Kualitas Air Deskripsi Wilayah Penelitian

Di wilayah barat Propinsi Banten jenis pasutnya adalah campuran yang condong ke harian ganda. Jenis pasut ini berarti dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan surut, dimana tinggi pasang pertama tidak sama dengan pasang kedua, dan surut pertama juga berbeda dengan surut kedua. Kisaran tinggi muka laut pada air pasang tertinggi higher high water level, HHWL di sekitar Suralaya adalah sekitar 108 cm. Di bagian barat Propinsi Banten, perairan ini berupa selat, yang menghubungkan antara laut Jawa dengan samudera Hindia. Dalam periode musim Timur yang berlangsung antara bulan Juli sampai September, sebagian massa air Laut Jawa yang relatif lebih hangat dan tawar mengalir ke samudera Hindia. Sebaliknya dalam periode musim barat yaitu pada bulan Desember sampai Februari sebagian massa air dari samudera Hindia dapat mempengaruhi perairan selat Sunda ini. Oleh karena itu perairan Selat Sunda memiliki sifat ambang antara perairan samudera dan laut. Di bagian barat Perairan Banten gelombang yang lebih besar diperkirakan terjadi dalam periode musim barat karena secara geografis garis pantai di bagian barat Banten berhadapan langsung dengan laut kearah barat. Besarnya gelombang yang terbentuk akan tergantung antara lain kepada besarnya kekuatan angin, lamanya angin bertiup, dan panjang perlintasan angin. Menurut Muawanah et al. 2005 bahwa Teluk Lada perairan lautnya telah mengalami pencemaran logam berat seperti kandungan Hg 0.09 mgL, Pb 0.015 mgL dan Cu 0.0276 mgL.

4.1.4. Kualitas Air

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh data beberapa parameter kualitas air, khususnya terkait dengan parameter pencemar yang dapat mempengaruhi kehidupan kerang hijau dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas daging dan gonadnya. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 13. Menurut laporan DPPK DKI Jakarta tahun 2006 bahwa suhu dan salinitas merupakan faktor penting yang secara langsung berpengaruh terhadap aspek biologi perairan. Hasil penelitian menunjukan suhu air laut di Teluk Jakarta berkisar 31-32 o C dan tidak jauh berbeda dengan Teluk Banten dan Teluk Lada Gambar 16. Demikian juga salinitas air laut di Teluk Jakarta berkisar 32-33 PSU dan Teluk Banten 34 PSU dan Teluk Lada 33 PSU. Di wilayah tropis pada umumnya suhu per- Tabel 13. Parameter fisika dan kimia kualitas air di lokasi penelitian Kamal, Marunda, Gembong, Karangantu dan Panimbang. No. Parameter Satuan STASIUN PENGAMATAN Teluk Jakarta Teluk Banten Teluk Lada 1 2 3 4 5 BM FISIKA : 1 Salinitas PSU 33,00 32,00 33,00 34,00 33,00 2 Kecerahan m 2,20 1,.90 2,10 3,10 2,30 3 3 Suhu air oC 31,00 31,00 32,00 31,00 30,00 alami 4 Lapisan minyak - - - - - - nihil K I M I A : 1 pH - 7,9 7,3 7,4 7,6 7,7 7 – 8,5 2 DO mgL 4,200 3,500 4,200 4,800 4,900 5 – 6 3 Ammonia NH 3 -N mgL 0,568 0,683 0,481 0,281 0,275 0,3 4 Nitrat NO 3 -N mgL 0,052 0,047 0,023 0,043 0,054 0,008 5 Phosphat mgL 0,001 0,010 0,001 0,001 0,001 0,015 6 Krommium Cr mgL 0,002 0,001 0,002 0,002 0,001 0,005 7 Kadmium Cd mgL 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 8 Timah Hitam Pb mgL 0,004 0,003 0,005 0,005 0,004 0,008 