Responden Pembudidaya Ikan Keramba Jaring Apung

51 panen yang menurun dirasakan dari ikan yang lebih cepat membusuk. Tubuh ikan mengandung protein sekitar 18,00 hingga 30,00, air dengan kadar 80,00, dan pH tubuh mendekati netral. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang ideal sebagai tempat tumbuh bakteri pembusuk atau organisme lain sehingga ikan termasuk golongan komoditas yang mudah rusak highly perishable Santoso, 2003. Namun, kondisi air kotor yang mengandung banyak kuman dan bakteri dari luar dan masuk ke dalam jaringan tubuh ikan mati kemudian menghancurkannya menjadi salah satu faktor yang mempercepat pembusukan ikan Kordi dan Ghufron, 2010. Responden yang merasakan kualitas panennya meningkat dikarenakan mereka menggunakan bibit ikan yang lebih baik dari sebelumnya sehingga kualitasnya lebih bagus. Bibit ikan yang bagus biasanya lebih tahan terhadap serangan penyakit sehingga kualitasnya panenannya juga lebih baik. Tabel 9 Persepsi Responden Pembudidaya Ikan KJA mengenai Hubungan Jumlah KJA dengan Pencemaran Air di Waduk Cirata No. Persepsi terhadap Pencemaran Jumlah Responden orang Persentase 1. Jumlah KJA di Waduk Cirata sudah sangat berlebihan Ya 26 86,67 Tidak 4 13,33 Total Responden 30 100,00 2. KJA berlebihan menyebabkan pencemaran perairan waduk Ya 25 83,33 Tidak 5 16,67 Total Responden 30 100,00 Sebanyak 86,67 pembudidaya ikan KJA menyatakan bahwa jumlah KJA di Waduk Cirata sudah sangat berlebihan dan populasinya semakin tidak terkontrol. Jumlah KJA yang berlebihan dirasakan mengganggu produksi ikan KJA itu sendiri. Hal ini dikarenakan banyaknya sampah dari KJA mengakibatkan air semakin tercemar sehingga menimbulkan penyakit pada ikan. Sebanyak 83,33 responden menyatakan bahwa jumlah KJA yang berlebihan menyebabkan pencemaran perairan waduk. Responden-responden tersebut mengetahui bahwa salah satu sumber pencemaran air di Waduk Cirata adalah sisa pakan dan kotoran ikan dari KJA, sehingga semakin banyak KJA maka akan menghasilkan sisa pakan dan kotoran ikan yang semakin banyak pula. Terdapat kecenderungan 52 bahwa serangan virus KHV justru semakin mengancam dibandingkan dengan upwelling dan menjadi penyebab utama kerugian pembudidaya ikan KJA saat ini Tabel 9. Berdasarkan Tabel 10, hanya 3,33 responden yang menyatakan tidak perlu dibuat aturan pembatasan jumlah KJA, sedangkan 96,67 lainnya menganggap penting keberadaan aturan pembatasan jumlah KJA. Satu orang responden yang menganggap tidak perlu beralasan bahwa jumlah KJA sekarang belum berlebihan sehingga tidak perlu ada pembatasan jumlah KJA. Sebagian besar berpendapat bahwa populasi KJA yang semakin banyak dan tidak terkontrol membutuhkan aturan yang tegas dalam pengelolaannya. Hal ini terkait erat dengan kualitas lingkungan perairan Waduk Cirata. Tabel 10 Persepsi Responden Pembudidaya Ikan KJA terhadap Pengelolaan KJA No. Persepsi Jumlah Responden orang Persentase 1. Perlu atau tidak dibuat atau dipertegas aturan pembatasan jumlah KJA Ya 29 96,67 Tidak 1 3,33 Total Responden 30 100,00 2. Perlu atau tidak dibuat perbedaan aturan antara pemilik lokal dan non-lokal Ya 20 66,67 Tidak 10 33,33 Total Responden 30 100,00 Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 96,67 responden menyatakan perlu untuk dibuat perbedaan aturan antara pemilik KJA lokal dan nonlokal. Hal ini mengingat tujuan awal pengembangan KJA di Waduk Cirata memang diperuntukkan untuk warga yang terelokasi sebagai bentuk kompensasi karena kehilangan pekerjaan akibat proyek Waduk Cirata. Selain itu, pemilik lokal cenderung memiliki modal terbatas, sedangkan pemilik nonlokal biasanya memiliki modal besar sehingga perlu dibedakan untuk menciptakan lingkungan usaha yang adil. Responden yang mengatakan tidak perlu ada perbedaan aturan beralasan dikhawatirkan adanya kecemburuan sosial jika diberlakukan aturan yang berbeda pada pemilik lokal dan nonlokal. 53

