Penilaian Kerusakan Ekosistem Waduk

13 Salah satu teknik valuasi ekonomi SDAL adalah economic loss approach. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran air di suatu ekosistem sungai. Pada ekosistem tersebut, terjadi penurunan biomassa ikan sehingga mengurangi kelimpahan ikan dan jenis ikan yang mengakibatkan turunnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Pendapatan yang hilang tersebut dapat dihitung dengan membandingkan pendapatan rata-rata nelayan dari suatu periode tertentu. Parameter yang digunakan antara lain: frekuensi penangkapan per bulan, pendapatan kotor per trip, biaya penangkapan per trip, pendapatan bersih, dan pendapatan per bulan dalam suatu periode tertentu. Pendekatan economic loss dapat dibedakan lagi menjadi change of productivity approach untuk mengestimasi nilai guna suatu sumber daya yang memiliki nilai pasar. Kuantitas sumber daya alam dinilai sebagai faktor produksi. Perubahan kualitas lingkungan akan memengaruhi produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan tingkat hasil. Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut Kementerian Lingkungan Hidup, 2007: a. menggunakan pendekatan langsung menuju sasaran; b. menentukan perubahan kuantitas sumber daya alam yang dihasilkan selama jangka waktu tertentu; c. mengalikan perubahan kuantitas dengan harga pasar.

2.6 Penelitian Terdahulu

Studi mengenai penilaian kerusakan lingkungan, Waduk Cirata, dan pencemaran air sudah banyak dilakukan sebelumnya sehingga bisa menjadi referensi dalam penelitian ini. Nurfadila 2013 melakukan penelitian mengenai kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata dengan internalisasi biaya flushing menggunakan pendekatan Cost and Benefit Analysis dan perhitungan matematis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha KJA di Waduk Cirata merupakan usaha yang layak diusahakan secara finansial dan besar biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah KJA flushing sebesar Rp 28.240.066.960,00 sehingga setiap pemilik KJA harus 14 membayar Rp 21,62 per kg ikan yang diproduksi untuk mengganti biaya flushing tersebut. Radityo 2013 dengan penelitiannya mengenai dampak ekonomi pencemaran air terhadap perikanan budidaya sistem KJA di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat menyatakan bahwa nilai kerugian selama 5 tahun terakhir sebesar Rp 4.219.702.954.280,00. Pendekatan yang digunakan adalah analisis dekriptif, analisis regresi berganda, pendekatan economic loss, dan metode AHP Analysis Hierarchy Process. Analisis dengan menggunakan metode AHP diperoleh bahwa prioritas kebijakan penanganan pencemaran air yang pertama, yaitu kebijakan pemasangan penyaringan sampah dan prioritas kebijakan yang kedua, yaitu pembersihan biologi dengan restocking ikan yang memakan kotoran dan lumut. Menurut Trisnani 2013 dalam penelitiannya mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usaha budidaya perikanan pembesaran ikan mas dan nila pada KJA ganda studi kasus Waduk Cirata Desa Bobojong Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur, total biaya penyusutan sebesar Rp 9.330.392,00 per unit per tahun, total biaya tetap sebesar Rp 9.450.222,75 per unit per tahun, total biaya variabel sebesar Rp 151.749.173,00 per unit per tahun, dan total penerimaan sebesar Rp 196.004.457,00 per unit per tahun. Faktor-faktor yang secara signifikan memengaruhi pendapatan usaha budidaya perikanan budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJA ganda di Desa Bobojong adalah jumlah produksi ikan mas, jumlah produksi ikan nila, harga benih ikan mas, harga benih ikan nila, dan harga pakan ikan mas. Usaha budidaya perikanan budidaya pembesaran ikan mas dan ikan nila di Desa Bobojong layak untuk dilakukan karena nilai RC untuk pendapatan usaha budidaya perikanan atas biaya tunai 1,297 dan biaya total 1,215 lebih besar dari satu. Selain itu, produksi ikan mas dan ikan nila masih perlu ditingkatkan agar mendapatkan keuntungan optimal, yaitu produksi optimal untuk ikan mas adalah 10.798 kg dengan produksi awal sebesar 10.087 kg dan produksi optimal untuk ikan nila adalah 1.404 kg dengan produksi awal hanya sebanyak 1.311 kg untuk setiap panen. Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti 2013 tentang kerugian ekonomi PLTA akibat sedimentasi dan peran kelembagaan dalam pengelolaan