83 yang yang termasuk dalam kelas tidak sesuai. Adanya perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan persepsi dalam penggunaan kriteria lereng. Penggunaan kriteria lereng pada analisis peta kesesuaian lahan didasarkan pada penyebaran
kelerengan yang ada di wilayah studi yaitu antara 0 sampai 40 , sedangkan penggunaan kriteria lereng hasil analisis seperti pada Tabel 12 dan
13 hanya didasarkan pada lereng yang sesuai untuk pengembangan beberapa komoditas unggulan yaitu 30 yang penyebaraanya lebih mendominasi jika
dibandingkan dengan kelerengan 30 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat kelas kesesuaian lahan yang termasuk dalam kelas tidak sesuai
N untuk pengembangan komoditas pertanian di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, namun penyebarannya lebih sedikit dibandingkan dengan kelas
kesesuaian lahan yang sesuai S, kecuali pada komoditas tertentu seperti komoditas padi sawah dan padi ladang.
d. Kegiatan Usahatani
Data tentang kegiatan usahatani yang dilakukan petani di wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang diperoleh melalui kegiatan survai terhadap
rumah tangga petani. Jumlah responden sebanyak 150 yang diambil dari empat kecamatan dekat perbatasan yaitu Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan
Seluas, Kecamatan jagoi Babang, dan Kecamatan Siding. Responden dalam penelitian ini, 100 adalah petani yang mengelola usahatani padi dan jagung
sebagai usahatani pokok serta usahatani sayuran, perkebunan dan peternakan sebagai usahatani tambahan. Untuk menopang kehidupannya, mereka juga
melakukan usaha lainnya seperti menjadi buruh bangunan dan membuka toko. Keadaan umur responden terdiri dari 10 berumur antara 21-30 tahun,
80 berumur antara 31 -50 tahun sedangkan sisanya 10 berumur lebih dari 50 tahun. Pendidikan para responden sebagian besar 46 berpendidikan
hanya SD, sedangkan 24 berpendidikan SLTP dan 24 berpendidikan SLTA,, serta hanya sekitar 6 yang berpendidikan diplomasarjana.
Luas kepemilikan lahan usahatani berkisar antara 0,5 sampai 3,5 ha, yang terdiri dari lahan sawah rata- rata seluas 0,5 ha dan lahan kering tegalan
rata-rata seluas 3,0 ha. Lahan sawah tersebut umumnya hanya diusahakan sekali dalam setahun untuk pertanaman padi sawah. Sedangkan untuk lahan
kering, selain digunakan untuk pertanaman padi ladang, juga digunakan untuk pertanaman jagung, sayuran, dan komoditas perkebunan. Sistem pertanaman
umumnya dilakukan dengan sistem monokultur mengingat ketersediaan lahan
84 untuk penanaman masing-masing komoditas tersebut masih tersedia cukup luas.
Sedangkan sistem tumpang sari hanya sebagaian kecil petani yang melakukan dan ini hanya terlihat di Kecamatan Sanggau Ledo. Pemanfaatan lahan kering
lebih banyak digunakan untuk pertanaman jagung, terutama di Kecamatan Sanggau Ledo dan Kecamatan Seluas dengan intensitas penanaman dapat
dilakukan dua atau tiga kali dalam setahun tergantung kondisi iklim. Komoditas yang dikembangkan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang pada dasarnya cukup banyak baik untuk tanaman pangan dan hortikultura seperti padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
tanah, kacang hijau, dan kedelai; tanaman sayuran seperti ketimun, terong, kacang panjang, cabe besar, tomat, dan buncis; tanaman perkebunan seperti
karet, kelapa hibryda, kopi, lada, kakao, dan kelapa sawit; maupun komoditas peternakan seperti ternak sapi, kambing, ayam buras, itik, dan babi.
Beragamnya komoditas pertanian yang diusahakan oleh petani ini sangat ditentukan oleh peluang pasar yang ada dimana komoditas-komoditas tersebut
memiliki permintaan pasar yang tinggi baik pasar dalam negeri maupun masar luar negeri terutama Malaysia. Untuk komoditas jagung, pengembangannya baru
digunakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri terutama kota Singkawan dan Kota Pontianak, sedangkan untuk komoditas lainnya, selain untuk memenuhi
permintaan konsumen dalam negeri, sebagian di pasarkan ke negara tetangga Malaysia walaupun masih dalam jumlah yang relatif sedikit.
Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dilakukan secara ekonomis menguntungkan atau merugi secara ekonomi dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis usahatani yang didukung data-data yang memadai baik data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi maupun biaya upah dan
ongkos yang dikeluarkan. Berhubung keterbatasan data, maka hanya beberapa komoditas saja yang dapat dianalisis usahataninya. Hasil analisis usahatani
beberapa komoditas seperti pada Tabel 16 dan secara rinci seperti terlihat dalam Lampiran 5
Pada Tabel 16, terlihat bahwa apabila didasarkan nilai RC ratio, maka seluruh komoditas secara ekonomis menguntungkan untuk dikembangkan, tetapi
jika berdasarkan BC ratio, maka hanya komoditas jagung dan lada yang layak memberikan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi ini terlihat dari nilai RC
ratio dan BC ratio yang lebih besar dari satu BC ratio 1.