9 Merkuri Hg mgL ttd ttd ttd ttd ttd 0,001 Keterangan : - stasiun , 1 = Kamal; 2 = Marunda ; 3 = Gembong 1,2,3, = Teluk Jakarta ; 4 = Karangantu Teluk Banten dan 5 = Panimbang Teluk Lada. - BM = Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut, Kep Men LH No. 51 tahun 2004 - ttd = tidak terdeteksi mukaan relatif hangat dengan variasi tahunan yang cukup kecil, tetapi variasi hariannya besar. Rataan suhu permukaan adalah sekitar 28,17 °C ±0.33, dengan dua puncak maksimum dan puncak dua minimum yang terjadi dalam periode musim peralihan dan periode musim barat dan timur. Variasi tahunan salinitas menunjukkan kisaran yang relatif besar, dimana rerata salinitas sekitar 32,49 ‰ ±0.84. Dalam periode musim barat dan peralihan dari musim barat ke timur, nilai salinitas permukaan relatif rendah karena pengaruh run off air sungai dan curahan hujan yang biasanya lebih intensif terjadi dalam periode ini. Berdasaran data tersebut terlihat bahwa parameter fisika perairan menunjukkan sedikit terganggu, khususnya jika dilihat dari kecerahan perairan. Di wilayah budidaya kerang hijau dengan kawasan Teluk Jakarta, kecerahan perairan cenderung lebih kecil jika dibandingkan di daerah Karangantu, Teluk Banten dan perairan Panimbang, Teluk Lada. Rendahnya kecerahan perairan di kawasan budidaya perairan di kawasan Teluk Jakarta diduga karena tingginya kandungan biomas fitoplankton. Variasi Tahunan Suhu dan Salinitas Permukaan di Laut Jawa JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES 27.0 27.2 27.4 27.6 27.8 28.0 28.2 28.4 28.6 28.8 29.0 S uhu o C 31.0 31.5 32.0 32.5 33.0 33.5 34.0 34.5 Sa lin ita s ‰ Suhu Salinitas Gambar 16. Variasi tahunan suhu dan salinitas permukaan di Laut Jawa DPPK DKI Jakarta 2006. Tingginya fitoplankton disebabkan relatif baiknya faktor-faktor fisik dan kimia perairan bagi perkembangan fitoplankton di kawasan Teluk Jakarta terutama dalam hal kesuburannya nutrisinya. Di kawasan Karangantu dan Pantai Panimbang, kondisi kandungan fitoplanktonnya relatif lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesuburan perairan tersebut, serta faktor fisik dan kimia perairan lainnya kurang memberi dukungan nutrien yang maksimum bagi perkembangan fitoplankton. Di keseluruhan lokasi penelitian, terlihat bahwa di kawasan Perairan Panimbang kecerahan perairan kecil dibandingkan dengan Karangantu dan Teluk Jakarta. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya padatan yang berasal dari sungai. Hal ini disebabkan adanya sungai besar yang masuk ke wilayah tersebut. Untuk kesuburan perairan dan kandungan organik di perairan yang dijadikan indikator pencemaran bahan organik, nampaknya perairan Teluk Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi Karangantu dan Panimbang. Keadaan ini terutama ditunjukkan oleh kandungan ammonia di lokasi budidaya kerang di kawasan Teluk Jakarta relatif lebih tinggi. Sementara itu untuk kandungan nitrat, tidak diperoleh perbedaan yang signifikan antara di kawasan budidaya kerang hijau Teluk Jakarta dengan di Karangantu atau Panimbang. Hal ini diduga disebabkan ketersediaan oksigen yang relatif lebih tinggi di Karangantu dan Panimbang dibandingkan dengan di Teluk