Teori Produksi Teori Nilai Tukar Teori Ekspor Impor

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Teori Produksi

Menurut Lipsey 1995, bahwa produksi adalah tindakan dalam membuat komoditas, baik barang maupun jasa. Fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input. Nicholson 2002, menyatakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi kapital K dan tenaga kerja T. Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara sistematis fungsi produksi sebagai berikut: Q = f K, T, ... Dimana: Q = output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu K = kapital T = tenaga kerja f = menggambarkan bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output

3.1.2 Teori Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual Lipsey, 1995. Menurut Mankiw 2003, kurs exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa memperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah, harga barang-barang luar negeri lebih mahal dan harga barang-barang domestik akan relatif lebih murah. Apabila kurs riil tinggi maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal, sebagai akibatnya penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor dan orang asing akan sedikit membeli barang kita.

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang lanjut jika dibandingkan dengan teori perdagangan internasional pada mulanya, yaitu yang sering disebut sebagai Merkantilisme. Pada bagian di bawah ini disampaikan perkembangan teori perdagangan internasional tersebut, uraian perkembangan teori ini berasal dari tulisan Wild et al., 2008.

A. Merkantilisme

Teori perdagangan ini menyatakan bahwa negara-negara harus mengumpulkan kekayaan finansial, biasanya dalam bentuk emas dengan mendorong ekspor dan menghambat impor. Negara-negara yang menganut paham ini adalah Inggris, Perancis, Belanda, Portugal dan Spanyol. Penganjur merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich. Kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide pokok dalam bidang perdagangan luar negeri: 1. Penumpukan logam mulia 2. Surplus perdagangan, hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan nilai ekspor atas nilai impor. Perkembangan ide tersebut tidak dapat dilepaskan dari perkembangan usaha-usaha untuk mendirikan negara-negara nasional yang kuat di Eropa pada waktu itu. Mereka melakukan pelayaran dan eksploitasi seperti ke Afrika, Asia, Amerika Utara, Selatan dan Latin. Kolonisasi ini sangat menguntungkan negara- negara kolonial, dan setiba di negara yang menjadi koloninya dieksploitasi sumberdayanya. Tujuan utama kebijakan merkantilisme adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu. Perdagangan luar negeri adalah alat utama untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana yang dikatakan Josiah Child, seorang pendukung merkantilisme 1630-1699 bahwa perdagangan luar negeri menghasilkan kekayaan, kekayaan menghasilkan kekuasaan, kekuasaan melindungi atau mempertahankan perdagangan. Negara mengimplementasikan merkantilisme dengan cara: pertama, negara meningkatkan kesejahteraannya dengan memelihara surplus perdagangan, yaitu suatu kondisi dimana nilai ekspor suatu negara lebih besar dari nilai impornya. Karena itu setiap negara wajib berusaha untuk memperoleh suatu neraca perdagangan yang menguntungkan dalam bentuk surplus perdagangan. Surplus perdagangan dalam merkantilisme berarti bahwa suatu negara mendapatkan lebih banyak emas atas penjualan produk ekspornya daripada mengeluarkannya untuk produk impor. Suatu defisit perdagangan adalah kondisi dimana nilai impor suatu negara lebih besar dari nilai ekspornya. Defisit perdagangan dalam merkantilisme merupakan hal yang harus dihindari pada setiap biaya-biaya. Kedua, pemerintah suatu negara mengintervensi perdagangan internasional, dengan memelihara surplus perdagangan. Menurut merkantilisme surplus perdagangan, timbunan kekayaan tergantung atas kenaikan surplus perdagangan suatu bangsa, bukan dengan memaksa menambah nilai atau volume perdagangan. Pemerintah merkantilis melakukan surplus perdagangan dengan melarang impor secara resmi atau menciptakan berbagai macam pembatasan- pembatasan impor seperti tarif atau kuota. Pada saat yang sama mereka mensubsidi industri-industri di negaranya untuk memperluas ekspor. Ketiga, negara-negara merkantilis akan melakukan kolonialisasi ke seluruh dunia dengan mengeksploitasi bahan baku dan perluasan pasar sehingga harga produk akhirnya menjadi lebih tinggi. Sumber bahan baku yang esensial meliputi teh, gula, tembakau, karet dan katun. Saat ini banyak negara mencoba untuk memelihara surplus perdagangan melalui praktek neo-merkantilisme atau nasionalisme ekonomi. Jepang sering dipandang mempraktekkan neo-merkantilisme, karena secara konsisten memelihara surplus perdagangan yang tinggi dengan beberapa negara industri, khususnya USA. Perancis dipandang juga sebagai negara yang menerapkan neo- merkantilisme dengan mitra dagangnya mendorong team ekspor dimasa ekonomi yang sulit di masa lalu. Masalah utama dengan merkantilisme adalah bahwa aliran ini memandang perdagangan internasional sebagai zero–sum game, dimana memandang sebuah negara hanya mendapatkan keuntungan bila mengorbankan negara lain. Namun, bila semua negara membentengi pasarnya dari impor dan memaksakan ekspornya kepada negara lain, maka perdagangan internasional akan sangat terbatas. Juga kebijakan kolonial membuat pasar-pasar potensial tetap miskin karena pasar-pasar tersebut hanya menerima sedikit uang bagi bahan bakumentah, namun dikenakan harga yang tinggi untuk barang jadi. Usaha untuk memupuk logam mulia melalui surplus ekspor tidak akan berhasil. Surplus ekspor yang harus dibayar dengan logam mulia menimbulkan kenaikan dalam jumlah uang yang beredar yang langsung akan mendorong ke arah naiknya harga barang-barang dan jasa.