6.2.2 Responden Nelayan Perikanan Tangkap

Nelayan perikanan tangkap merupakan kelompok pemanfaat Waduk Cirata yang dominan setelah pembudidaya ikan KJA. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana persepsi para responden nelayan perikanan tangkap terhadap pencemaran air yang terjadi di Waduk Cirata wilayah Kabupaten Cianjur. Tabel 11 Persepsi Responden Nelayan Perikanan Tangkap terhadap Jumlah KJA di Waduk Cirata No. Persepsi Jumlah Responden orang Persentase 1. Jumlah KJA di Waduk Cirata sudah sangat berlebihan Y a 28 93,33 Tidak 2 6,67 Total Responden 30 100,00 2. KJA berlebihan menyebabkan perairan waduk tercemar Ya 29 96,67 Tidak 1 3,33 Total Responden 30 100,00 Hasil penelitian menunjukkan 93,33 responden nelayan perikanan tangkap berpendapat bahwa jumlah KJA di Waduk Cirata sudah sangat berlebihan. Kini, nelayan merasa pergerakan mereka semakin terbatas dalam menebar jaring dan rawe karena jumlah KJA semakin banyak. Jarak antar KJA yang semakin dekat juga menyulitkan nelayan untuk menangkap ikan sehingga mengganggu produksi tangkapan. Di sisi lain, ikan cenderung berkumpul di dekat KJA untuk mencari makan. Karena jumlah KJA banyak dan menyebar, ikan pun menjadi ikut menyebar sehingga penangkapannya semakin sulit. Selanjutnya, sebanyak 96,67 responden mengatakan bahwa jumlah KJA yang berlebihan menyebabkan perairan waduk menjadi tercemar. Responden setuju bahwa sisa pakan dan kotoran dari KJA adalah salah satu penyebab pencemaran air di Waduk Cirata Tabel 11. 54

