupakan produk subtitusi terhadap karet. Meningkatnya luas areal kelapa sawit diikuti oleh meningkatnya harga CPO domestik. Nilai koefisien harga CPO sebesar 163.45, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO terhadap luas areal kelapa sawit sebesar satu satuan akan mengakibatkan peningkatan pada luas areal kelapa sawit Indonesia sebesar 163.45 satuan. Meningkatnya harga karet sebesar satu satuan akan meningkatkan luas areal kelapa sawit sebesar 0.06 satuan. Meningkatnya luas areal kelapa sawit tahun sebelumnya akan meningkatkan luas areal kelapa sawit sebesar 0.85 satuan.

6.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas CPO