Jakarta. Relatif rendahnya oksigen di daerah Teluk Jakarta diduga terkait dengan tingginya proses pembusukan bahan organik di kawasan ini dibandingkan dengan di kedua daerah kajian lainnya. Sehingga, proses nitirifikasi ammonia menjadi nitrit dan kemudian nitrat lebih banyak terjadi di kawasan Karangantu dan Panimbang. Hal inilah yang diduga menyebabkan kawasan di perairan Teluk Jakarta nitrogen lebih didominasi oleh ammonia dibandingkan nitrat. Tingginya proporsi ammonia dibandingkan dengan nitrat di kawasan perairan Teluk Jakarta juga didukung oleh data yang dikemukakan oleh Damar 2004 yang menyatakan bahwa ammonia mendominasi kawasan pantai Teluk Jakarta dibandingkan dengan nitrogen lainnya seperti nitrat atau nitrit Gambar 17. Gambar 17. Proporsi kandungan ammonia, nitrit dan nitrat di beberapa lokasi di kawasan Teluk Jakarta Damar 2004. Dalam Gambar 17 terlihat bahwa di stasiun-stasiun perairan pantai Teluk Jakarta yang merupakan kawasan budidaya kerang hijau, nitrogen inorganik terlarutnya didominasi oleh ammonia dibandingkan dengan nitrit atau nitrat stasiun 9, 10, 11, 12, M, A dan P. Tingginya ammonia ini menunjukkan bahwa proses denitrifikasi lebih dominan dibandingkan dengan nitrifikasi yang merupakan fungsi dari ketersediaan oksigen terlarut. Hasil analisis Damar 2004 bahwa monitoring terpadu yang rutin dilakukan di kawasan perairan pantai Teluk Jakarta menunjukkan kandungan oksigen terlarut yang sangat rendah. Rendahnya oksigen terlarut di 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 4 7 2 5 8 3 6 9 1 0 1 1 1 2 M A P s t a t i o n n i t r i t e n i t r a t e a m m o n i u m kawasan ini merupakan hasil proses pembusukkan bahan organik yang sangat intensif. Sehingga, secara residual, walaupun proses fotosintesis cukup tinggi, produksi oksigen masih kurang mencukupi untuk ketersediaan di air dalam berbagai proses kimia dan biologi perairan. Sedikit berbeda dengan kandungan fosfat di perairan, perbedaan nilai diperoleh di lokasi budidaya Marunda, dengan nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi-lokasi kajian lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses remineralisasi fosfat berlangsung seimbang dengan lokasi-lokasi lainnya. Kecenderungan data ini juga menunjukkan bahwa sumber utama bahan organik yang masuk ke kawasan perairan Teluk Jakarta lebih banyak dalam bentuk nitrogen dibandingkan dengan fosfat. Kajian stadium eutrofikasi Teluk Jakarta telah banyak dilakukan dan salah satunya dilakukan oleh Damar 2004. Dalam kajian tersebut stadium pencemaran bahan organik Teluk Jakarta dianalisis berdasarkan kandungan nitrogen DIN, fosfat, chlorophyll-a dan oksigen terlarut. Dari hasil analisis tersebut, diperoleh hasil bahwa Teluk Jakarta adalah perairan yang tercemar berat oleh bahan organik. Terdapat 3 gradasi perbedaan stadium pencemaran, untuk daerah dekat pantai, perairan tergolong ke dalam tercemar bahan organik sangat berat hyper-eutrofik. Di daerah tengah perairan tercemar berat eutrofik dan di perairan luar teluk dalam kondisi tercemar sedang bahan organik mesotrofik. Hasil analisis dengan menggunakan indeks TRIX Trophical Index for Marine System disajikan dalam Gambar 18. Gambar 