Batasan Penelitian Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air di Waduk Cirata, Wilayah Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

29 langsung merasakan pengaruh dari pembangunan proyek tersebut berupa kehilangan mata pencaharian BPWC, 2013. Pada tahun 1986, teknik budidaya Keramba Jaring Apung KJA sudah mulai diaplikasikan di Waduk Cirata. Awalnya, penerapan teknik ini digunakan untuk membuka lapangan kerja baru bagi keluarga yang kehilangan pekerjaan akibat adanya pembangunan proyek Waduk Cirata. Menurut SK Gubernur Jawa Barat No.41 Tahun 2002, jumlah KJA yang direkomendasikan dapat beroperasi di Waduk Cirata adalah sebanyak 12.000 petak atau sekitar 1 dari luas keseluruhan perairan waduk. Akan tetapi, berdasarkan sensus pada tahun 2011, jumlah KJA yang beroperasi di Waduk Cirata sudah mencapai 52.997 petak atau sekitar 4 dari luas keseluruhan perairan waduk. Bahkan, berdasarkan hasil pemantauan sementara BPWC, jumlah KJA sudah mencapai sekitar 72.000 petak pada tahun 2013 Staf Ahli Tata Air dan Lingkungan BPWC, 2013. Hal tersebut menunjukkan bahwa KJA yang ada di Waduk Cirata saat ini sudah sangat melebihi daya dukung yang seharusnya. Tingginya antusiasme masyarakat terhadap teknik ini membuat populasi KJA di Waduk Cirata semakin tidak terkendali dan mempengaruhi masa layanan waduk serta keberlanjutan usaha budidaya perikanan KJA itu sendiri.

5.3 Pemanfaatan Waduk Cirata Wilayah Kabupaten Cianjur

Waduk Cirata merupakan waduk yang dibangun dengan tujuan multifungsi, yaitu: untuk reservoir penyedia air, budidaya perikanan KJA, dan utamanya sebagai PLTA. Pemanfaatan Waduk Cirata di seluruh zona cenderung homogen, kecuali untuk fungsi PLTA hanya terkonsentrasi di Zona III dimana terdapat mesin PLTA. Akan tetapi, kegiatan apapun di seluruh zona akan berdampak pada fungsi PLTA karena merupakan satu kesatuan ekosistem. Pemanfaatan Waduk Cirata dengan antara lain: budidaya perikanan KJA, usaha perikanan tangkap, dan PLTA. Budidaya perikanan KJA diusahakan di seluruh zona Waduk Cirata. Para pembudidaya ikan tersebut mendirikan KJA di permukaan air waduk dengan lokasi yang menyebar di ketiga zona. Sejumlah penelitian yang dilakukan di Waduk Cirata menunjukkan bahwa kondisi Waduk Cirata sudah tidak layak 30 secara ekonomi dan lingkungan untuk budidaya perikanan KJA. Hal ini disebabkan oleh meledaknya populasi KJA yang kemudian mempengaruhi kualitas air di Waduk Cirata. Kualitas air yang masuk ke dalam Waduk Cirata memang sudah tergolong tercemar mengingat Sungai Citarum sebagai sumber air bagi Waduk Cirata juga sudah tercemar. Akan tetapi, KJA sendiri juga memberikan kontribusi dalam penurunan kualitas air di Waduk Cirata dengan sisa pakan ikan, feses ikan, dan sampah rumahtangga yang dihasilkannya. Pada umumnya, konstruksi satu unit KJA terdiri atas empat petak yang dibangun menggunakan rangka besi dan pelampung drum. Ukuran satu petak KJA adalah 7x7 m dan memiliki luas jaring sekitar 200 m dengan kedalaman 7 m. Sebagian pembudidaya ikan KJA di Waduk Cirata mengganti sejumlah rangka besi dengan bambu dan pelampung drum dengan pelampung busa untuk meminimalkan biaya. Pembudidaya ikan KJA di Waduk Cirata menggunakan tiga jenis pelampung mulai dari yang termahal hingga yang termurah, yaitu: pelampung plastik, drum, dan busa atau styrofoam yang dibentuk balok. Tingkat keawetan pelampung berbanding lurus dengan harga. Saat ini konstruksi KJA yang umum sudah jarang diterapkan di Waduk Cirata karena faktor lingkungan. Sebagian besar pembudidaya ikan KJA di Cirata menerapkan sistem dolos, yaitu menggabungkan setiap 2 petak ukuran 7x7 m menjadi 1 petak ukuran 14x7 m. Kondisi air yang sudah semakin tercemar membuat ikan kekurangan oksigen jika masih menggunakan konstruksi yang umum sehingga potensi kematian pada ikan meningkat. Pembudidaya ikan KJA menyiasati kondisi tersebut dengan mengubah konstruksi KJA dari konstruksi yang umum menjadi dolos untuk menambah ruang gerak bagi ikan memperoleh oksigen yang cukup. Konstruksi jaring yang dipakai pada KJA di Waduk Cirata terdiri dari dua lapis. Lapisan pertama yang digunakan untuk budidaya ikan mas direntangkan di atas, selanjutnya lapisan kedua untuk budidaya ikan nila diletakkan di bawah lapisan pertama yang disebut kolor. Konstruksi seperti ini bertujuan untuk efisiensi pemberian pakan. Pakan hanya diberikan pada ikan mas saja, sedangkan sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan mas akan dimakan oleh ikan nila yang berada di bawahnya. Konsekuensinya, panen ikan nila cenderung dua kali lebih