Kondisi Air di Waduk Cirata

35 sudah tidak aktif mencapai 4.374 petak yang tersebar di ketiga zona. Di Kabupaten Cianjur sendiri terdapat sekitar 2.517 petak KJA yang tidak aktif 11,90 dan jumlah tersebut adalah yang paling besar dibandingkan dua zona lainnya. KJA yang sudah tidak terpakai dihimbau untuk ditarik ke darat secara mandiri oleh pembudidaya ikan KJA adalah tanggung jawab masing-masing pemilik atau ditarik oleh petugas atas kesediaan pemilik BPWC, 2011. Akan tetapi, karena biaya penarikan KJA ke daratan cukup mahal yaitu Rp 3.000.000,00 sampai Rp 5.000.000,00petak, maka pembudidaya ikan yang sudah tidak beroperasi lagi cenderung hanya meninggalkan KJA miliknya di waduk sehingga KJA tidak aktif tersebut menjadi sampah di Waduk Cirata Staf Ahli Tata Air dan Lingkungan BPWC, 2013. Kondisi pencemaran air dan sedimentasi di Waduk Cirata diperparah dengan rusaknya daerah DAS Citarum. Banyaknya penebangan pohon di DAS dan daerah sekeliling waduk serta alih fungsi lahan membuat tingkat erosi pada musim penghujan cenderung tinggi sehingga meningkatkan endapan sedimen di waduk. Selain itu, pencemaran dari limbah rumahtangga dan pabrik di sepanjang Sungai Citarum yang menghasilkan limbah logam berat ikut berperan dalam penurunan kualitas air di Waduk Cirata. Cemaran logam berat selain memicu peningkatan jumlah kematian ikan, hal ini juga mengakibatkan peningkatan laju korosi pada peralatan PLTA sehingga meningkatkan biaya operasional dan pengelolaan PLTA. Meskipun Waduk Cirata masih berstatus baik sekali untuk operasi PLTA, tetapi banyaknya masalah yang timbul akibat penurunan kualitas air menunjukkan bahwa perlu dilakukan usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan. Usaha-usaha yang telah dilakukan antara lain: penghijauan di daerah hulu, restocking ikan, pembersihan sampah styrofoam, sosialisasi kepada masyarakat, dan pemanfaatan limbah styrofoam dan drum. Untuk mengatasi korosi pada turbin dan alat-alat PLTA berbahan metal lainnya, dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan metal antikorosi, melakukan aerasi pada daerah intake untuk menciptakan kondisi aerob sehingga agen pemicu korosi H 2 S dapat diturunkan, dan memberikan perlakuan dengan antibiotik secara berkala untuk mencegah tumbuhnya perifiton yang dapat mempercepat korosi pada logam BPWC, 2011. 36 VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan salah satu aspek kajian yang penting dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh karakteristik responden dengan kerugian ekonomi yang terjadi. Penelitian ini mengambil responden dari pembudidaya ikan KJA dan nelayan perikanan tangkap. Masing-masing dari populasi tersebut diambil 30 sampel. Jumlah pembudidaya ikan KJA di Waduk Cirata wilayah Kabupaten Cianjur mencapai 810 orang pada tahun 2011 ASPINDAC dan PT. Cikal, 2011. Pembudidaya ikan KJA yang menjadi responden memiliki KJA yang lokasinya menyebar di Kecamatan Mande, Kecamatan Cikalongkulon, Kecamatan Sukaluyu, dan Kecamatan Ciranjang. Sementara itu, jumlah nelayan perikanan tangkap di Waduk Cirata mencapai 500 orang Kepala UPTD Cianjur, 2013. Namun, yang tercatat aktif hanya 169 orang dan tergabung di dalam beberapa Kelompok Usaha Bersama KUB Koordinator Nelayan Waduk Cirata wilayah Kabupaten Cianjur, 2013.

6.1.1 Pembudidaya Ikan Keramba Jaring Apung

Jumlah pembudidaya ikan KJA di Waduk Cirata wilayah Kabupaten Cianjur merupakan terbesar kedua setelah Kabupaten Bandung Barat. Pembahasan karakteristik responden disajikan dalam dua bagian, yaitu karakteristik demografi dan karakteristik usaha budidaya perikanan responden pembudidaya ikan KJA.