B. Keunggulan Absolut

Ekonom Skotlandia Adam Smith, menempatkan keunggulan absolut pada urutan pertama dari empat teori perdagangan di tahun 1776. Kemampuan suatu negara untuk memproduksi dengan baik dan efisien dibanding negara lainnya disebut keunggulan absolut. Dengan kata lain, negara yang mempunyai keunggulan absolut dapat menghasilkan keluaran yang lebih baik dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit atau sama dibanding negara lain. Alasan Smith diantaranya adalah bahwa perdagangan internasional akan sangat terbatas dengan tarif dan kuota tetapi diperbolehkan agar ada aliran perdagangan. Suatu negara dapat berkonsentrasi pada pembuatan suatu barang yang punya keunggulan dari negara lain yang membutuhkannya tapi tidak memproduksinya. Teori ini tidak menilai suatu negara dengan berapa banyak emas dan perak yang dimiliki tetapi dinilai dari kehidupan standar kesejahteraan warganya. Kekuatan teori keunggulan absolut memperlihatkan keuntungan yang ada merupakan suatu masalah yang potensial.

C. Keunggulan Komparatif

Ekonom Inggris bernama David Ricardo membangun teori keunggulan komparatif pada tahun 1817. Suatu negara mempunyai keunggulan komparatif ketika negara tersebut tidak bisa memproduksi barang secara lebih efisien dari negara lain, tetapi dapat memproduksinya secara lebih efisien dibanding barang lain. Dengan kata lain, perdagangan tetap menguntungkan jika suatu negara tidak efisien dalam memproduksi dua barang, selama dapat memproduksi salah satu barang secara lebih efisien dari barang lain.

D. Teori Faktor ProporsiTeori Heckscher-Ohlin

Di awal tahun 1900, teori perdagangan lebih terfokus pada proporsi supply sumber daya suatu negara. Biaya-biaya sumberdaya sederhana untuk permintaan dan penyediaan. Faktor supply permintaan akan relatif lebih mahal dari faktor-faktor supply permintaan relatif. Teori faktor proporsi menyatakan suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang tersedia banyak dan mengimpor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang lebih sedikit ketersediaannya di suatu negara. Teori ini muncul dari penelitian dua ekonom Heckscher-Ohlin. Teori faktor proporsi berbeda dengan teori keunggulan komparatif menyatakan suatu negara akan berspesialisasi menghasilkan barang jika dapat memproduksinya secara lebih efisien dari barang lainnya. Selanjutnya fokus dari teori keunggulan absolut adalah pada produktifitas dari proses produksi beberapa barang. Sangat kontras, teori faktor proporsi menyatakan suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor barang yang memerlukan faktor produksi yang banyak tersedia dan murah bukan barang-barang yang paling produktif. Teori faktor proporsi membagi sumberdaya suatu negara menjadi dua kategori, yaitu tenaga kerja dan lahan serta peralatan modal. Prediksinya suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang yang memerlukan tenaga kerja jika biaya tenaga kerja relatif lebih murah dari biaya lahan dan peralatan modal. Alternatif lain suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang yang memerlukan lahan dan peralatan modal jika biayanya lebih murah dari biaya tenaga kerja. Meskipun seruan konsep teori faktor proporsi tidak mendukung dengan studi terjadinya perdagangan internasional, yang pertama kali menemukan dan mengungkapnya melalui riset adalah Liontief pada awal 1950. Liontief mengemukakan bahwa Amerika dengan sumberdaya modalnya mengekspor barang yang membutuhkan sumber daya modal dan mengekspor barang-barang yang memerlukan intensif tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan antara prediksi teori faktor proporsi dengan yang terjadi pada perdagangan internasional dan dinamakan penyimpangan Liontief.

