sungai menyebabkan pengenceran atau daya perbaikan sungai tidak berlangsung baik dan berkesinambungan, serta adanya kegiatan di sepanjang Pantai Pantura Jakarta.
Lebih lanjut kontribusi sumber pencemaran di Teluk Jakarta berasal dari limbah domestik 27.09, limbah industri 14,04 dan limbah pasar 46,70.
Menurut laporan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD, DKI Jakarta tahun 2004 bahwa perairan Teluk Jakarta berdasarkan indeks
keanekaragaman, menunjukan zona D mengalami pencemaran berat, zona C mengalami pencemaran sedang dan zona B dan A mengalami pencemaran ringan.
Daerah Muara Teluk Jakarta, muara Angke, Cengkareng, dan Muara Sunter telah mengalami pencemaran berat, sedangkan Muara Kamal, Muara Karang, Muara
Ancol, Muara Cakung, Muara Marunda mengalami pencemaran sedang dan Muara Gembong mengalami pencemaran ringan.
4.1.2. Teluk Banten
. Menurut laporan DPPK DKI Jakarta tahun 2006 bahwa kondisi batimetri perairan di Propinsi Banten pada dasarnya termasuk dalam perairan dangkal yang
dikenal dengan paparan sunda. Paparan adalah zona di laut mulai dari garis surut terendah sampai pada kedalaman sekitar 120-200 meter, yang umumnya diikuti oleh
lereng yang lebih curam ke arah laut. Bagian utara propinsi Banten yaitu Teluk Banten pada umumnya mempunyai dasar yang rata dan melandai dari arah Barat ke
Timur. Sedangkan untuk perairan muara Karangantu adalah muara dari Sungai Cibanten. Substrat di kawasan ini adalah lumpur. Lumpurnya relatif berwarna
hitam karena pengaruh buangan organik di sekitar sungai. Daerah hulu sungai merupakan daerah pemukiman yang banyak membuang sisa aktivitasnya ke sungai.
Perairan relatif dangkal dan keruh, lalu lintas perahu nelayan relatif kurang lancar terutama saat surut akibat pendangkalan.
Tipe pasang surut wilayah perairan Propinsi Banten merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda yang dikenal sebagai tipe pasut campuran. Pasang
surut yang terdapat di perairan Propinsi Banten dan sekitarnya bertipe campuran terutama semidiurnal dengan bilangan formzahl berkisar antara 0,25-1,25. Tunggang
pasang bervariasi antara 30 cm pada saat pasang perbani dan lebih dari 100 cm pada saat pasang purnama.
Di wilayah perairan Teluk Banten arah arus yang dominan adalah arah arus yang keluar dari laut Jawa menuju Samudera Hindia. Pasang surut di perairan Teluk
Banten juga masih dipengaruhi dari Samudera Hindia yang merambat masuk melalui perairan Selat Sunda. Secara umum arus yang ditimbulkan oleh pasang surut
diperkirakan bergerak kearah utara dalam kondisi pasang dan sebaliknya ke arah selatan dalam kondisi surut.
Di wilayah utara perairan Banten, gelombang yang terjadi dalam periode musim timur yaitu bulan Juli sampai September lebih rendah dari pada musim barat
yaitu bulan Desember sampai Februari. Pada musim barat tinggi gelombang maksimum bisa mencapai 2,6 m dengan rataan sekitar 1,03 m, sedangkan pada
musim timur sekitar 1,9 m dengan rataan sekitar 0,76 m, dengan arah rambatan gelombang tidak jauh berbeda dengan arah datangnya angin. Pada musim peralihan,
tinggi gelombang yang terbentuk relatif lemah yang tingginya kurang dari 0,5 m. Teluk Banten perairan lautnya telah mengalami pencemaran karena ada
indikasi mengandung Hg 0.05 ugL, Cd 0.064 mgL dan Pb 0.153 mgL Setyobudiandi 2004. Menurut laporan Akbar tahun 2005 dalam Tempo Interaktif
Jawa-Madura bahwa Pencemaran di Teluk Banten akibat buangan limbah cair ke sungai Ciujung, Cibanten dan Cidurian dari 44 industri. Menurut Anang dalam
laporan tersebut bahwa Sungai Ciujung menerima 67.397 m
3
buangan limbah cair per hari dari 30 industri di wilayah Serang Timur, dari 30 industri itu lima industri
langsung membuang limbahnya ke sungai. Sungai Cibanten menerima limbah cair 501,2 m
3
hari dari lima pabrik, sedangkan sungai Cidurian menerima limbah cair 1.790 m
3
hari dari 10 pabrik secara tidak langsung.
4.1.3. Teluk Lada.