85 Tabel 16. Hasil Analisis Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Wilayah
Perbatasan Kabupaten Bengkayang No. Komoditas Total
Biaya Penerimaan
Keuntungan BC
ratio RC
ratio Komoditas Tanaman Pangan Per Hektar
1. Padi Sawah
2.704.786,- 5.072.071,-
2.367.285,- 0,88 1,88 2. Padi
Ladang 2.320.250,-
3.708.578,- 1.388.328,- 0,59 1,59
3. Jagung 4.236.967,-
9.215.437,- 4.978.470,- 1,18 2,18
Komoditas Perkebunan Per Hektar 5. Lada
7.458,000- 20.582.840,-
13.125.140,- 1,76 2,76 6. Karet
2.218.818,- 3.965.045,-
1.746.227,- 0,79 1,79 Komoditas Peternakan Per ekor
7 Ternak Sapi
6.200.500,- 8.500.000,-
2.300.000,- 0,37 1,37 Ternak
Kambing 1.950.000,-
3.000.000,- 1.050.000,- 0,54 1.54
Ternak Ayam 3.536.500,-
5.062.500,- 1.526.000,- 0,43 1,43
Semua komoditas tersebut pada prinsipnya memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini terlihat dari segi teknis
agronomis, sosial budaya masyarakat dan peluang pemasaran, komoditas ini memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap kondisi tanah, iklim, penanganan
teknologi dan hama penyakit, pemeliharaannya tidak terlalu intensif, sangat disenangi oleh masyarakat, dan memiliki peluang pasar yang luas baik untuk
pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri khususnya di Malaysia. Hanya saja untuk komoditas jagung dan karet belum dapat dipasarkan secara optimal
ke Malaysia karena selain kualitas yang masih rendah juga dari segi kuantitas belum mampu memenuhi permintaaan pasar luar negeri dalam jumlah yang
besar. Sedangkan komoditas lainnya seperti beras, lada dan sayur-sayuran sudah di pasarkan ke Malaysia walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari masyarakat di Malaysia, khususnya di Kota Serikin dan sekitarnya.
Dari sisi keuntungan yang diperoleh petani dalam setahun, menunjukkan bahwa usahatani lada yang memberikan nilai keuntungan terbesar yaitu sekitar
Rp 13.125.140,- perhektar disusul oleh usahatani jagung, padi sawah, ternak sapi, karet, ternak kambing, dan ternak ayam. Sedangkan yang terendah adalah
usahatani padi ladang dengan nilai keuntungan hanya sekitar Rp 1.388.328,- perhektar. Hasil analisis tersebut memperlihatkan nilai keuntungan dari usahatani
ini masih tergolong rendah, kecuali komoditas lada. Ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat produktivitas komoditas pertanian yang diusahakan oleh
petani. Rendahnya produktivitas komoditas pertanian tersebut, disebabkan oleh kondisi tanah dengan tingkat kesuburan yang rendah, minimnya pemakaian
86 sarana produksi pertanian saprodi seperti penggunaan pupuk dan pestisida,
kurangnya perhatian dalam pemeliharaan tanaman terutama dalam pengendalian hama, serta masih kurangnya sentuhan teknologi konvensional
dalam kegiatan budidaya, panen dan pasca panen. Untuk komoditas tanaman pangan, intensitas penanamannya rata-rata dilakukan hanya satu kali dalam
setahun. Sedangkan komoditas peternakan khususnya ternak sapi masih dikembangkan dalam skala kecil dan umumnya dikembangkan untuk
kepentingan membantu mereka dalam pengerjaan pengolahan tanah. Jika dilihat dari penggunaan biaya dalam kegiatan usahatani, umumnya
petani di daerah ini menggunakan biaya produksi yang relatif rendah. Banyak diantara mereka yang belum memanfaatkan pupuk dan pestisida dalam kegiatan
usahatani seperti di Kecamatan Siding, dan Kecamatan jagoi Babang. Demikian pula dalam hal biaya pemeliharaan dan biaya tenaga kerja seperti biaya
penanganan panen dan pasca panen, termasuk biaya pengangkutan hasil panen ke tempat penyimpanan dan konsumen belum banyak diperhitungkan. Pada
umumnya mereka memanfaatkan tenaga kerja dalam rumah tangga petani sendiri yang biayanya tidak diperhitungkan dalam kegiatan usahatani. Apabila
biaya-biaya produksi tersebut di atas diperhitungkan maka keuntungan usahatani yang diharapkan akan menjadi berkurang, sehingga perlu usaha-usaha untuk
lebih meningkatkan pendapatan petani. Peluang peningkatan pendapatan petani yang diperoleh dalam kegiatan usahatani masih dapat dilakukan baik melalui
perluasan areal ekstensifikasi dan intensifikasi usahatani melalui peningkatan intensitas penanaman menjadi 2 atau 3 kali dalam setahun untuk tanaman
pangan dan diversifikasi usahatani dengan pola tumpangsari antara tanaman pangan dengan tanaman perkebunan ataupun jenis komoditas lainnya yang
didukung fasilitas usahatani yang memadai.
5.4. Kesimpulan