E. Internasional Product Life Cycle Teori Daur Hidup Produk

Internasional Raymond Vernon menyatakan teori perdagangan ini di tahun 1960 untuk barang-barang hasil industri. Teorinya menyatakan bahwa suatu negara akan mulai mengekspor produknya dan kemudian menginvestasikan sejalan dengan daur hidup produknya. Teori itu menjelaskan mengapa suatu negara mengekspor sebelum mengimpor barang yang sama. Walaupun Vernon membangun model tersebut berdasarkan keadaan yang ada di Amerika, hal itu dapat digeneralisasikan untuk pasar-pasar inovasi di dunia, seperti Australia, Uni Eropa, Jepang dan Amerika Utara. Gambar 1 menjelaskan proses terjadinya aliran perdagangan dari teori tersebut. Teori daur hidup produk internasional mengikuti tahapan siklusnya dari baru menjadi matur dan standar dimana produk tersebut diproduksi. Pada saat produk baru, tahap pertama terdapat kekuatan pembelian dan permintaan pembeli dalam industri suatu negara dengan desain dan konsep baru produk. Karena permintaan dalam negeri sangat tinggi, perusahaan memproduksi untuk mencukupi kebutuhan di dalam negaranya sendiri. Pada saat produk matur, pasar domestik dan pasar-pasar lainnya telah sadar akan keberadaan dan kegunaan produk serta keuntungannya. Dalam waktu singkat permintaan meningkat, ekspor dimulai untuk meningkatkan pangsa penjualan, inovasi perusahaan terus berjalan dan diproduksi tetapi di dalam negeri dengan permintaan yang lebih tinggi. Gambar 1. Product-Life Cycle Sumber: Wild et al., 2008 Pada saat produk standar, persaingan semakin ketat menyebabkan adanya tekanan pada perusahaan untuk mempertahankan penjualan yang ada. Pasar menjadi sensitif pada harga, perusahaan mulai mencari dengan agresif biaya-biaya produksi yang murah untuk mensupply pertumbuhan pasar dunia. Lebih baik memproduksi di tempat lain dan pasar dalam negeri akan lebih baik mengimpornya.