18. Stadium pencemaran bahan organik di kawasan perairan Teluk Jakarta DPPK DKI Jakarta 2006. mesotrophic eutrophic hyper-eutrophic hyper-eutrophic Untuk kandungan logam berat di dalam air, yaitu Cr, Cd, Pb dan Hg nampak tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar lokasi dan seluruhnya masih di bawah batas maksimal yang dipersyaratkan oleh baku mutu air laut. Relatif rendahnya kandungan logam berat di kolom air ini nampaknya terkait dengan masih relatif rendahnya proses resuspensi sedimen ke kolom air, karena saat dilakukan pengukuran adalah saat minim pergolakan air, karena dilakukan saat musim kemarau yang pergerakan airnya minimal. Hal ini agak berbeda dengan hasil analisis yang dilakukan saat musim penghujan yang pergerakan massa airnya maksimal dan peluang resuspensi sedimen ke kolom air meningkat. Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan nilai yang relatif tinggi, baik di kolom air maupun di sedimen seperti yang disajikan pada Tabel 14, 15, 16 dan 17. Tabel 14. Kandungan logam berat ppm di kolom air di perairan budidaya kerang hijau Kamal. No. Parameter Bulan 2002 Mei Juli September Oktober BM 1. Timah hitam Pb 0.092 0.2282 0.2587 0.2718 0.008 2. Kadmium Cd 0.0055 0.0058 0.0048 0.0055 0.001 3. Tembaga Cu 0.0023 0.0115 0.009 0.0074 0.008 4. Seng Zn 0.0308 0.0174 0.005 0.0039 0.05 Sumber : Ningtias 2002 dalam DPPK DKI Jakarta 2006. Tabel 15. Kandungan logam berat di dalam perairan sekitar lokasi budidaya kerang hijau Kamal Sumber: DPPK DKI Jakarta 2006. Tabel 16. Kandungan logam berat ppm di kolom air di perairan budidaya kerang hijau Kamal No. Parameter Bulan 2003 BM Mei Juni Juli Agustus 1. Timah hitam Pb 0,001 0,005 0,001 0,001 0,008 2. Kadmium Cd 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 3. Tembaga Cu 0,001 0,002 0,001 0,001 0,008 4. Seng Zn 0,0095 0,013 0,0035 0,008 0,05 5. Nikel Ni 0,001 0,001 0,001 0,001 0,05 Sumber : Suryanto 2003 dalam DPPK DKI Jakarta 2006. 0.001 0.001 0.008 0.008 0.001 0.001 1.11 1.11 8.30 8.30 0.02 0.02 Air laut tengah Air laut tengah 3. 3. 0.001 0.001 0.008 0.008 0.001 0.001 0.24 0.24 0.53 0.53 0.11 0.11 Air laut pingir Air laut pingir 2. 2. 0.1 0.1 0.4 0.4 0.5 0.5 1.11 1.11 8.43 8.43 0.01 0.01 Kerang Hijau Kerang Hijau Mytilus viridis Mytilus viridis 1. 1. Cd Cd Pb Pb Hg Hg Cd Cd Pb Pb Hg Hg Standar ppm Standar ppm Hasil Analisa ppm Hasil Analisa ppm Jenis Sampel Jenis Sampel No. No. 0.001 0.001 0.008 0.008 0.001 0.001 1.11 1.11 8.30 8.30 0.02 0.02 Air laut tengah Air laut tengah 3. 3. 0.001 0.001 0.008 0.008 0.001 0.001 0.24 0.24 0.53 0.53 0.11 0.11 Air laut pingir Air laut pingir 2. 2. 0.1 0.1 0.4 0.4 0.5 0.5 1.11 1.11 8.43 8.43 0.01 0.01 Kerang Hijau Kerang Hijau Mytilus viridis Mytilus viridis 1. 1. Cd Cd Pb Pb Hg Hg Cd Cd Pb Pb Hg Hg Standar ppm Standar ppm Hasil Analisa ppm Hasil Analisa ppm Jenis Sampel Jenis Sampel No. No. Tabel 17. Kualitas air laut di Teluk Jakarta No PARAMETER SATUAN HASIL PENGAMATAN A. Fisika 1 Kekeruhan NTU 7,78 2 Salinitas ‰ 32,58 3 Suhu º C 28,50

B. Kimia