6.1.1.1 Karakteristik Demografi Responden Pembudidaya Ikan Keramba

Jaring Apung Tabel 3 menunjukkan bahwa 96,66 responden adalah laki-laki. Menurut sebaran usia, responden paling dominan berusia antara 45 sampai 54 tahun, yakni sebanyak 40,00. Seluruh responden menyatakan sudah menikah dan 53,33 responden memiliki tanggungan keluarga kurang dari atau sama dengan 2 orang. 37 Sebagian besar responden laki-laki sebab laki-laki merupakan tulang punggung keluarga sehingga bekerja menjadi pembudidaya ikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Budidaya perikanan KJA membutuhkan modal yang cukup besar dan memiliki resiko ekonomi yang cukup tinggi. Terkadang, pembudidaya ikan juga tinggal bersama keluarganya di rumah tunggu KJA bagian dari bangunan unit KJA yang berbentuk rumah kecil di atas unit KJA sehingga terbentuklah rumahtangga perikanan di Waduk Cirata. Dalam sebuah rumahtangga perikanan yang memiliki rumah tunggu, seluruh aktivitas rumahtangga dilakukan di rumah tunggu tersebut. Widiastuti 2013 menyatakan bahwa rumahtangga perikanan dengan konsep rumah tunggu di Waduk Cirata menjadi salah satu sumber pencemaran internal bagi Waduk Cirata disamping sisa pakan dan feses ikan. Tabel 3 Karakteristik Demografi Responden Pembudidaya Ikan KJA No. Karakteristik Demografi Jumlah Responden orang Persentase 1. Jenis kelamin Laki-laki 29 96,67 Perempuan 1 3,33 Total Responden 30 100,00 2. Usia tahun 15-24 0,00 25-34 3 10,00 35-44 10 33,33 45-54 12 40,00 54 5 16,67 Total Responden 30 100,00 3. Status pernikahan Menikah 30 100,00 Belum menikah 0,00 Total Responden 30 100,00 4. Tanggungan keluarga orang 2 16 53,33 3-5 13 43,33 5 1 3,33 Total Responden 30 100,00 5. Pendidikan terakhir Tidak sekolah 6 20,00 SD 18 60,00 SMP 4 13,33 SMA 0,00 Perguruan Tinggiakademi 2 6,67 Total Responden 30 100,00 38 Tabel 3 lanjutan No. Karakteristik Demografi Jumlah Responden orang Persentase 6. Penduduk asli Ya 17 56,67 Bukan 13 43,33 Total Responden 30 100,00 Berdasarkan Tabel 3, sebanyak 60,00 responden hanya berpendidikan hingga tingkat SD. Rendahnya pendidikan rata-rata responden lebih jauh dapat memengaruhi persepsi mereka mengenai pencemaran air di Waduk Cirata. Umumnya, rendahnya pendidikan menyebabkan responden memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan budidaya perikanan yang ramah lingkungan. Jumlah pembudidaya ikan KJA di Waduk Cirata hampir seimbang antara penduduk asli dan bukan, misalnya dari Jakarta dan Bandung. Biasanya pemilik nonlokal memiliki modal yang besar sehingga jumlah unit KJA yang dimiliki lebih banyak daripada pemilik lokal dan mempekerjakan penduduk lokal sebagai pegawai. Waduk Cirata adalah tempat usaha yang banyak menarik minat baik warga asli maupun warga luar daerah yang memiliki cukup modal untuk melakukan budidaya perikanan di tempat tersebut. Sebagian besar responden pembudidaya ikan KJA menyatakan bahwa berusaha budidaya perikanan KJA memang cenderung memberikan untung yang besar dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti menjadi kuli, petani, pekebun, atau pedagang warung. Akan tetapi, juga terdapat resiko kerugian akibat pencemaran air yang terjadi, yaitu adanya peristiwa upwelling dan KHV yang cenderung semakin meningkat setiap tahun.

6.1.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Perikanan Responden Pembudidaya

Ikan Keramba Jaring Apung Usaha budidaya perikanan budidaya perikanan KJA di Waduk Cirata telah menjadi mata pencaharian utama bagi seluruh responden pembudidaya ikan KJA. Tabel 4. Sebagian besar pembudidaya ikan KJA telah berprofesi sekitar 6 sampai 10 tahun. Profesi menjadi petani KJA cukup sulit. Kondisi lingkungan perairan waduk yang semakin buruk menyebabkan adanya upwelling dan KHV 39 sehingga menurunkan produksi ikan. Harga pakan cenderung meningkat, sedangkan harga ikan cenderung rendah sehingga keuntungan cenderung menurun. Di pasar, komoditi ikan air tawar dari Waduk Cirata bersifat substitusi dengan ikan laut. Apabila harga ikan laut lebih murah daripada ikan air tawar, maka konsumen akan cenderung membeli ikan laut dan harga ikan air tawar pun menjadi menurun. Oleh karena itu, pembudidaya ikan akan gulung tikar jika sudah tidak lagi memperoleh keuntungan. Tabel 4 Karakteristik Usaha Budidaya Perikanan Responden Pembudidaya Ikan KJA