F. Keunggulan Kompetitif Nasional

Michael Porter mengungkapkan sebuah teori pada tahun 1990 untuk menggambarkan kenapa beberapa negara adalah pemimpin dalam produksi dari produk khusus. Teori keunggulan kompetitif nasional yang diungkapkan Porter mengatakan bahwa sebuah daya saing nasional dalam suatu industri tergantung pada kapasitas industrinya untuk inovasi dan meningkatkan diri. Porter bekerja menggabungkan beberapa elemen tertentu dari teori perdagangan internasional sebelumnya tetapi juga membuat beberapa penemuan baru yang penting. Porter tidak hanya menjelaskan pola ekspor dan impor nasional, tetapi juga menjelaskan kenapa beberapa negara lebih kompetitif dalam beberapa industri. Porter mengidentifikasi empat elemen yang diperlihatkan semua negara untuk bermacam tingkatan yang membentuk dasar dari daya saing nasional Gambar 2, yang terdiri dari 1 faktor kondisi; 2 kondisi permintaan; 3 industri terkait dan pendukung; 4 strategi perusahaan, struktur, dan persaingan. Adapun beberapa elemen dan strategi untuk dapat saling terkait dalam mendukung daya saing nasional, yaitu: Kondisi Faktor. Teori faktor proporsi mempertimbangkan sumber daya nasional, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, iklim, atau kondisi permukaan, seperti faktor terpenting dalam penentuan produk negara yang akan diproduksi dan diekspor. Faktor Keahlian. Faktor keahlian termasuk di dalamnya seperti tingkat keahlian segmen yang berbeda dari tenaga kerja dan kualitas teknologi infrastruktur di suatu negara. Faktor keahlian menghasilkan investasi dalam pendidikan dan inovasi seperti dalam pelatihan pekerja dan penelitian dan pengembangan teknologi. Mengingat faktor dasar dapat menjadi cetusan awal untuk kenapa seorang ahli ekonomi memulai memproduksi sebuah produk khusus, akun faktor keahlian untuk menyokong keuntungan kompetitf sebuah negara menikmati produk tersebut. Kondisi Permintaan. Pembeli yang bijaksana di dalam pasar dalam negeri adalah penting bagi keuntungan kompetitif nasional dalam sebuah area produk. Sebuah pasar domestik yang bijaksana mendorong perusahaan untuk memodifikasi produk yang ada termasuk mendesain fitur baru dan mengembangkan seluruh produk dan teknologi baru. Perusahaan dalam pasar dengan pembeli yang bijaksana harus melihat persaingan dari seluruh peningkatan group . Sebagai contoh, pasar perangkat lunak komputer AS yang bijaksana telah membantu perusahaan memberi dasar di Amerika Serikat sebuah batas dalam pengembangan produk perangkat lunak baru. Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan Industri Terkait dan Pendukung Faktor Kondisi Kondisi Permintaan Gambar 2. Komponen Keunggulan Kompetitif Nasional Sumber: Wild et al., 2008 Industri Terkait dan Pendukung. Perusahaan yang memiliki sebuah industri yang berdaya saing internasional tidak dapat menutup diri. Sepertinya, industri pendukung bermunculan guna menyediakan input yang dibutuhkan oleh industri. Hal ini dapat terjadi saat perusahaan mendapatkan keuntungan dari produk atau teknologi proses dari sebuah awal industri berdaya saing internasional menuju pembentukan kelompok dari hubungan aktivitas ekonomi dalam daerah geografi yang sama. Kehadiran dari kelompok ini memberikan penguatan pada produktivitas, dan oleh karena itu daya saing dari setiap industri tanpa pengelompokan. Sebagai contoh, Italia adalah tempat bagi sebuah kelompok yang sukses dalam industri sepatu yang memiliki keuntungan yang besar dari negara penyamakan kulit dan industri disain mode. Jumlah yang relatif kecil dari kelompok biasanya tercatat untuk sebuah pembagian utama dari aktivitas ekonomi regional. Mereka biasanya juga mencatat untuk pembagian mayoritas dari aktivitas ekonomi yaitu “ekspor” ke lokasi lain. Pengelompokan eksportir yaitu mereka yang mengekspor produk atau melakukan investasi untuk bersaing di luar area lokal adalah sumber daya utama dari sebuah area kemakmuran jangka panjang. Walaupun permintaan untuk industri lokal menjadi terbatas sifatnya dengan jumlah dari pasar lokal, sebuah kelompok pengekspor dapat tumbuh jauh melampaui batasnya. Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan. Keputusan strategis perusahaan memiliki dampak yang panjang pada kemampuan daya saing di masa mendatang. Perhatian manajer-manajer untuk menghasilkan produk berkualitas yang bernilai bagi pembeli ketika memaksimumkan pangsa-pasar perusahaan dan atau pengembalian keuangan adalah penting. Tetapi manajer dengan keahlian tinggi tidak terlalu dibutuhkan. Padanan yang penting adalah struktur industri dan persaingan antar perusahaan-perusahaan nasional. Perhatian lebih pada ketahanan adalah kemampuan bertahan diantara perusahaan domestik nasional, semakin besar akan menjadi daya saingnya. Penekanan daya saing membantu mereka untuk bersaing melawan impor dan melawan perusahaan yang mungkin mengembangkan kehadiran produksi di pasar dalam negeri. Pemerintah dan Perubahan. Di luar dari empat faktor yang diidentifikasi sebagai bagian dari berlian Porter, Porter mengidentifikasi peran pemerintah dan perubahan dalam membantu perkembangan daya saing nasional dari industri.