1 COD mgL 77,61 2 PH 7,58 3 Nitrat mgL 0,016 4 Nitrit mgL 0,0024 5 Amoniak mgL 0,283 6 Fospat mgL 0,0157 7 Deterjen mgL 0,001 8 Phenol mgL 0,0228 9 Timbal Pb ppm 0,0248 10 Raksa Hg ppb 0,1208 11 Krom total Cr ppm 0,0285 12 Kadmium Cd ppm 0,0243 13 Stannum Sn ppm 0,001 Sumber: Riani et al. 2004. Dari Table di atas Tabel 14-17 yang berisikan data kandungan beberapa logam berat di dalam air di lokasi budidaya kerang hijau menunjukkan data yang bervariasi, berkisar dari nilai yang rendah hingga yang di atas baku mutu. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan waktu pengukuran. Walaupun demikian, memang dapat disimpulkan bahwa kandungan parameter di dalam kolom air di lokasi budidaya kerang hijau di kawasan Teluk Jakarta masih dalam toleransi yang belum membahayakan. Walaupun demikian, dengan konsentrasi yang masih rendah, namun karena secara kontinyu kerang hijau melakukan filtrasi air laut di lokasi tersebut, maka kekawatiran akumulasi logam berat di dalam jaringan tubuh kerang hijau menjadi meningkat. Kandungan akumulasi logam berat di dalam tubuh kerang hijau betina dan jantan akan dibahas khusus dalam sub bab Bioakumulasi logam berat pada gonad. 4.1.5. Kandungan Logam Berat di Sedimen Kandungan logam berat di dalam sedimen merupakan indikator dari kondisi lingkungan perairan. Di dalam air, logam berat lebih cenderung terakumulasi di dasar perairan. Jika dibandingkan antar lokasi budidaya, nampak bahwa sedimen di seluruh lokasi kajian memiliki kandungan sedimen yang relatif sudah tinggi. Di Panimbang, kandungan logam juga sudah ditemukan yang diduga berasal dari transport massa air dari wilayah kawasan industri Cilegon-Merak yang berada tidak jauh dari Teluk Panimbang. Di kawasan Teluk Banten dan Teluk Jakarta relatif tingginya kandungan logam berat merupakan konsekuensi logis dari tingginya aktifitas industri di kawasan tersebut Tabel 18, 19 dan 20. Tabel 18. Kandungan logam berat di dalam sedimen No. Parameter Satuan STASIUN PENGAMATAN Teluk Jakarta T.Banten T.Lada 1 2 3 4 5 1 Kromium Cr mgL 2,200 2,300 2,500 ttd ttd 2 Kadmium Cd mgL 0,900 1,500 1,200 1,200 0,900 3 Timah Hitam Pb mgL 5,600 6,200 8,500 6,300 2,300 4 Merkuri Hg Ppb 30,500 50,700 46,80 ttd ttd Keterangan : -stasiun 1 = Kamal 2 = Marunda ; 3 = Gembong ; 4 = Karangantu dan 5 = Panimbang -ttd = tidak terdeteksi Tabel 19. Kandungan logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta. No. Parameter Satuan Hasil Pengamatan 1 Timah hitam Pb ppm 2,898 2 Raksa Hg ppm 0,0985 3 Kromium total Cr ppm 6,38 4 Kadmium Cd ppm 0,135 5 Stanum Sn ppm 1,372 Sumber: Riani et al. 2004. Tabel 20. Kandungan logam berat di dalam sedimen di perairan sekitar Ancol No. Parameter Kadar Rerata Kadar Alami 1. Cu ppm 26,5 50 2. Timbal ppm 28,25 15 3. Krom ppm 13,37 100 4. Nikel ppm 9, 26 75 Sumber : BPLHD 2004 dalam DPPK DKI Jakarta, 2006. Sementara data kandungan logam di dalam sedimen yang diperoleh dari hasil pemantauan tim monitoring Teluk Jakarta seperti yang dilaporkan BPLHD tahun 2004, memperlihatkan nilai kandungan yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, 79 walaupun studi yang terbaru memberikan hasil yang lebih rendah, tidak berarti bahwa telah terjadi perbaikan kondisi lingkungan secara nyata, namun tetap merupakan perhatian bagi pengelolaan kawasan di Teluk Jakarta.

4.2. Morfometrik Kerang Hijau