Peran Hormon pada Spermatogenesis

2.6.6. Peran Hormon pada Spermatogenesis

Hormon gonadotropin yang dihasilkan kelenjar hipofisa meliputi FSH folicle stimulating hormone , LHluteinizing hormone dan LTH luteotropik hormone, luteotropin atau Prolaktin berperan merangsang aktivitas gonad untuk berkembang Frandson 1992 dan merupakan kontrol utama pada awal siklus reproduksi hingga terjadi ovulasi dan spermiasi pada ikan Sheton 1989. Gonadotropin yang mengatur reproduksi dalam pematangan tahap akhir oosit, ovulasi dan spermatogenesis adalah FSH dan LH Djojosoebagio 1990. Pada ikan dikenal dengan gonadotropin I GTH I dan LH dikenal dengan gonadotropin II GTH II. Kelenjar pituitari hipofisa sangat esensial dalam mengatur perkembangan testis dan berlangsungnya proses spermatogenesis. Secara fisiologi telah diketahui bahwa dalam proses spermatogenik diatur oleh hormon gonadotropin dan testosteron. Menurut Steinberger dan Dukett 1967 bahwa kebutuhan hormon tidak sama dalam tahap-tahap spermatogenesis, pada tahap miosis dibutuhkan hormon testosteron dan pada tahap akhir yaitu proses spermiogenesis dibutuhkan hormon FSH. Lebih anjut dijelaskan oleh Greep dan Fevold bahwa hormon LH berperanan menstimulasi sel Leydig memproduksi hormon testosteron, sedangkan hormon FSH berperanan menstimulasi pertumbuhan sel-sel epithelium tubulus semeniferus. Selanjutnya menurut Steinberger bahwa hormon FSH juga menstimulasi sel-sel sertoli untuk membelah diri Coutinho dan Fuchs 1974. Pada prinsipnya proses pematangan spermatozoa pada ikan jantan sama dengan proses pematangan sel telur. Dengan adanya gonadotropin yang berasal dari hipofisa FSH dan LH akan meransang testis untuk memproduksi hormon androgen yang berperan dalam pengaturan reproduksi jantan, seks sekunder dan tingkah laku memijah Angka et al. 1991. Susunan saraf pusat berperan merangsang hipotalamus untuk melepaskan gonadotropin releasing hormon Gn-RH, hormon ini akan meransang hipofisa untuk melepaskan gonadotropin yang akan disekresikan ke dalam gonad testis. Dalam gonad gonadotropin akan meransang sel-sel interstitial sel Leydig untuk melepaskan androgen terutama 11 ketotestosteron dan merangsang sel-sel sertoli untuk melepaskan progesteron terutama 17 α - 20β P yang semuanya berperan dalam proses spermatogenesis Coutinho dan Fuchs 1974. Peranan hormonal pada moluska, hasil penelitian Griffond and Gomot 1989 bahwa pemberian ekstrak Tentakel dapat menghambat oogenesis. Pelluet and Lane 1961 bahwa pemberian ekstrak susunan sayaraf pusat central nervous system=CNS pada C. aspersus dan A. subfursers dapat meningkatkan jumlah oosit. Pemberian ekstrak dorsal body DB juga menyebabkan matangnya sel-sel oosit Wijdenes dan Runham 1976. Pada C. aspersus meningkatnya ukuran DB dapat menyebabkan meningkatnya sintesis protein Griffond dan Vincent 1985. Pada Basommaphores termasuk Lymnaea stagnalis diketahui bagian dorsal body DB juga dapat mengontrol perkembangan organ kelamin betina Barker 2001. Gambar 14 . Mekanisme hormon kontrol aktivitas reproduksi pada gastropoda teresterial Barker 2001. Hormon yang terdapat dalam ovotestis dapat mengatur oogenesis Bierbauer 1978 lebih lanjut dikemukakan bahwa pemberian ekstrak ovotestis pada H. pomatia dapat menyebabkan meningkatnya sel-sel oosit tingkat I dan II. Takeda 1983 melakukan penelitian pemberian hormon estradiol dapat mengatur oogenesis pada E. pehomphale . Selanjutnya menurut penelitian Griffond and Gomot 1989 bahwa penyuntikan hormon steroid vetebrata dapat menyebabkan pengaturan oogenesis pada moluska, namun saat ini belum diketahi bagaimana mekanismenya. Percobaan melakukan kastrasi pada Lamacus flavus dan E. pehomphala menyebabkan atropinya organ reproduksi asesoris dan penyuntikan androgen menyebabkan berkembangnya organ kelamin jantan seperti kelenjar prostat, dan spermiduct. Selanjutnya penyuntikan estrogen menyebabkan berkembangnya kelenjar albumen, kelenjar oviduk dan vagina Takeda 1985. Ovotestis dari L. maximus diketahui melepaskan hormon yang menyebabkan berkembangnya organ asesori reproduksi jantan dibawah pengaruh hormon maturation gonadotropin faktor MGF yang berasal dari central nervous system, CNS Barker 2001. Organ cephalic tantacles dapat merangsang perkembangan kelenjar albumen pada C. aspersus. Tentakel dapat menghambat proses organogenesis dari kelenjar albumen Gomot dan Courtot 1979. Pada stylommatophoran chepalic tentacle mengatur fungsi hormonal Pelluet dan Lane 1961. Penyuntikan ekstrak tentakel dapat menyebabkan terjadinya spermatogenesis Pelluet, 1964. Wattez 1980 melakukan pembuktian bahwa cephalic tentacle pada A. subfuscus dapat menstimulasi produksi gamet. Takeda 1982 bahwa Cephalic tentacles menyebabkan stimulasi spermatogenesis. Gottfied dan Dorfman 1970 mengasumsikan bahwa cephalic tentacles menghambat biosentesa steroid di ovotestis. Penelitian Bierbauer and Molnar 1972 dalam Barker 2001 pemberian hormon testosteron dapat menstimulasi terjadinya spermatogenesis, namun dengan perlakuan pemberian ekstrak cephalic tentacles dapat menurunkan spermatogenesis 23 pada H. pomatia. Takeda 1982 menyakatakan bahwa cephalic tentacles adalah sebagai kelenjar optik atau ”optic gland” karena ia terdiri atas sel-sel collar. Barker 2001 bahwa CNS CG=cerebral ganglia + DB=dorsal body mempunyai peranan mengatur perkembangan perkembangan sel-sel kelamin jantan, dengan jalan suatu mekanisme merangsang Stimulatory dan menghambat inhibiting factors, umumnya cephalic tentacles menstimulasi positif pada spermatogenic multiplication SM.

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Teluk Jakarta, Teluk Banten dan Teluk Lada selama 8 bulan Mulai Oktober 2006 sampai Mei 2007. 3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Teknik Pengambilan Sampel