3.1.4 Teori Ekspor Impor

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama 11 . Menurut Salvatore 1997 perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu masalah yang timbul akibat adanya pertukaran komoditas suatu negara. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut Salvatore, 1997. Secara teoritis, negara A akan mengekspor komoditas X kepada negara B apabila harga domestik komoditas tersebut sebelum terjadinya perdagangan relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan penawaran excess supply di negara A, yaitu produksi domestik lebih tinggi daripada konsumsi domestik. Hal ini menggambarkan bahwa negara A memiliki faktor produksi yang relatif melimpah. Kondisi ini menciptakan peluang bagi negara A untuk menjual kelebihan produksinya kepada negara lain. Di lain pihak, negara B mengalami kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi 11 http:wapedis.mobiidperdagangan internasional [8 Januari 2008] domestiknya excess demand sehingga tingkat harga domestik menjadi tinggi. Keadaan ini menimbulkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas X dari negara lain yang harganya lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan adanya perdagangan, dalam hal ini negara A mengekspor komoditasnya ke negara B. Panel A Panel B Panel C Pasar di Negara 1 Hubungan Perdagangan Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X Internasional Komoditi X untuk Komoditi X P x P y PxPy PxPy S x P 3 S x A P 3 S A P 2 B E B E B E D Impor D x P 1 A A D x x 0 x 0 x Gambar 3. Proses Perdagangan Internasional Keseimbangan Parsial Sumber: Salvatore, 1997 Keterangan: P x P y : Harga relatif komoditi X P 1 : Harga domestik komoditi X di Negara 1 tanpa perdagangan internasional P 2 E : Harga komoditi X setelah terjadi perdagangan internasional P 3 : Harga domestik komoditi X di negara 2 tanpa perdagangan internasional A : Keseimbangan di Negara 1 A’ : Keseimbangan di Negara 2 B-E : Jumlah yang diekspor oleh Negara 1 B’E’ : Jumlah yang diimpor oleh Negara 2 Secara spesifik, panel A Gambar 3 memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P 1 , sedangkan negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P 3 . Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara keduanya, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P 1 dan P 3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan ekonominya. Jika harga yang berlaku di atas P 1 , maka negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan domestik. Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor panel A ke negara 2. Jika harga yang berlaku lebih kecil dari P 3 , maka negara 1 akan mengalami peningkata permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produk domestik. Hal tersebut akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhan atas komoditi X itu dari negara 1 panel C. Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 1 , kuantitas komoditi X yang ditawarkan QS x akan sama dengan kuantitas yang diminta QD x oleh konsumen di negara 1, dan demikian pula halnya dengan negara 1 jadi negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik A pada kurva S pada panel B yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1. Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 2 , maka akan terjadi kelebihan penawaran QS x apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X QD x , dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P 2 . BE sama dengan BE dalam panel B, dan disitulah terletak titik E yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1 atau S. Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 3 maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya atau QD x = QS x titik A’, sehingga negara 2 tidak akan mengimpor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan dengan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X negara 2 D yang berada di panel B. Panel C itu juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P 2 akan terjadi kelebihan permintaan QD x lebih besar dari QS x sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P 2 . Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan BE pada panel B yang menjadi kedudukan E. Titik ini sendiri melambangkan jumlah atau tingkat permintaan impor komoditi X dari penduduk di negara 2 D. Berdasarkan harga relatif P 2 , kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 yakni B’E’ dalam panel C sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 1 yaitu BE dalam panel A. Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan S setelah komoditi X diperdagangkan diantara kedua negara tersebut panel B. Dengan demikian P 2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari panel B tersebut kita juga dapat melihat bahwa apabila P x P y lebih besar P 2 , maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan melebihi tingkat impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu P x P y akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan sama dengan P 2 . Dilain pihak apabila P x P y lebih kecil dari P 2 , maka kuantitas impor komoditi X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan sehingga P x P y pun akan meningkat dan pada akhirnya akan sama dengan P 2 .

3.1.5 Konsep Perdagangan Internasional