6.3 Kerugian Ekonomi pada Budidaya Perikanan Keramba Jaring

Apung Permasalahan pencemaran air di Waduk Cirata salah satunya adalah terkait masalah sedimentasi yang menyebabkan peristiwa upwelling. Setiap unit KJA menghasilkan sisa pakan dan feses ikan yang kemudian mengendap di dasar perairan waduk. Selain berbahaya bagi budidaya perikanan KJA, sedimentasi juga mengancam keberlangsungan PLTA. Oleh karena itu, perlu dihitung beban sedimen per petak KJA di Waduk Cirata untuk mengetahui gambaran besarnya potensi sedimentasi yang terjadi. Berdasarkan penelitian Widiastuti 2013, rata-rata jumlah benih ikan mas yang yang ditebar untuk satu kali musim tanam sebanyak 5.562 kgrumahtangga pembudidaya RTP atau 100-134 kgpetak dengan rata-rata panen selama 3 bulan. Pakan hanya diberikan pada ikan mas saja. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari dan rata-rata jumlah pakan yang diberikan sebanyak 334 kgRTPhari atau 47-50 kgpetakhari. Menurut Fred and Dobson 2002 dalam Widiastuti 2013 menyatakan bahwa umumnya dari seluruh pakan yang diberikan pada ikan mas hanya 80,00 yang terserap, 20,00 sisanya terbuang ke perairan. Sedangkan dari 80,00 yang terserap, 10,00 disekresikan sebagai feses. Estimasi jumlah pakan yang diberikan untuk seluruh budidaya perikanan KJA di Waduk Cirata adalah 2.650.000 kghari dan jumlah KJA pada tahun 2013 diperkirakan oleh BPWC sebanyak 72.000 petak. Maka, penghitungan potensi beban sedimentasi di Waduk Cirata per petak KJA adalah sebagai berikut : Potensi beban sedimentasi di Waduk Cirata per petak KJA = sedimen sisa pakan + sedimen feses ikan : jumlah KJA di Waduk Cirata tahun 2013 = 20 x jumlah total pakan untuk seluruh budidaya KJA di Waduk Ciratahari + 10 x 80 x jumlah total pakan untuk seluruh budidaya KJA di Waduk Ciratahari : 72.000 petak = 0,20 x 2.650.000 kghari + 0,10 x 0,80 x 2.650.000 kghari : 72.000 petak = 530.100 kghari + 212.400 kghari : 72.000 petak = 10,31 kgpetakhari 55 Menurut hasil perhitungan tersebut, setiap hari setiap petak KJA menghasilkan sedimen ke dalam Waduk Cirata sebesar 10,31 kg dari pembesaran ikan mas saja. Sedimen ini memang dapat dikurangi dengan memelihara ikan nila yang dapat memakan sisa pakan ikan mas yang terbuang ke perairan. Namun, ikan nila pun juga menghasilkan feses yang juga kemudian menjadi sumber sedimentasi. Budidaya perikanan KJA adalah budidaya ikan berbasis pelet budidaya intensif yang efisien secara mikro, tetapi tidak secara makro, khususnya jika ditinjau dari dampaknya terhadap lingkungan. Dengan adanya potensi beban sedimen dari sisa pakan dan feses ikan, maka dengan semakin meningkatnya jumlah KJA akan meningkatkan pula beban sedimentasi bagi Waduk Cirata secara keseluruhan. Peningkatan jumlah KJA berarti terjadi pula peningkatan jumlah total pakan yang masuk ke waduk. Selain itu, banyaknya jumlah ikan yang dipelihara akan mengurangi pasokan oksigen dan memperburuk kondisi perairan Waduk Cirata DJPB KKP, 2011. Pencemaran air di Waduk Cirata menyebabkan kerugian ekonomi bagi pembudidaya ikan KJA di Kabupaten Cianjur akibat adanya penurunan jumlah produksi ikan. Tingkat pencemaran air di Waduk Cirata berfluktuasi. Dalam Gambar 4 dapat dilihat bahwa kualitas air Waduk Cirata secara umum mulai memburuk pada tahun 2005, ditandai dengan tingkat BOD dan COD yang meningkat. Kualitas air mulai membaik pada tahun 2009 dan kembali memburuk pada tahun 2010. Selain adanya materi pencemar yang masuk ke dalam Waduk Cirata, volume air juga sangat memengaruhi kondisi air. Kondisi air yang buruk cenderung terjadi pada musim kemarau karena volume air waduk menyusut sehingga air menjadi lebih pekat. Air yang semakin pekat akan menghasilkan konsentrasi kandungan bahan pencemar menjadi lebih tinggi. 56 Baku Mutu menurut Kep.Gub. No. 39 Tahun 2000 : DO = 3 mgl BOD = 6 mgl COD = 10 mgl Sumber : BPWC 2011 Gambar 4 Kandungan DO, BOD, dan COD Waduk Cirata Tahun 2005-2010 Parameter yang biasa digunakan untuk menganalisis kualitas air adalah DO, BOD, dan COD. Dissolved oxygen DO adalah parameter penting bagi ikan dan kehidupan akuatik lainnya. DO penting sebagai parameter air dengan kualitas yang baik. Semakin tinggi kadar DO dalam air, maka kondisi air tersebut semakin baik. DO digunakan untuk proses oksidasi materi organik di dalam air, seperti sisa pakan dan feses ikan. Jumlah DO sangat terbatas dan hanya mampu diproduksi sedikit saja dari proses fotosintesis tanaman akuatik. Ikan membutuhkan setidaknya 5-6 ppm DO untuk tumbuh dan berkembang. Ikan akan berhenti makan jika level DO turun hingga 3-4 ppm dan akan mati jika DO turun hingga 1 ppm. Banyak ikan yang mati bukan karena secara langsung terkontaminasi oleh racun, tetapi karena kekurangan oksigen akibat biodegradasi bahan yang mengontaminasi. Air memiliki kualitas yang baik jika DO berada pada level di atas 8 ppm Weiner, 2000.