Harga CPO Domestik Penelitian Terdahulu

bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk persediaan. Berdasarkan teori tersebut, maka fungsi ekspor suatu negara dapat dituliskan sebagai berikut: X t = Q t – C t + S t Dimana: X t = Jumlah ekspor komoditas suatu negara pada tahun ke-t Q t = Jumlah produksi komoditas suatu negara pada tahun ke-t C t = Jumlah konsumsi komoditas suatu negara pada tahun ke-t S t = Jumlah persediaan komoditas suatu negara pada tahun ke-t Untuk membatasi ekspor CPO maka pemerintah mengenakan pajak ekspor terhadap eksportir. Tujuannya, untuk menjamin kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumberdaya alam, mengantisipasi kenaikan harga di pasar internasional, hingga menjaga stabilitas harga dalam negeri. Kebijakan tarif ekspor CPO dimulai pada tahun 1978 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama SKB Mendagkop No.275KPBX178, Mentan No.764KptsUM121978 dan Menperindag No.252MSK121978. Nilai tukar dan harga bahan bakar minyak dunia diduga menjadi bahan pertimbangan oleh pengusaha dalam mengekspor CPO.

2.5 Harga CPO Domestik

Menurut Salvatore 1997, penentuan harga di dalam perdagangan internasional berdasarkan pada harga relatif dari komoditas yang dipertukarkan pada masing-masing negara. Harga relatif komoditas dalam kondisi equilibrium tercipta ketika proses perdagangan internasional telah berlangsung cukup lama. Harga tersebut tercipta setelah hubungan dagang antara kedua negara berlangsung dalam waktu yang cukup panjang sehingga tersedia cukup waktu bagi kekuatan- kekuatan penawaran dan permintaan untuk saling bertemu dan menentukan harga yang disepakati. Berdasarkan pengertian tersebut maka, dapat dirumuskan persamaannya sebagai berikut: P t = f X t , M t , P t-1 Dimana: P t = Harga komoditas suatu negara pada tahun ke-t X t = Jumlah ekspor komoditas suatu negara pada tahun ke-t M t = Jumlah impor komoditas suatu negara pada tahun ke-t P t-1 = Harga komoditas suatu negara pada tahun ke-t Jika pemerintah melakukan devaluasi nilai tukar rupiah, maka akan terjadi peningkatan ekspor. Sebab devaluasi akan menjadikan harga ekspor minyak sawit Indonesia menurun untuk tingkat harga yang konstan. Devaluasi rupiah terhadap dollar menyebabkan harga konstan di pasar dunia; nilai tukar rupiah terhadap dollar menurun. Dengan demikian, importir minyak sawit akan membayar dengan dollar yang lebih sedikit untuk nilai rupiah yang sama. Karenanya dilihat dari sisi harga minyak sawit Indonesia menjadi turun yang dapat memacu peningkatan ekspor dan diikuti oleh pengenaan pajak ekspor dalam membatasi ekspor tersebut. Jika harga CPO domestik naik, maka biaya produksi akan naik pula. Dan pada akhirnya akan memaksa produsen minyak sawit untuk menaikkan harga jual di pasar domestik. Jika keadaan ini tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan harga minyak sawit melebihi harga internasional maka akan timbul kesulitan dalam melakukan ekspor.

2.6 Penelitian Terdahulu

Menurut Prahastuti 2000, dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan minyak sawit CPO; serta keterkaitan pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia, telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, ekspor CPO, produksi minyak goreng sawit, konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit, harga CPO domestik, harga ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit. Selain itu, penelitiannya juga bertujuan untuk mengetahui tingkat ketekaitan antara pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, harga pupuk, harga ekspor CPO, dan tingkat suku bunga. Produksi CPO di Indonesia dipengaruhi harga CPO domestik dan luas areal perkebunan kelapa sawit. Sedangkan ekspor CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestik, produksi CPO, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik dan penewaran CPO domestik. Produksi minyak goreng sawit di Indonesia dipengaruhi penawaran CPO domestik. Pembentukan harga CPO domestik dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Harga ekspor CPO dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia CPO dan produksi CPO Indonesia. Harga minyak goreng sawit dipengaruhi fluktuasi harga CPO domestik. Menurut Askadarimi 2007 tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan minyak sawit CPO Indonesia, yang bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, luas areal, produktivitas, ekspor, impor minyak sawit, dan dampak perubahan pajak ekspor CPO terhadap volume perdagangan minyak sawit Indonesia. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan yang diduga dengan metode Two Stage Least Square 2SLS dengan menggunakan data tahun 1975 hingga tahun 2004, sedangkan untuk menganalisis dampak penurunan pajak ekspor CPO terhadap perdagangan CPO Indonesia silakukan simulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi minyak sawit CPO Indonesia tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal kelapa sawit dan produktivitas minyak sawit Indonesia. Oleh sebab itu, produksi dinyatakan dalam persamaan identitas. Persamaan luas areal kelapa sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil CPO domestik, harga karet domestik, dummy kebijakan perluasan areal kelapa sawit Indonesia dan luas areal kelapa sawit Indonesia tahun sebelumnya pada taraf nyata lima persen dan 15 persen. Nilai koefisien determinasi R 2 dari model sebesar 99.51 persen dan nilai F-hitung sebesar 1,2225.575. Berdasarkan nilai elastisitas, harga riil CPO domestik, harga riil karet domestik, dan dummy kebijakan perluasan areal kelapa sawit bersifat responsif pada jangka panjang. Persamaan produktivitas berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen dan 10 persen, sedangkan harga riil pupuk domestik tidak berpengaruh nyata. Persamaan ekspor minyak sawit berpengaruh secara nyata pada taraf 5 persen. Persamaan impor berpengaruh nyata pada taraf 10 dan 15 persen. Pajak ekspor berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO Indonesia mengindikasikan bahwa perlunya pemerintah memberlakukan kebijakan penurunan pajak ekspor CPO yang relatif rendah saja menyebabkan volume ekspor CPO meningkat. Menurut Nurdiyani 2007, yang berjudul analisis dampak rencana penerapan pungutan ekspor kakao terhadap integrasi pasar kakao yang bertujuan 1 menganalisis integrasi pasar kakao dunia dan dalam negeri, termasuk di beberapa sentra kakao di Indonesia; 2 menganalisis dampak kebijakan pungutan ekspor kakao terhadap integrasi pasar kakao Indonesia serta implikasinya terhadap para stakeholder agribisnis kakao. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer wawancara dengan pihak ASKINDO dan sekunder berupa data harga bulanan kakao. Alat analisis yang digunakan adalah model integrasi pasar berupa model Autoregressive Distributed Lag. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar kakao dalam negeri dan dunia tersegmentasi dan tidak tersegmentasi dalam jangka pendek. Dengan demikian harga yang terbentuk di dalam negeri tidak dipengaruhi oleh perubahan ini tidak langsung diteruskan ke pasar dalam negeri, pembentukan harga kakao di dalam negeri hanya dipengaruhi oleh harga kakao sebelumnya di pasar domestik pengaruhnya sebesar 71 persen dan dipengaruhi pula oleh harga bulan sebelumnya di dunia. Widyanti 2007 tentang analisis integrasi pasar CPO dunia dengan minyak goreng dan TBS domestik serta pengaruh tarif ekspor BBM dunia, bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar CPO, minyak goreng, dan TBS domestik; pengaruh tarif ekspor dan harga BBM dunia. Data yang digunakan peneliti data deret waktu time series yang berjumlah 72 bulan Januari 2001 – Januari 2006. Pengolahan data dengan menggunakan pendekatan metode Vector Autoregression VAR, dan perangkat lunak Microsoft 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif ekspor merupakan bentuk ketidakefektifan kebijaksanaan pemerintah dalam industri perkelapasawitan karena dengan adanya tarif ekspor, ekspor CPO akan berkurang. Berdasarkan pada penelitian terdahulu, maka persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditas yang diteliti yaitu CPO dan menggunakan persamaan simultan; perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tujuan penelitian yang berbeda selain itu penelitian ini khusus membahas tentang pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square 2SLS dengan bantuan E-views.

III. KERANGKA PEMIKIRAN